Cerita Kisah Nabi Musa as dan Firaun Singkat, Lengkap dan Mukjizatnya

Nabi Musa a.s. adalah salah seorang nabi dari Bani Israil. Musa lahir di Mesir dan diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada Raja Fir’aun yang zalim.

Fir’aun memang terkenal dengan kekejamannya. Bahkan ia berani menyatakan dirinya sebagai Tuhan yang wajib disembah rakyatnya. Siapa pun yang tidak setuju dan berani menentang raja besar Mesir itu, pasti akan dihukum mati.

Dakwah Nabi Musa a.s. dalam mengingatkan Fir’aun agar bertobat dan kembali ke jalan yang benar bukan tugas yang mudah. Tapi, Nabi Musa a.s tetap melaksanakan tugasnya dengan penuh kesabaran dan keberanian. Atas kesabaran dan kegigihannya itulah, Musa menjadi salah satu nabi Ulul Azmi, Ulul Azmi yaitu nabi Allah SWT yang memiliki tekad dan kesabaran luar biasa dalam menegakkan kebenaran.

Allah SWT tidak membiarkan Nabi Musa a.s. melakukan dakwahnya dengan tangan kosong. Allah SWT memberikan beberapa mukjizat kepada Nabi Musa a.s.

Tahukah adik-adik? Salah satu mukjizat itu adalah tongkat sakti yang kelak digunakan untuk membantu Bani Israil menyeberangi laut Merah. Tongkat itu menyelamatkan Bani Israil dari kejaran pasukan Fir’aun yang ingin menghancurkan Musa dan Bani Israil.

Biar lebih seru, yuk, ikuti saja kisah nabi Musa di alquran ini selengkapnya!

Ringkasan Cerita Kisah Nabi Musa as dan Firaun

Kelahiran Nabi Musa as

Walaupun Nabi Musa as hidup berada di lingkungan istana Firaun, namun kelahiran Nabi Musa memiliki kisah yang sangat luar biasa.

Saat Musa masih dalam kandungan ibundanya yang bernama Yukabbad, Mesir sedang gempar. Rakyat hidup dalam ketakutan, terutama para ibu yang sedang mengandung. Rupanya Raja Fir’aun memerintahkan bala tentaranya untuk mengambil paksa bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu.

“Ambil setiap bayi laki-laki yang lahir di tahun ini!” perintah Fir’aun. Tak hanya itu, Fir’aun juga menyingkirkan bayi-bayi yang tak berdosa tersebut.

Allah SWT berfirman, “Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir’aun) termasuk orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 4)

Fir’aun melakukan hal tersebut setelah para penasihatnya menafsirkan mimpinya. Menurut dukun-dukun istana, akan lahir seorang lelaki Bani Israil yang kelak akan menghancurkan kekuasaan Fir’aun. Karena itulah, untuk mencegah hal itu terjadi, Fir’aun menyingkirkan setiap bayi laki-laki dari Bani Israil.

Sementara itu, Yukabbad merasa takut karena sebentar lagi bayi yang dikandungnya akan lahir.

“Bagaimana ini? Haruskah anak kita ini mati di tangan Fir’aun sebelum ia bisa melihat dunia?” ucap Yukabbad, bersedih.

“Tenanglah istriku,” hibur Imran, suaminya. “Mari berdoa, kita serahkan segalanya kepada Allah! Mari meminta perlindungan kepada-Nya.”

Yukabbad masih murung. Ia tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi nanti dengan bayi yang dikandungnya.

“Lebih baik kau beristirahat. Lagi pula, belum tentu juga bayi kita ini laki-laki,” kata Imran.

Tapi, Yukabbad tetap merasa khawatir. Ia memiliki perasaan yang begitu kuat bahwa bayi yang ada dalam kandungannya itu adalah bayi laki-laki.

“Ya Allah, lindungilah kami sekeluarga dan bayi ini!” ucapnya lirih.

Nabi Musa Dihanyutkan ke Aliran Sungai Nil

Waktu kelahiran itu pun tiba. Ternyata benar dugaan Yukabbad. Bayi yang ia lahirkan adalah laki-laki. Yukabbad amat senang, tapi pada saat yang bersamaan, ia juga takut dan khawatir dengan nasib bayi laki-lakinya itu.

Dalam kebimbangan hati tersebut, Allah SWT mengilhamkan ibunda Musa untuk menghanyutkan bayinya ke sungai Nil.

“Apakah kamu yakin dengan rencanamu itu?” tanya Imran setelah mendengar rencana istrinya itu.

“Ya, hanya ini cara yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bayi kita,” ujar Yukabbad.

“Baiklah. Ayo, segera kita persiapkan segala sesuatunya, sebelum prajurit Fir’aun tahu dan mengambil buah hati kita ini,” ucap Imran.

Dengan mengendap-endap, Yukabbad dan Imran berjalan menuju tepian sungai Nil. Mereka meletakkan Musa di dalam sebuah kotak kayu. Kotak kayu tersebut sudah dibuat senyaman mungkin sehingga Musa tidak menangis. Jika Musa menangis, hal itu akan membahayakan dirinya.

Yukabbad terlihat begitu berat hati ketika hendak menghanyutkan Musa ke sungai Nil. Sungai yang dipenuhi kuda nil dan buaya-buaya yang besar dan ganas. Yukabbad sempat cemas, bagaimana jika buaya dan kuda nil memangsa Musa.

“Cepat lakukan! Sebelum orang-orang Fir’aun melihat kita!” perintah Imran.

Yukabbad, ibunda Musa, berupaya melawan kekhawatirannya. Dengan berderai air mata, ia menghanyutkan Musa yang masih bayi itu ke sungai Nil.

Aliran deras sungai terpanjang di dunia itu dalam sekejap mengayun-ayun kotak kayu tersebut. Kotak itu semakin jauh dibawa aliran sungai hingga hilang dari pandangan mata Yukabbad.

“Mari kita pulang,” ajak Imran, suaminya.

Yukabbad masih tidak percaya bahwa sebagai seorang ibu, ia baru saja menghanyutkan anak kandungnya sendiri ke sungai. ia telah membiarkan Musa yang masih bayi itu berjuang sendiri melawan ganasnya alam.

Namun, Allah SWT memberikan ketenangan dan keyakinan kepada Yukabbad bahwa Musa akan baik-baik saja. Suatu ketika, mereka akan berjumpa kembali.

“Ibu percaya, anakku,” bisik Yukabbad lirih. “Ibu percaya, kamu pasti akan selamat. Allah SWT akan menjagamu dan kita akan berjumpa kembali.”

Memang begitulah takdir Musa. Allah SWT menyelamatkan Musa. Rupanya permaisuri Raja Fir’aun yaitu Siti Asiyah, juga sedang berada di tepian sungai Nil. Ketika tengah asyik mandi sambil menikmati kesegaran air sungai, tiba-tiba seorang dayang yang menemaninya berteriak-teriak. ,

“Tuanku! Tuanku! Lihatlah, kotak apakah yang hanyut dan tersangkut di sela-sela batu itu?” katanya pada Siti Asiyah sambil menunjuk sebuah kotak kayu.

“Coba kamu ambil kotak itu!” perintah Siti Asiyah.

Si dayang bergegas memungut kotak kayu itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat ada seorang bayi laki-laki yang mungil di dalam kotak itu.

“Tuanku! Ada seorang bayi di dalam kotak ini!” teriak si dayang sambil bergegas menuju tuannya. “Bayi siapa ini sebenarnya?”

Siti Asiyah terdiam beberapa saat. Ia mengarahkan pandangannya ke sekitar sungai, mencari tahu apakah ada orang lain di sana yang telah menghanyutkan bayi itu.

Permaisuri Raja Fir’aun itu kemudian memutuskan untuk membawa Musa ke istana. Ia akan merawatnya dengan sepenuh hati.

“Kasihan sekali bayi ini. Ah, lebih baik aku merawatnya di istana,” ucapnya.

Siti Asiyah pun merawat Musa seperti anaknya sendiri. Ia amat menyayangi Musa. Permaisuri Fir’aun itu merasa sangat beruntung dan bahagia bisa membesarkan Musa. Apalagi, ia juga belum dikaruniai seorang anak.

Di istana Fir’aun itulah, Musa tumbuh. Tapi, meskipun hidup di istana Fir’aun, Musa sama sekali tak terpengaruh oleh kemewahan istana. Perilaku dan watak Musa sangat berbeda dengan sifat Fir’aun.

Allah SWT telah menjaga Musa, dan membuat Musa memiliki sifat yang mulia. Itu karena Musa ditakdirkan menjadi nabi, dan dengan sifat terpujinya, ia akan berdakwah kepada Fir’aun.

Perang Tanding dengan Dukun Sakti Fir’aun

Musa pun menjadi putra mahkota. Semua kemewahan istana bisa dia nikmati sepuasnya. Tapi, semakin beranjak dewasa Musa, semakin sadar ia dengan perilaku kejam ayah angkatnya itu.

Bagaimana tidak? Fir’aun selalu menindas rakyatnya yang tidak taat kepadanya. Bahkan, Fir’aun sangat tidak adil terhadap Bani Israil. Ia menjadikan kaum itu sebagai budak dan memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang.

Musa yang akhirnya tahu bahwa dirinya adalah orang Bani Israil, merasa bimbang dan sedih. ia ingin melawan kezaliman Fir’aun terhadap Bani Israil. Tapi, selama ini pula Fir’aun telah merawat dan membesarkan dirinya dengan baik.

“Haruskah aku membela Bani Israil dan menentang ayah angkatku sendiri?” batin Musa.

Tapi, Allah SWT telah menetapkan bahwa Musa adalah utusan-Nya yang akan menyelamatkan Bani Israil. Allah SWT pun mengangkat Musa sebagai nabi dan rasul untuk berdakwah. Musa ditugaskan untuk mengingatkan Fir’aun akan kezalimannya dan mengajak Fir’aun kembali ke jalan yang benar.

Namun, Musa merasa lidahnya kelu dan tidak lancar berbicara ketika berhadapan dengan ayah angkatnya itu. Harun, saudaranya, lebih fasih berbicara. Oleh karena itu, Nabi Musa a.s. meminta kepada Allah SWT agar Harun menjadi pendampingnya yang akan menemaninya berdakwah kepada Fir’aun.

Mereka berdua pun pergi bersama-sama menghadap Fir’aun.

“Apa?! Berani-beraninya kalian mengingatkanku! Tidak tahukah kalian bahwa aku ini Tuhan kalian?!” bentak Fir’aun yang sangat murka.

“Tidak!” jawab Musa dengan tegas. “Allah adalah Tuhan yang sebenarnya! Allah pemilik langit dan bumi. Allah adalah Tuhanmu, Tuhanku, dan Tuhan semesta alam. Kepada-Nya kita semua harus menyembah!”

Mendengar jawaban Nabi Musa a.s. tersebut, Fir’aun semakin marah. Fir’aun kemudian menantang Musa untuk adu kesaktian melawan para penyihir sakti andalannya.

“Pertandingan itu akan menunjukkan bahwa kamu hanyalah pembohong besar, Musa! Orang-orangku pasti akan dengan mudah mengalahkanmu!” kata Fir’aun dengan penuh percaya diri.

“Baiklah, kupenuhi tantangan itu!” jawab Musa.

Hari adu kesaktian tiba.

Arena pertandingan tampak begitu ramai. Banyak orang ingin melihat langsung peristiwa yang tidak biasa itu. Mereka ingin membuktikan, apakah Musa benar utusan Allah dan bisa mengalahkan para penyihir Fir’aun.

Suasana sangat tegang saat pertandingan dimulai. Sebagian besar penonton berlari menjauhi lapangan ketika tali-tali yang dilemparkan tukang sihir Fir’aun berubah menjadi ular-ular berbisa yang ganas. Ular-ular itu menggeliat-geliat seolah ingin memangsa apa pun yang ada di sekitarnya.

“Hai, Musa! Ayo, tunjukkan kesaktianmu!” ejek para penyihir Fir’aun. “Kulihat engkau begitu ketakutan dan gemetar melihat ular-ular kami ini! Hahaha!”

Musa tak bisa mengelak bahwa ia memang merasa ketakutan. Dalam kekhawatirannya itu, Allah SWT memerintahkan Musa untuk melemparkan tongkatnya ke tengah lapangan.

Para penyihir Fir’aun, Raja Fir’aun sendiri, dan seluruh penonton di lapangan seketika terbelalak. Mereka merasa takjub sekaligus tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

“Wah!” Sebagian penonton merasa takjub.

“Hih!” Yang lain merasa ngeri, ketakutan dengan apa yang mereka lihat.

Ternyata tongkat Musa berubah menjadi ular raksasa. Ular itu dengan lahap menelan semua ular-ular penyihir Fir’aun, tanpa tersisa seekor pun.

Cerita Kisah Nabi Musa as dan Firaun Singkat
Cerita Kisah Nabi Musa as dan Firaun Singkat

Melihat hal itu, para penyihir Fir’aun langsung bersujud di kaki Musa. Mereka mengaku kalah. Mereka juga mengakui bahwa Musa adalah nabi dan rasul utusan Allah SWT. Para penyihir itu pun menyatakan keimanannya kepada Allah SWT di hadapan Musa.

“Kami beriman kepada Tuhanmu, hai Musa!” ucap mereka.

Allah SWT berfirman, “Lalu para pesihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, `Kami telah percaya (beriman) kepada Tuhannya Harun dan Musa.”‘ (Q5- Thaahaa [20]: 70)

Berbeda dengan Raja Fir’aun, ia tak bisa menerima kekalahan itu. Ia justru menjadi semakin murka begitu mengetahui para penyihirnya sendiri malah mengkhianatinya dan menjadi pengikut setia Musa.

“Mereka semua sungguh tak tahu diri! Tak tahu diuntung!” gerutu Fir’aun. Raja Mesir yang zalim itu kemudian memerintahkan prajuritnya untuk menangkap para penyihir itu.

“Tangkap mereka dan bawa ke hadapanku!” seru Fir’aun.

Para penyihir Fir’aun itu pun tertangkap. Fir’aun menghukum mereka dan menyiksa mereka hingga meninggal di hadapan banyak orang.

Meskipun demikian, sebagian besar orang sadar bahwa Fir’aun memang hanyalah manusia biasa dan bukan Tuhan yang harus disembah. Semakin banyak orang pula yang menjadi pengikut Musa,

“Musa adalah dari doa-doa kita selama ini,” bisik orang-orang Bani Israil satu sama lain. “Dia dikirim oleh Tuhan untuk membebaskan kita dari perbudakan Fir’aun yang kejam itu!”

Orang-orang Bani Israil rnenaruh harapan yang sangat besar terhadap Musa. Mereka berharap Musa dapat mengakhiri penderitaan mereka.

Nabi Musa dikejar Firaun

Sejak kekalahan yang menyakitkan itu, kemarahan Fir’aun semakin menjadi-jadi. Di berbagai tempat, terlihat prajurit Fir’aun menyiksa orang-orang Bani Israil secara kejam. Untuk kesalahan kecil saja, orang-orang Bani Israil itu bisa tewas di senjata para prajurit Fir’aun.

“Musa, sampai kapankah kiranya kami mengalami penyiksaan dan penindasan ini?” adu Bani Israil kepada Musa. “Tidak bisakah engkau menyelamatkan kami dan mengakhiri semua penderitaan kami di negeri ini?”

Musa pun sebenarnya masih bingung. Melawan Fir’aun dengan kekuatan prajuritnya yang luar biasa bukanlah hal yang mudah, bahkan bisa dianggap mustahil.

Hingga kemudian, Musa mendapat  perintah dari Allah SWT untuk membawa seluruh Bani Israil pergi dari Mesir menuju tanah Kan’an. Kan’an adalah asal leluhur Bani Israel yang berada di sebelah timur Mesir.

Rencana besar itu pun disampaikan secara sembunyi-sernbunyi di antara orang-orang Bani Israil.

“Ssst, jangan keras-keras!” kata seseorang kepada temannya sambil meletakkan jari telunjuknya di bibirnya. “Ini rencana yang sangat rahasia, jangan sampai bocor dan ketahuan Fir’aun. Ingat, prajurit dan mata-mata Fir’aun ada di mana-mana!”

“Betul!” Temannya mengangguk mengiyakan. “Jika rencana ini ketahuan, tentu kita semua akan menjadi budak abadi

Saat yang ditunggu pun tiba. Harun, membawa lebih dari setengah juta orang Bani Israil keluar dari Mesir. Setengah juta manusia bukanlah.jumlah yang kecil. Tentu kepergian orang sebanyak itu akan dengan mudah diketahui oleh Fir’aun dan bala tentaranya.

“Kita harus kejar mereka dan mengembalikan mereka ke Mesir! Tangkap mereka!” perintah Fir’aun kepada seluruh prajuritnya dengan tegas dan penuh kemarahan.

Tentu saja, sangat rnudah bagi Fir’aun dan bala tentaranya untuk menyusul Musa dan Bani Israil. Kuda-kuda yang mereka tunggangi lari dengan begitu kencang.

“Musa! Fir’aun dan bala tentaranya berhasil menyusul kita!” teriak orang-orang Bani Israil, ketakutan. “Lihatlah di belakang sana, begitu banyak jumlah mereka! Akankah hidup kita berakhir di tepi Laut Merah ini? Atau kita akan dibawa ke Mesir dan kembali menjadi budak disana.

Saat itu, Musa dan orang-orang Bani Israil berada di tepi Laut Merah, laut yang memisahkan daratan Afrika dan Asia. Mereka terjebak karena di depan mereka laut, sementara di belakang mereka dari kejauhan terlihat Fir’aun dan bala tentaranya.

Kisah Nabi Musa Membelah Laut Merah

Musa bingung, tak ada pilihan lain selain rnenyeberangi lautan itu. Tapi, apakah itu mungkin? Bagaimana mereka bisa menyeberang, sedangkan laut sedang pasang?

Musa lalu berdoa, memohon pertolongan kepada Allah SWT. Oleh Allah SWT, Musa diperintahkan memukulkan tongkatnya ke lautan.

Musa pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Dengan seketika, Laut Merah terbelah menjadi dua. Terbentuklah jalan di antara kedua lautan itu. Musa dan orang-orang Bani Israil pun segera melintasi jalan tersebut.

“Ayooo! Cepaaaaaat!” teriak mereka, saling memberi semangat satu sama lain agar mempercepat langkah.

Fir’aun dan bala tentaranya juga ikut melintasi jalan itu. Ketika Bani Israil telah berhasil menyeberang ke daratan, Laut Merah kembali seperti semula. Jalanan yang baru mereka lewati itu pun tertutup.

“Tolooong! Tolooong!” teriak pasukan Fir’aun yang masih berada di Laut Merah.

Gelombang besar lautan dengan cepat menggulung mereka. Fir’aun dan pasukannya pun mati tenggelam di dasar laut itu.

Allah SWT telah mengakhiri kekejaman dan kezaliman Fir’aun di muka bumi. Namun, Allah SWT mengabadikan jasad Fir’aun dan membuatnya tidak rusak sebagai pelajaran untuk seluruh manusia, termasuk untuk kita.

Allah SWT berfirman, “Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (Q.S. Yunus [10]: 92)

Pesan moral dari rangkuman kisah nabi Musa as ini adalah kezaliman dan kesombongan itu akan musnah, dan Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Baca juga kisan nabi lainnya yaitu