Kumpulan dongeng terbaik akan kami sajikan pada artikel kali ini. Banyak sekali dongeng anak Indonesia yang sangat menarik untuk disimak, beberapa diantara kisah terpopulernya sudah pernah kami ceritakan di blog dongengceritarakyat.com ini. Artikel ini akan memberikan 3 dongeng terbaik lainnya untuk adik-adik ketahui.
-
Kumpulan dongeng anak pendek dari Jambi : Kisah Si kelingking
Kelingking adalah pemuda bertubuh mungil. Ukuran tubuhnya hanya seukuran jari kelingking orang dewasa. Meski demikian, Kelingking adalah pemuda yang cerdas dan pemberani. Bahkan kepada Nenek Gergasi pun ia tak takut.
Nenek Gergasi adalah nenek raksasa yang suka makan daging manusia. Ia sudah membunuh banyak orang. Raja tak mampu mengatasinya. Setiap kali Raja mengirim pasukan untuk menangkap Nenek Gergasi, prajurit-prajuritnya malah habis disantap oleh Nenek Gergasi.
Semua penduduk desa mengungsi, kecuali Kelingking. Ia bersembunyi di antara ranting pepohonan. Saat ia asyik bersantai, tiba-tiba Bumi bergetar. “Wah, itu pasti Iangkah kaki Nenek Gergasi,” kata Kelingking sambil bersiap. Mata Kelingking mengawasi sekitarnya. Saat itulah tampak sosok Nenek Gergasi yang besar dan menyeramkan.
Melihat suasana dusun yang sepi, Nenek Gergasi berteriak-teriak. “Hai para manusia, ayo keluar dari tempat persembunyian kalian! Aku sudah lapar sekali!” Beberapa kali ia berteriak, namun suasana tetap sepi. Tiba-tiba, terdengar suara “Ha… ha… ha… akhirnya kau muncul juga nenek jelek.” Nenek Gergasi terkejut. Ia mengawasi sekitarnya.”Siapa yang bersuara itu?”
“Nenek Gergasi… penduduk hutan ini sudah habis aku santap. Sekarang tiba giliranmu. Hmm… air liurku sudah menetes, ayo kemarilah” kata suara itu lagi.
Meski berbadan besar, ternyata Nenek Gergasi takut juga mendengar ancaman itu. Ia pikir, suara itu milik raksasa yang Iebih besar darinya. Ia lalu lari tunggang-Ianggang sambil terus menoleh ke belakang. Ia takut kalau ada yang mengejarnya. Karena terus menengok ke belakang, ia tak tahu kalau di depannya ada jurang yang dalam. “Arrgghh… tolongg….” teriak Nenek Gergasi. Ia jatuh ke dalam jurang dan mati seketika.
Kelingking keluar dari persembunyiannya. Rupanya Kelingking yang menakut-nakuti Nenek Gergasi. Kelingking berjalan mendekati jurang untuk memastikan Nenek Gergasi sudah mati. Lalu ia mengabarkan kematian Nenek Gergasi pada penduduk desa di pengungsian. Semula mereka tak percaya, namun setelah Kelingking menunjukkan buktinya, mereka mengelu-elukan Kelingking.
Berita kematian Nenek Gergasi pun sampai ke telinga Raja. Ia lalu memerintahkan prajuritnya untuk menjemput Kelingking dan ibunya. “Kelingking, aku salut kepadamu. Meskipun badanmu hanya sebesar keIingking, namun keberanianmu sungguh luar biasa,” kata Raja pada KeIingking. “Ampun Tuanku. Hamba hanya ingin membebaskan para penduduk dari ketakutan,” jawab Kelingking.
“Atas jasamu, aku mengangkatmu menjadi panglima kerajaan. Aku yakin dengan keberanian dan kecerdasanmu, pasukan kita akan menjadi makin hebat,” kata Raja lagi. Kelingking dan ibunya saling menatap, tak percaya pada tawaran Raja. Namun, Raja bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Kelingking dan ibunya juga dipersilakan tinggal di istana.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Kelingking ingin memiliki pendamping hidup. Ia meminta ibunya untuk melamar putri raja. “Kau sudah gila? Mana mungkin Raja mengizinkan putrinya menikah denganmu? Lagi pula, Putri pasti tak mau punya suami sepertimu,” seru ibunya.
Kelingking pantang menyerah. Ia pun menghadap Raja dan putrinya. Ia menyatakan tekadnya untuk memperistri putri raja. “Dasar tak tahu diri! Berani sekali kau melamar putriku yang cantik ini?” teriak Raja marah. “Sekarang juga, aku cabut gelarmu sebagai panglima dan keluarlah dari istana ini! Aku tak sudi melihat wajah mu lagi!” kata Raja.
Putri berusaha menenangkan ayahnya. “Ayah, jangan marah. Lagipula, aku tak keberatan menikah dengannya,” kata Putri. Raja memandang putrinya dengan heran. “Kau cantik dan cerdas, kenapa mau menikah dengannya? Banyak pemuda yang lebih tampan dan gagah, anakku.”
“Tapi Ayah, bukankah Kelingking sudah berjasa pada kerajaan? Tanpa keberaniannya, Nenek Gergasi tentu masih hidup dan terus memangsa rakyat kita. Berkat Kelingking, kita semua selamat,” sahut Putri. Raja terdiam. Dalam hati ia membenarkan perkataan putrinya. Dengan berat hati, akhirnya Raja menikahkan mereka.
Pesta pernikahan digelar dengan meriah. Semua rakyat diundang dan makan sepuasnya. “Lihat, lucu sekali. Sang putri tampak cantik, sedangkan Kelingking tak kelihatan,” kata seorang tamu. “Ha… ha… iya, bahkan jika kau duduk di kursi itu, Kelingking pasti mati kau duduki,” kata tamu yang lain. Perkawinan itu menjadi pergunjingan para tamu. Namun Kelingking dan Putri tak peduli.
Putri hidup bahagia bersama Kelingking. Namun akhir-akhir ini terjadi keanehan pada suaminya. Tiap malam ia selalu keluar istana. Ia tak pernah menemani istrinya tidur. Jika Putri bertanya, Kelingking tak pernah menjawab Suatu malam, Putri membuntuti Kelingking. Rupanya suaminya pergi ke hutan. Di hutan ada sebuah telaga. Kelingking melepas semua pakaiannya dan berendam di telaga. Baru beberapa saat berendam, tiba-tiba sesuatu terjadi. Putri nyaris berteriak melihatnya. Kelingking berubah menjadi pemuda yang gagah dan tinggi.
“Astaga, kau tampan sekali dengan tubuhmu yang gagah,” bisik Putri. Tak mau membuang waktu, Putri berlari mengambil pakaian Kelingking. Lalu membawanya pulang dan membakarnya sampai menjadi abu. Putri berharap, suaminya akan tetap bertubuh gagah dan tak lagi menjadi Kelingking yang mungil.
Sementara itu, Kelingking kebingungan mencari pakaiannya. Dengan putus asa, ia kembali ke istana. Sesampainya di istana, Putri menyambutnya dengan gembira. “Suamiku, aku sungguh senang melihatmu seperti ini. Kau tampak tampan sekarang,” kata putri sambil memeluknya.
“Maafkan aku, Istriku. Sebenarnya sudah lama aku bertapa di telaga itu. Aku memohon pada Tuhan untuk mengubah tubuhku ini. Ternyata doaku dikabulkan,” jawab Kelingking. “Maafkan aku juga. Akulah yang mencuri bajumu don membakarnya. Aku tak ingin kau kembali ke tubuh mungilmu.”
“Tak apa-apa, memang sudah saatnya kau melihatku berubah. Selama ini kau telah sabar dan setia menjadi istriku. Sekarang saatnya kau menikmati kebahagiaan,” jawab Kelingking. Mereka hidup bahagia dan dikaruniai anak-anak yang lucu. Kerajaan mereka pun bertambah besar dan rakyatnya hidup makmur.
Kerajaan mereka pun bertambah besar dan rakyatnya hidup makmur.
Pesan moral dari Kumpulan dongeng anak pendek dari Jambi : Kisah Si kelingking adalah Bentuk fisik tidak menghalangi seseorang untuk meraih kesuksesan. Teruslah berusaha meskipun kau merasa memiliki kekurangan.
-
Kumpulan dongeng anak pendek dari Bengkulu : Legenda Ular N’Daung
Seorang ibu yang sakit parah sedang diperiksa oleh tabib. Ia dikelilingi oleh ketiga putrinya.
“Bagaimana keadaan Ibu, Pak Tabib?” tanya salah satu gadis itu. Tabib menggelengkan kepalanya. “Penyakitnya sudah sangat parah. Tidak ada yang bisa mengembuhkannya,” jawabnya. Ketiga gadis itu serentak terkejut. “Kami tak mau ibu kami meninggal,” kata si Sulung. “Benarkah tak ada obatnya?” tanya si Tengah. Si Bungsu diam saja. Perlahan, ia mulai terisak.
“Sebenarnya aku punya satu ramuan. Namun, ramuan itu hanya akan berkhasiat jika dimasak menggunakan bara ajaib.”
Mendengar itu, si Bungsu Iangsung berhenti menangis. “Di mana kami bisa mendapatkan bara ajaib itu?”
“Bara ajaib itu hanya ada di puncak gunung, di sebelah utara desa ini. Tapi, tempat itu dijaga oleh seekor ular besar yang kejam. Namanya Ular N`Daung. Kalian tidak mungkin selamat dari terkaman ular itu,” jawab tabib.
Si Bungsu menjawab tegas. “Aku harus menyelamatkan Ibu. Berikan ramuan itu dan aku akan mencari bara apinya.”
Kedua kakaknya terperanjat. “Kau pasti akan dimakan ular itu. Apa kau mau mengorbankan nyawamu sia-sia?” tanya kakaknya yang sulung.
“Tidak ada yang sia-sia, Kak. Kita kan belum mencobanya,” jawab si Bungsu.
“Ah, kau memang bodoh. Aku masih muda, aku tak mau mati sia- sia dimakan ular,” kata si Tengah dibarengi dengan anggukan si Sulung. Akhirnya tabib memberikan ramuannya kepada si Bungsu.
Keesokan harinya, si Bungsu memulai perjalanan. Perjalanan itu sungguh berat, berulang kali ia terjatuh dan terpeleset. Namun setiap kali ia merasa putus asa, bayangan wajah ibunya yang sedang sakit Iangsung melintas. Ia pun bersemangat kembali. Akhirnya, sampai juga ia di puncak gunung itu. Karena merasa Ielah, ia memutuskan untuk tidur sejenak.
“Ssshh… ssshhh…”, terdengar suara desisan yang keras. Si Bungsu yang sedang tidur tak mendengarnya. Dalam mimpinya ia sedang bertarung dengan Ular N’Daung, seru sekali. “Sshh… ssshhh…” desisan itu bertambah keras. Si Bungsu pun terbangun. Jantungnya nyaris copot ketika melihat seekor ular yang sangat besar. Ular itu menjulur-julurkan lidahnya seolah hendak memangsa.
“Ampuunnn… jangan makan aku,” teriak si Bungsu. Ular itu memandangnya dengan heran.
“Memakanmu? Mengapa kau berpikir begitu? Apa yang kau lakukan di sini, apakah kau tersesat?” tango Ular N’Daung beruntun.
Si Bungsu terkesima. Hah, Ular N’Daung bisa bicara?
“Maafkan aku sudah masuk ke wilayahmu tanpa izin. Aku tidak tersesat. Sebenarnya tujuanku kesini untuk meminta pertolonganmu,” jawab Si Bungsu.
“Pertolongan? Maksudmu?” tango Ular N’Daung.
Lalu, si Bungsu menceritakan penyakit ibunya, juga perkataan tabib. “Bolehkah aku meminta bara ajaibmu sedikit, Ular N’Daung yang baik?” pinta si Bungsu. Ular N’Daung tampak berpikir sejenak, “Hmm… baiklah. Akan kuberi kau sepotong bara ajaib. Tapi ada syaratnya.”
“Syarat? Apa itu? Katakan saja, aku akan melakukan apa saja demi kesembuhan ibuku,” jawab si Bungsu.
“Setelah ibumu sembuh, kau harus kembali ke sini dan tinggal bersamaku selamanya. Aku menginginkan seorang teman,” kata Ular N’Daung. Tanpa pikir panjang, si Bungsu mengiyakan permintaan itu.
Si Bungsu pulang ke rumah. Kedua kakaknya heran, “Apa yang terjadi? Kok ia bisa selamat dari ular itu?” bisik si Tengah pada si Sulung.
Si Bungsu tak menghiraukan mereka. Ia segera merebus ramuan tabib untuk ibunga. Setelah meminum air ramuan itu, ibunya Iangsung sembuh. Si Bungsu senang, tapi ia segera teringat akan janjinya pada Ular N’Daung. Ia berpamitan pada ibunya dan berjanji akan mengunjungi ibunga kelak.
Setibanya di gua kediaman Ular N’Daung, hari sudah gelap. Ular N’Daung tak ada, suasana tampak sepi. Tiba-tiba, si Bungsu melihat seorang pria tampan dan bertubuh tegap. Si Bungsu bingung, “Siapa kau? Di mana Ular N’Daung?” tanyanya. Pria itu menjawab, “Jangan takut, akulah Ular N’Daung. Namaku Pangeran Abdul Rahman Alamsyah. Pamanku menyihirku menjadi ular, karena ia ingin menguasai takhta kerajaan.”
“Kau mau kan tinggal di sini bersamaku?” kata pria itu Iebih lanjut. Si Bungsu mengangguk. “Ya, aku akan menepati janjiku. Tapi izinkan aku sesekali mengunjungi ibuku,” jawab si Bungsu. Pangeran Abdul Rahman Alamsyah setuju.
Sepeninggal si Bungsu, si Sulung dan si Tengah masih saja penasaran. Bagaimana bisa si Bungsu selamat dan mendapatkan bara ajaib itu? Karena penasaran, mereka berdua memutuskan untuk mendaki gunung tersebut.
Mereka ingin tahu, apa gang dilakukan si Bungsu bersama ular itu. Sesampainya di puncak gunung, suasana terasa sepi sekali.
“Hiiii… Kak.. bulu kudukku berdiri. Aku merasa ngeri… ayo kita pulang saja,” ajak si Tengah.
“Ssstttt… diam!” bisik si Sulung. Tiba- tiba “Hei… lihat! Bukankah itu si Bungsu?” teriak si Tengah tertahan. Tampak oleh mereka, si Bungsu sedang duduk bersama seorang pemuda tampan. Kedua kakak-beradik itu menjadi bingung, di mana Ular N’Daung gang terkenal kejam itu? Tiba-tiba tatapan si Sulung tertumbuk pada seonggok kulit ular di ujung gua.
“Oohhh… rupanya pemuda itu adalah jelmaan Ular N’Daung. Pantas saja si Bungsu mudah mendapatkan bara api itu,” kata si Tengah
“Dik, bagaimana kalau kita bakar saja kulit ular ini? Pemuda itu pasti akan marah padanya. Di sini tidak ada orang lain, bukan? Pasti pemuda itu akan mengira si Bungsu yang membakarnya,” usul si Sulung. Si Tengah menjawab, “Benar juga Kak, jika pemuda itu marah padanya, si Bungsu pasti akan diusir jauh-jauh. Dan kita bisa merayu pemuda itu. Asyikk,” katanya senang.
Mereka lalu menyeret kulit Ular N`Daung keluar dari gua dan membakarnya. Supaya tidak ketahuan, mereka bersembunyi di balik pohon. Mereka mengintai apa yang akan terjadi. Namun, harapan mereka tidak menjadi kenyataan. Pangeran Abdul Rahman Alamsyah keluar dari gua karena mencium bau gosong. Si Bungsu mengikutinya. “Apa itu? Mengapa ada api yang besar? Apa yang terbakar?” tanya si Bungsu beruntun. Pangeran Abdul Rahman Alamsyah mendekati api itu. Ketika mengetahui bahwa yang terbakar adalah kulit ular, ia tertawa gembira. “Horee… akhir- nya aku terbebas dari pengaruh sihir pamanku! Sihir itu akan hilang jika ada orang yang tak sengaja memusnahkan kulit ularku,” kata Pangeran. Si Sulung dan si Tengah terkejut setengah mati mendengar perkataan Pangeran Abdul Rahman Alamsyah. Mereka akhirnya saling menyalahkan satu sama lain.
Tak lama kemudian, Pangeran Abdul Rahman Alamsyah memboyong si Bungsu kembali ke istana. Ia mengambil alih takhta yang selama ini dikuasai oleh pamannya. Si Bungsu dan Pangeran Abdul Rahman Alamsyah menikah dan ia menjadi ratu di kerajaan itu. Karena hatinya sangat baik, si Bungsu juga mengajak ibu dan kedua kakaknya untuk tinggal bersamanya. Namun karena merasa malu dengan tindakan mereka, kedua kakaknya menolak ajakan itu dan tetap tinggal di rumah mereka sendiri.
Pesan dari Kumpulan dongeng anak pendek dari Bengkulu : Legenda Ular N’Daung adalah Jadilah orang yang berhati tulus, dan ingatlah bahwa rencana jahat tak akan pernah berhasil
-
Kumpulan Dongeng Anak : Bangsa Belalang dan Para Semut Merah
Disebuah padang rumput luas tinggalah keluarga semut merah yang membangun sarangnya di bawah tanah, sarang semut itu tidak tampak dari luar namun di dalamnya terdapat ribuan semut.
Untuk memenuhi kebutuhan makan mereka maka ratu semut membaginya kedalam tiga bagian yaitu terdiri dari semut pekerja, semut tentara dan semut calon ratu. Semut pekerja ditugaskan untuk mencari makanan setiap hari dan membawanya ke sarang semut untuk dibagikan secara adil, setiap semut pekerja harus memiliki tubuh yang kuat dan sehat dan dia juga harus dibagi lagi menjadi dua bagian pertama semut pencar makan dan semut pengangkut. Lalu untuk menjaga para semut pekerja yang mencari dan membawa makan maka sang ratu membuat bagian lain dari semut itu menjadi semut tentara. Semut tentara haruslah kuat dan mereka dipersenjatai dengan gigi yang kuat dan tajam serta dilengkapi dengan racun di bagian ekornya.
Para semut bekerja dengan sangat displin, tidak pernah mereka merasa mengeluh kepada sang ratu karena sang ratu sangat adil dan bijaksana. Setiap hari mereka bekerja mencari makanan dan mengumpulkannya di sarang, namun disuatu hari saat pagi hari ketika semut-semut sedang bekerja beberapa ekor belalang datang menghampiri mereka, para belalang melihat para semut membawa gula-gula yang mereka ambil dari sari-sari bunga.
Para belalang merebut gula-gula itu dengan lahap dan rakus tentara semut melihat tersebut sangat geram dan mereka menyerang belalang-belalang itu namun para belalang terlalu besar untuk mereka kalahkan sehingga para semut pekerja lari kocar-kacir kesarang mereka dan semut-semut tentara tewas mengahadapi para belalang.
Setelah berada di sarang seekor semut mendatangi sang ratu dan menceritakan kejadian yang telah mereka alami dengan para belalang. Sang ratu sangat marah ketika mendengar para semut pekerjanya diserang oleh para belalang dan para prajuritnya tewas oleh mereka, sang ratu mengumpulkan semua para semut dan berpidato dalam pidatonya itu sang ratu menyatakan perang terhadap para belalang, para semut bersorak dengan semangat mereka menyambut keputusan sang ratu dengan baik dan sang ratu berkata “kita bangsa semut tidak akan pernah menyerah kepada bangsa belalang.” keesokan harinya para semut tentara dikumpulkan oleh ratu semut, mereka berbaris dengan rapihnya sang ratu mengutus satu kelompok semut untuk mencari tempat dimana para belalang tinggal setelah itu kembali ke sarang dan melaporkannya.
Kelompok semut itu berangkat pagi hari dan keesokan harinya mereka kembali “ratu para belalang tidak jauh dari sarang kita dan jumlahnya sangat banyak.” sang ratu memerintahkan semua tentaranya untuk menyerang para belalang saat pagi tiba.
Kini semut-semut tentara berjalan menuju kediaman para belalang hingga keesokan harinya saat pagi datang para belalang itu baru bangun dari tidurnya, seekor semut memberi peringatan kepada para belalang untuk tidak mendekati para semut lagi dan pergi dari tempat ini jika mereka mau selamat, mendengar ancaman dari seekor semut yang kecil membuat belalang tertawa terbahak-bahak bahkan mereka mencemooh semut itu.
Karena para belalang tidak menanggapinya dengan serius semut-semut tentara menyerang mereka dengan seluruh kekuatannya meskipun kecil namun jumlahnya sangat banyak sehingga para belalang kewalahan melawan mereka dan akhirnya para belalang pergi dari pertempuran itu dan tidak pernah mendekati para semut lagi.
Pesan moral dari Kumpulan Dongeng Anak : Bangsa Belalang dan Para Semut Merah adalah dengan persatuan dan saling membantu kita dapat menyelesaikan pekerjaan yang sangat sulit dan dianggap mustahil. Persatuan para semut dapat mengalahkan para belalang yang lebih kuat dan lebih besar.