Pada posting sebelumnya kita pernah membahas mengenai pengertian cerita rakyat dengan ciri-cirinya. Pada posting kali ini kita akan mendalami mengenai unsur unsur dalam cerita rakyat. Pada suatu cerita baik itu cerita rakyat, legenda maupun cerita anak, akan terkandung unsur-unsur didalamnya. Unsur-unsur cerita rakyat sendiri secara umun terbagi dua yaitu unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Untuk lebih jelasnya kami akan membahas masing-masing unsur tersebut secara lebih lengkap
Unsur-Unsur Instrinsik Dalam Cerita Rakyat
1. Tema
Tema merupakan inti persoalan yang menjadi dasar dalam sebuah cerita. Oleh karenanya, agar bisa mendapatkan tema dalam sebuah cerita, pembaca tentunya harus membaca cerita tersebut hingga selesai. Tema pada cerita rakyat akan dikaitkan dengan pengalaman kehidupan. Biasanya tema cerita rakyat mengandung elemen alam, kejadian sejarah, kesaktian, dewa, misteri, hewan, dll.
2. Latar atau setting pada cerita rakyat
Latar adalah informasi mengenai waktu, suasana, dan juga lokasi dimana cerita rakyat itu berlangsung.
- Latar Lokasi atau Tempat
Latar lokasi adalah informasi pada cerita yang menjelaskan tempat cerita itu berlangsung. Sebagai Contoh latar lokasi cerita adalah di kerajaan, di desa, di hutan, di pantai, di kahyangan, dll.
- Latar Waktu
Latar waktu merupakan saat terjadinya peristiwa dalam dongeng, sebagai contoh pagi hari, pada jaman dahulu kala, malam hari, tahun sekian, saat matahari terbenam dll.
- Latar Suasana
Latar suasana adalah informasi yang menyebutkan suasana pada kejadian dalam dongeng berlangsung. Sebagai contoh latar suasana adalah rakyat hidup damai dan sejahtera, masyarakat hidup dalam ketakutan karena raja yang kejam, hutan menjadi ramai setelah purbasari hidup disana, dll
3. Tokoh
Tokoh merupakan pemeran pada sebuah cerita rakyat. Tokoh pada cerita rakyat dapat berupa hewan, tumbuhan, manusia, para dewa dll.
Menurut sifatnya penokohan dibagi tiga yaitu :
- Tokoh utama (umumnya protagonis) adalah tokoh yang menjadi sentral pada cerita. Tokoh ini berperan pada sebagian besar rangkaian cerita, mulai dari awal sampai akhir cerita. Pada umumnya, tokoh utama ditampilkan sebagai tokoh tokoh yang memiliki sifat baik. Tetapi tidak jarang ditemukan tokoh utama diceritakan lucu, unik atau jahat sekalipun.
- Tokoh lawan (umumnya antagonis). antagonis secara pengertian merupakan tokoh yang selalu berlawanan dengan tokoh protagonis. Pada umunya, tokoh antagonis ditampilkan sebagai tokoh ”hitam”, yaitu tokoh yang bersifat jahat.
- Tokoh pendamping (tritagonis). Tritagonis merupakan tokoh pendukung.
Menurut cara menampilkan wataknya penokohan dibagi dua yaitu :
- Secara langsung yaitu watak tokoh bisa dikenali pembaca karena telah dijelaskan oleh pengarang
- Seara tidak langsung yaitu watak tokoh bisa dikenali pembaca dengan membuat kesimpulan sendiri dari dialog, latar suasana, tingkah laku, penampilan, lingkungan hidup, dan pelaku lain
4. Alur
Merupakan runtutan kejadian pada sebuah cerita rakyat. Biasanya cerita rakyat meliputi lima rangkaian peristiwa yaitu saat pengenalan (pembukaan) , saat pengembangan, saat pertentangan (konflik), saat peleraian (rekonsiliasi), dan tahap terakhir adalah saat penyelesaian. Secara umum alur dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
- Alur maju
- Alur mundur
- Alur campuran
5. Sudut pandang
Sudut pandang merupakan bagaimana cara penulis menempatkan dirinya dalam sebuah cerita, atau dengan kata lain dari sudut mana penulis memandang cerita tersebut. Sudut pandangan memiliki pernanan yang sangat penting terhadap kualitas dari sebuah cerita. Sudut pandang secara umum dibagi dua yaitu
- Sudut pandang orang pertama : penulis berperan sebagai orang pertama yang bisa menjadi tokoh utama maupun tokoh tambahan pada cerita
- Sudut pandang orang ketiga : Penulis berada di luar cerita serta tidak terlibat secara langsung pada cerita. Penulis menjelaskan para tokoh didalam cerita dengan menyebut nama tokoh atau kata orang ketiga yaitu “dia, mereka”.
6. Amanat atau pesan moral
merupakan nilai-nilai yang terkandung didalam cerita dan ingin disampaikan agar pembaca mendapatkan pelajaran dari cerita tersebut.
7. Majas (Gaya Bahasa)
Unsur-Unsur Ekstrinsik Dalam Cerita Rakyat
Unsur ekstrinsik merupakan semua faktor luar yang mempengaruhi penciptaan sebuah tulisan ataupun karya sastra. Bisa dikatakan unsur ektrinsik adalah milik subjektif seorang penulis yang dapat berupa agama, budaya, kondisi sosial, motivasi, yang mendorong sebuah karya sastra tercipta.
Unsur-unsur ekstrinsik pada cerita rakyat biasanya meliputi:
- Budaya serta nilai-bilai yang dianut.
- Tingkat pendidikan
- Kondisi sosial di masyarakat
- Agama dan keyakinan
- Kondisi politik, ekonomi, hukum dll.
Untuk lebih memahami unsur-unsur yang terkandung didalam cerita rakyat, kami akan memberikan satu cerita rakyat agar adik-adik dapat menemukan unsur intrinsik cerita rakyat mauapun unsur ekstrinsik cerita rakyat.
Unsur Unsur Dalam Cerita Rakyat : Asal Mula Rawa Danau
Tersebutlah seorang ulama dari Negeri Arab bernama Syekh Muhidin. Ia dikirim dari Negeri Arab ke Negeri Jawa untuk menyebarluaskan agama Islam. dengn menaiki perahu, tibalah Syekh Muhidin di Bulakan, daerah Cisalak, Pulau Jawa. Ketika ia tiba bersamaan dengan tibanya waktu Dhuhur. Syekh Muhidin lalu mengerjakan shalat.
Tanpa disadari Syekh Muhidin, empat puluh penduduk Bulakan memperhatikan gerak-geriknya. Sembahyang yang dilakukan Syekh Muhidin membuat mereka keheranan. Namun mereka hanya memperhatikan saja.
Setelah mengerjakan shalat, Syekh Muhidin lantas meninggalkan daerah itu. Tas bawaannya tertinggal. Empat puluh penduduk Bulakan lalu mendatangi tas itu. Mereka tertarik untuk mengetahui isi tas orang asing itu. Ketika mereka membukanya, mereka mendapati biji-bijian tanaman di dalamnya. Mereka lantas menyebarkan biji-bijian itu. Keajaiban pun terjadi. Seketika bijibijian itu disebarkan di tanah, tumbuhlah pohon- pohon. Cepat sekali pohon-pohon itu tumbuh hingga dalam waktu sekejap itu pohon-pohon itu telah berbuah.
Tidak ada seorang pun penduduk Bulakan itu yang mengetahui pohon apakah yang cepat tumbuh dan berbuah itu. Mereka tidak berani memakan buah-buah dari aneka pohon itu dan bahkan tidak tahu bagaimana cara memakannya. Empat puluh penduduk Bulakan itu lantas bersepakat mencari orang asing itu untuk bertanya perihal buah-buah aneh itu. Syekh Muhidin mereka temukan di tepi laut di daerah Cikonang.
“Maaf.” salah seorang penduduk Bulakan itu bertanya, “Siapakah Tuan ini?”
“Nama saya Syekh Muhidin. Saya berasal dari Negeri Arab. Kedatangan saya ke daerah ini untuk menyebarluaskan agama Islam,” jawab Syekh Muhidin.
Penduduk Bulakan itu lantas menjelaskan adanya bibit-bibit tanaman yang terdapat di dalam tas Syekh Muhidin yang telah mereka sebarkan hingga menjadi aneka pohon yang telah berbuah. “Pohon apakah itu dan bagaimana cara memakan buahnya?”
Syekh Muhidin bersedia menjawab pertanyaan itu asalkan para penduduk Bulakan itu bersedia masuk agama Islam. Empat puluh penduduk Bulakan itu menyatakan kesediaannya untuk memeluk agama Islam. Syekh Muhidin lantas mengislamkan mereka dan menjadikan mereka selaku murid-muridnya. Syekh Muhidin menjelaskan aneka pohon berikut cara memakannya.
Syekh Muhidin lantas mengajak murid-muridnya itu untuk mendirikan masjid. Dengan bekerja keras dan bergotong royong, masjid itu pun akhirnya berdiri. Masjid itu berbentuk panggung. Dindingnya terbuat dari kayu dan bambu, sementara atapnya terbuat dari daun kirai.
Di masjid itu Syekh Muhidin mengajarkan. agama Islam kepada murid-muridnya. Mereka juga melaksanakan shalat berjama’ah, termasuk melaksanakan shalat Jum’at.
Ketika hendak melaksanakan shalat Jum’at itulah Syekh Muhidin mendadak ingin buang air kecil.Ia lantas buang air kecil di dalam batok kelapa. Diletakkannya batok kelapa berisi air seninya itu di atas balai bambu. Ia lalu kembali ke dalam masjid setelah berwudhu.
Ketika Syekh Muhidin memimpin shalat Jum’at, seekor babi hutan betina lewat di tempat balai bambu dan kemudian meminum air seni Syekh Muhidin. Terperanjatlah Syekh Muhidin ketika mendapati batok kelapa tempatnya menyimpan air seninya itu telah kosong seusai melaksanakan shalat Jum’at.
Waktu terus berlalu. Sembilan bulan kemudian telah terlewati. Ketika shalat Jum’at selesai dilaksanakan, mendadak Syekh Muhidin dan jama’ah masjid mendengar tangis bayi. Mereka bergegas mencari dan menemukan bayi itu berada di kolong masjid di bagian pengimaman. Kegemparan pun terjadi, mereka bertanya-tanya perihal bayi perempuan siapakah yang berada di kolong masjid itu?
Anak-anak yang tengah bermain di depan masjid lantas bercerita, bahwa bayi perempuan itu diletakkan oleh seekor babi hutan di bawah kolong masjid. Orang-orang akhirnya mengambil bayi itu dan merawatnya bersama secara bergiliran. Dalam perawatan orang-orang, bayi itu terus tumbuh membesar hingga ia bisa merangkak kemudian. Orang-orang tetap penasaran, siapa sesungguhnya ayah dari anak perempuan tersebut. Juga perihal nama yang paling pantas untuk si anak perempuan. Mereka lantas mengungkapkannya kepada Syekh Muhidin.
Syekh Muhidin menyarankan agar masing-masing mereka membuat berbagai jenis kue. Katanya, “Kue siapa yang pertama kali dimakan anak itu akan menjadi ayahnya. Ia berhak pula memberinya nama.”
Segenap murid Syekh Muhidin menyetujui saran Syekh Muhidin.
Segenap murid Syekh Muhidin lantas membuat aneka kue. Masing-masing kue buatan mereka berbeda-beda, baikjenis, bahan, maupun warnanya. Masing-masing membuat kue semenarik mungkin untuk menarik perhatian anak perempuan kecil itu. Masing-masing dari mereka ingin menjadi ayah angkat anak perempuan itu. Berbeda dengan sekalian muridnya, Syekh Muhidin membuat kue dari dedak halus. Tidak pula dibuatnya semenarik mungkin agar terpilih si anak perempuan. Tampaknya, Syekh Muhidin tidak berminat menjadi ayah angkat anak perempuan itu. Masing-masing kue dijajarkan dan si anak perempuan yang baru bisa merangkak itu diminta untuk memilih. Sangat mengejutkan, si anak perempuan ternyata memilih kue buatan Syekh Muhidin.
Syekh Muhidin akhirnya menyadari, si anak perempuan itu sebenarnya anaknya. Ia bermula dari air seni yang ditampungnya di dalam batok kelapa yang diminum babi hutan betina. Syekh Muhidin lantas memberi nama anak itu Nyi Hartati.
Beberapa tahun kemudian terlewati. Syekh Muhidin tetap mengajarkan ajaran agama Islam kepada empat puluh muridnya itu. Ia juga mendidik Nyi Hartati agar menjadi anak salehah. Hingga suatu hari ia mengundang seluruh muridnya dan menyatakan hendak kembali ke Negeri Arab. Ia berpesan kepada seluruh muridnya itu untuk tetap menjalankan ajaran agama Islam seperti yang telah diajarkannya. Ia juga menitipkan Nyi Hartati kepada mereka, “Didik dan asuhlah anakku itu dengan sebaik-baiknya. Jadikan ia seorang yang taat pada ajaran Islam.”
Selesai berpesan, Syekh Muhidin lantas meninggalkan Nyi Hartati dan empat puluh muridnya itu. Kepulangannya ke Negeri Arab diiringi keharuan dan kesedihan Nyi Hartati dan empat puluh muridnya.
Waktu kembali berlalu. Nyi Hartati telah tumbuh menjadi seorang gadis yang amat jelita parasnya. Serasa tak terbilang banyaknya pemuda yang mengimpikan dapat menyuntingnya.
Syandan pada suatu hari orang-orang menemukan sebuah jamur yang tumbuh di kolong masjid. Jamur yang aneh. Tidak hanya bentuknya yang besar, batangnya juga terlihat sangat kokoh. Beberapa orang mencoba mencabut, namun jamur besar itu tetap tidak tercabut. Orang-orang menjadi penasaran. Mereka mencoba menebang batang jamur tersebut. Namun, jamur itu tetap utuh tanpa terluka sedikit pun. Pisau, golok, pedang, dan aneka senjata tajam lainnya tidak mampu menciderainya meski ditebaskan sekuat tenaga dan berulang-ulang.
Orang-orang menjadi keheranan dan juga cemas. Menurut mereka, jika jamur itu terus tumbuh membesar niscaya akan merobohkan masjid. Seketika terbayang mereka pada Syekh Muhidin, mereka pun segera menghubungi Nyi Hartati. Mereka jelaskan perihal tumbuhnya jamur aneh di tempat Nyi Hartati dahulu diketemukan ketika masih bayi.
“Jika kita biarkan, jamur itu akan terus membesar dan bisa jadi masjid kita akan roboh jika jamur itu telah tumbuh membesar. Oleh karena itu, tolonglah Nyi, barangkali jamur aneh itu akan tercabut jika engkau yang mencabutnya,” pinta mereka.
Nyi Hartati lantas menuju kolong masjid untuk melihat jamur aneh yang diributkan murid-murid ayahandanya itu. Setelah mengamati, Nyi Hartati pun berujar, “Aku bersedia mencabut jamur itu asalkan kalian membuatkan aku sebuah perahu.”
Empat puluh murid Syekh Muhidin itu lantas bekerja sama bahu-membahu membuat perahu yang diminta Nyi Hartati. Tak berapa lama perahu itu pun telah jadi. Kebetulan hari itu hari Jum’at. Selesai membuat perahu, empat puluh murid Syekh Muhidin itu lalu melaksanakan shalat Jum’at. Ketika mereka melaksanakan shalat Jum’at itulah Nyi Hartati mencabut jamur aneh. Sangat mengherankan, jamur itu sangat mudah dicabut Nyi Hartati.
Keanehan pun terjadi. Seketika jamur itu dicabut Nyi Hartati, dari tempat tumbuhnya jamur itu mendadak memancar air yang sangat deras. Begitu derasnya air yang memancartersebut hingga daerah itu Iangsung terbenam. Masjid berikut empat puluh murid Syekh Muhidin tenggelarn.
Daerah itu pun berubah menjadi sebuah danau. Orang-orang pun menyebutnya Rawa danau. Adapun empat puluh murid Syekh Muhidin kemudian menjelma menjadi buaya-buaya yang diyakini masyarakat menjadi penunggu Rawa danau.
Pesan moral dari artikel unsur unsur dalam cerita rakyat : asal mula rawa danau adalah kita hendaknya memercayai sepenuhnya takdir yang telah ditetapkan Tuhan. Betapa pun kita berusaha menghindar, niscaya takdir Tuhan akan tetap terjadi pada diri kita.