Kisah si Pahit Lidah adalah salah satu cerpen masyarakat yang sangat populer. Cerita pendek rakyat ini diceritakan secara turun temurun dan bahkan sudah dibuatkan filmnya. Kami kembali memposting cerita pendek masyarakat Sumsel ini agar anak-anak Indonesia semua tahu cerita rakyat ini.
Cerpen Masyarakat Sumatera Selatan : Kisah Serunting Si Pahit Lidah
Alkisah pada masa silam di daerah Semidang, Sumatera Selatan, hiduplah seorang pangeran bernama Serunting. Pangeran itu merupakan anak seorang keturunan raksasa bernama Putri Tenggang.
Serunting merupakan seorang yang sakti. Kesaktiannya terletak pada tananam ilalang yang selalu bergetar walau tak ditiup angin. Tak ada seorangpun yang tahu rahasia kesaktiannya itu selain dirinya dan istrinya.
Istri Serunting memiliki seorang adik laki laki bernama Arya Tebing. Tak sengaja, sawah milik Serunting dan Arya Tebing terletak bersebelahan. Kedua sawah itu dipisahkan oleh pepohonan yang tumbuh berjejer yang bagian bawahnya dipenuhi cendawan. Mungkin karena rejekinya, cendawan yang menghadap ke sawah Arya Tebing berubah menjadi lempengan lempengan emas.
Serunting iri hati melihat kenyataan itu karena cendawan yang menghadap ke sawahnya hanya cendawan biasa.
Rasa iri yang terus menerus mendera hati Serunting membuat hubungannya dengan Arya Tebing memanas. Tiap kali bertemu, kedua orang itu selalu berselisih paham. Lama kelamaan, perkelahianpun timbul. Namun Arya Tebing tak mau melawan Serunting membabi buta.
Ia tahu Serunting adalah seorang yang sakti.
Guna memenuhi nafsunya untuk mengalahkan Serunting, Arya Tebing membujuk kakak perempuannya untuk memberitahu rahasia kesaktian suaminya. Sang kakak tak tahan didesak adiknya terus menerus.
“Jika kau ingin mengalahkan Serunting, tancapkanlah tombakmu pada ilalang yang selalu bergetar walau tak ditiup angin..”, kata sang kakak suatu ketika.
Arya Tebing gembira sekali memperoleh apa yang diinginkannya. Tak berapa lama kemudian, iapun menantang Serunting kembali untuk bertarung melawannya.
Pertarungan antara Serunting dan Arya Tebing berlangsung lebih seru dari sebelumnya. Tiba pada saat yang tepat, Arya Tebing menancapkan tombaknya pada ilalang seperti yang dimaksud kakaknya. Benar saja. Seketika itu juga Serunting jatuh terhuyung huyung berlumuran darah. Ia kalah dalam pertarungan itu.
Sungguh kecewa hati Serunting. Ia tak menyangka istrinya tega menghianati dirinya. Guna mengobati luka hatinya, Serunting pergi mengembara meninggalkan Semidang. Ia berjalan menuju Bukit Siguntang dan menetap disana untuk bersemedi.
Hari terus berlalu. Pada suatu malam, Serunting mendapat petunjuk dari dewa bahwa dirinya akan diberi kekuaran gaib jika ia mampu memenuhi syarat yang diajukan.
Serunting diperintahkan untuk bersemedi di bawah pohon bambu sampai seluruh tubuhnya dipenuhi daun bambu.
Serunting menyanggupinya. Keesokan paginya ia mencari pohon bambu yang tumbuh tak jauh dari tempatnya menetap selama ini dan mulai bersemedi disana.
Tak terasa sudah hampir dua tahun Serunting bersemedi dibawah pohon bambu. Daun daun bambu telah memenuhi seluruh tubuhnya hingga kulitnya tak terlihat lagi. Pada saat itulah sang dewa menyatakan bahwa Serunting akan segera menerima ilmu gaib seperti yang dijanjikan. Seluruh kata kata yang keluar dari mulutnya akan menjadi kenyataan.
Seruntingpun berniat kembali ke kampung halamannya, Semidang. Di tengah perjalanan, Serunting mencoba kesaktian yang baru saja ia miliki.
Ia berujar pada pohon pohon tebu yang tumbuh di tepian Danau Ranau “jadilah batu…”.
Dalam sekejap pohon pohon tebu yang sudah menguning itu berubah menjadi batu. Banyak orang yang berpapasan dengannya berubah menjadi batu karena dikutuk oleh Serunting. Sejak saat itulah Serunting dijuluki si pahit lidah.
Serunting sadar akan perkataannya yang bertuah. Meski amarah dan dendam pada istri dan adik iparnya masih tersisa, Serunting berusaha berdamai dengan hatinya. Belakangan diketahui Serunting tak hanya menggunakan kesaktiannya itu untuk membuat hal hal yang buruk. Serunting juga menggunakannya untuk mendatangkan kebaikan seperti mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan yang hijau.
(Dari berbagai sumber)
Pesan moral dari Cerpen Masyarakat Sumatera Selatan : Legenda Si Pahit Lidah ini adalah
Jangan menggunakan kekerasan jika kami berselisih dengan orang lain.
Jagalah rahasia yang di amanatkan kepada kamu.
Jangan menjadi orang yang pendendam.
Gunakan kemampuan dan kecerdasanmu untuk membantu orang lain
Baca cerpen anak terbaik kami lainnya seperti posting kami berikut ini
- Kumpulan Contoh Anekdot Lucu Tentang Sekolah Untuk Menghibur Anak
- Dongeng Terpendek dari AESOP : Perselisihan Rubah dan Bangau
- Macam Macam Cerpen Anak dari AESOP yang Mengajarkan Karakter
- Cerpen Dongeng Anak Mendidik dari AESOP : Tikus Muda (Fabel)
- Dongeng Cerpen Cerita Anak Pendek Terbaru dari Aesop
- Dongeng Cerpen Pada Zaman Dahulu Terpopuler dari Spanyol
- Cerpen Bhs Indonesia dari Tiongkok : Tongkat Sihir Gading
- Dongeng Cerpen Anak2 Asli India : Pawang Ular dan Para Perampok
- Cerpen Rakyat Singkat dari Amerika Serikat : Warna Bulu Burung