Cerita Rakyat Cerpen dari Sulawesi Utara : Legenda Sigarlaki dan Limbat

Kami sudah cukup banyak memposting Cerita Rakyat Cerpen dari Sulawesi Utara. Papa dan Mama bisa menggunakan menu pencarian jika ingin mendapatkan cerita rakyat Sulaesi Utara. Kali ini kembali kami memposting salah satu cerita pendek rakyat dari propinsi tersebut yaitu kisah mengenai Sigarlaki dan Limbat. Legenda ini cukup populer dan layak di ceritakan untuk si kecil sebelum mereka tidur.

Cerita Rakyat Cerpen dari Sulawesi Utara : Kisah Sigarlaki dan Limbat

Pada masa lampau di Tondano, Sulawesi Utara, hiduplah seorang pemburu handal bernama Sigarlaki. Ia mempunyai seorang pelayan bernama Limbat.

Sudah bertahun tahun Limbat mengabdi dengan setia pada tuannya itu. Sigarlaki dan Limbat tinggal berdua saja di kediaman Sigarlaki di pinggir hutan.

Pada suatu hari Sigarlaki pergi ke hutan untuk berburu. Sedari pagi sampai siang, Sigarlaki belum mendapat seekor  binatang buruanpun. Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya. Sigarlaki begitu heran mengapa dirinya sial sekali hari itu.

“Kemana perginya hewan hewan di hutan ini ?”, tanyanya dalam hati. “Seperti ditelan bumi saja mereka semua”, gumamnya lagi sambil duduk melepas lelah dibawah sebuah pohon.

Rasa putus asa mulai menguasai Sigarlaki. Perutnya yang minta diisi membuatnya memutuskan untuk segera pulang.

Sigarlaki tak pernah membawa bekal makanan jika berburu. Ia begitu yakin akan kehandalannya selama ini. Tak perlu waktu lama baginya untuk mendapatkan binatang buruan. Namun sayang, kali ini nasib baik enggan berpihak padanya.

Dengan langkah gontai, Sigarlaki berjalan pulang. Ketika tiba di rumah, Sigarlaki mendapati Limbat tak menyediakan makanan apapun untuknya.

“Limbat…!!!!!, mengapa kau tak masak untukku ?”, tanyanya dengan suara keras. Rasa lapar bercampur kecewa membuat amarahnya langsung meledak.

“Maaf tuan…”, jawab Limbat yang datang tergopoh gopoh. “Persediaan daging kita hilang dicuri orang…”, tambahnya dengan wajah tertunduk.

Wajah Sigarlaki merah padam mendengar jawaban Limbat.

“Apa kau bilang ??? dicuri orang ???”, tanyanya dengan nada tinggi. “Bagaimana mungkin ada pencuri masuk kesini tanpa kau tahu ??”, tanyanya tak percaya. Limbat diam saja. Ia memaklumi mengapa tuannya sedemikian marah.

“Mungkin pencuri itu datang ketika saya mencuci ke sungai..”, jawab Limbat pelan. Ia juga tak menyangka ada orang yang berani mencuri daging di rumah itu.

Emosi yang menguasai hati Sigarlaki membuatnya menuduh Limbat yang menghabiskan daging itu.

“Aku tak percaya….”, teriaknya lagi. “Pasti kau yang telah menghabiskan daging itu..”, tuduhnya dengan mata membelalak. Bagaikan disambar petir Limbat mendengar tuduhan itu. Ia tak menyangka tuannya tega berbuat begitu terhadap dirinya. Limbat juga merasa sangat kecewa. Pengabdiannya selama bertahun tahun kepada Sigarlaki ternyata tak berarti apa apa.

“Sungguh aku tak mengambil daging itu tuan…”, kata Limbat dengan kepala tertunduk. “lagipula mana mungkin aku sanggup memakan daging sebanyak itu seorang diri..”, tambahnya berusaha meyakinkan Sigarlaki.

Penjelasan Limbat tak membuat amarah Sigarlaki mereda. Ia tetap tak percaya pada pelayannya itu.

“Begini saja Limbat…”, kata Sigarlaki sambil menatap Limbat. “Jika kau memang tak bersalah, kau harus membuktikan hal itu..”, ujarnya lagi. Limbat menerima tantangan itu. Ia merasa dirinya memang bukan pencuri.

“Baiklah..”, kata Limbat. “Dengan cara apa aku harus membuktikkan kalau aku tak bersalah ?”, tanyanya ingin tahu.

Sigarlaki diam sejenak. “Kau harus menyelam bersamaan dengan tongkat yang kutancapkan di dasar kolam..”, katanya tak lama kemudian. “Jika tongkatku muncul lebih dulu di permukaan, berarti kau tak bersalah. Namun jika sebaliknya, maka kaulah yang mencuri daging itu…”, Sigarlaki berkata sambil menatap Limbat yang berdiri tak jauh darinya.

Limbat merasa syarat yang diajukan Sigarlaki sungguh aneh.

“Manalah mungkin tongkat itu muncul lebih dulu di permukaan daripada aku ? Bukahkah tongkat itu tak perlu bernapas ?”, pikirnya heran. Meski demikian, Limbat tak bisa membantah tuannya. Lagipula ia ingin sekali membuktikkan bahwa dirinya bukan seorang pencuri.

Akhirnya Limbat pasrah dan mengikuti kemauan Sigarlaki.

Sigarlaki dan Limbat berjalan ke sebuah kolam yang terletak tak jauh dari rumah. Setiba disana, keduanya turun ke dalam kolam. Limbat diminta menyelam bersamaan dengan tertancapnya tongkat Sigarlaki di dasar kolam. Baru beberapa saat , tiba tiba Sigarlaki melihat seekor babi hutan yang sedang minum di pinggir kolam. Ia terkejut dan segera menarik tongkatnya. Sigarlaki melempar tongkatnya kearah babi hutan itu. Sayang, lemparannya meleset.

Menurut kesepakatan semula, harusnya Limbat telah terbukti tak bersalah. Namun demikian Sigarlaki tak mau mengakui hal itu. Ia meminta Limbat untuk kembali menyelam bersamaan dengan tongkatnya yang ditancapkan di dasar kolam. Tak lama kemudian Limbat terkejut mendengar teriakan Sigarlaki. Tuannya itu mengangkat tongkatnya sambil menjerit jerit. Limbat berusaha melihat apa yang terjadi. Tak disangka, seekor kepiting besar telah menggigit kaki Sigarlaki hingga bengkak.

Meski dituduh sebagai pencuri, Limbat tetap berusaha menolong tuannya. Sigarlakipun segera menyadari kesalahannya. Selain telah terbukti bahwa Limbat tak bersalah, pelayannya itu ternyata seorang yang setia dan baik hati. Sigarlaki merasa kakinya yang terasa sangat sakit akibat digigit seekor kepiting besar merupakan hukuman atas tindakannya yang menuduh orang sembarangan.

(Dari berbagai sumber)

Pesan moral dari Cerita Rakyat Cerpen dari Sulawesi Utara ini adalah jangan pernah menuduh tanpa bukti. Jangan jadikan amarah mengendalikan diri kita. Berpikirlah secara jernih saat menghadapi berbagai masalah.

Baca juga dongeng rakyat dari Sulaesi Utara terbaik lainnya yaitu: