Dua dongeng yang akan di ceritakan hari ini membuktikan bahwa negara kita memiliki banyak sekali Kumpulan Cerita Pendek Anak-Anak Indonesia yang berkualitas. Dua kisah yang ini sangat menarik untuk dibaca dan pasti si kecil suka pada saat kita mendongengkannya. Selain cerita hari ini ada beberapa legenda nusantara yang kami rekomendasikan untuk diceritakan kepada si kecil, beberapa diantaranya adalah kumpulan cerita rakyat legenda dan cerita rakyat Indonesia
1. Cerita Pendek Anak Bujang Paman
Tersebutlah seorang raja yang memerintah di nagari Koto Anau. Raja Aniayo namanya. Raja Aniayo dikenal buruk kelakuannya. Ia kejam dan sewenang-wenang. Kekejamannya tidak hanya terbatas pada orang lain, bahkan terhadap keluarganya sendiri juga. Ia juga gemar berjudi.
Salah satu istri Raja Aniayo bernama Puti Bungsu. Enam kakak Puti Bungsu telah lama merantau dan mendapatkan keberhasilan dalam perantauannya. Mengetahui enam kakak istrinya berharta banyak, timbullah dengki dan iri hati Raja Aniayo. Secara rahasia ia memerintahkan orang-orang kepercayaannya untuk meracuni enam kakak istrinya itu. Semua harta kekayaan enam kakak Puti Bungsu itu akhirnya jatuh ke tangan Puti Bungsu setelah enam kakaknya meninggal dunia. Dengan kejam Raja Aniayo lantas meminta semua harta peninggalan enam kakak istrinya itu. Semua harta kekayaan itu lantas dibuatnya untuk berjudi. Habislah semua harta itu di perjudian. Raja Aniayo kembali meminta harta kepada Puti Bungsu.
“Sungguh, aku tidak lagi mempunyai harta peninggalan kakak-kakakku. Semuanya telah kuserahkan kepadamu,” jawab Puti Bungsu.
Raja Aniayo sangat murka mendengar jawaban istrinya. Ia lantas memerintahkan prajuritnya untuk membuang istrinya itu ke hutan.
Ketika dibuang ke hutan, Puti Bungsu tengah mengandung. Betapa sengsara dan menderitanya Puti Bungsu hidup sendirian di hutan dalam keadaan mengandung. Ia terpaksa memakan buah-buahan, umbi, dan juga dedaunan yang didapatkannya untuk bertahan hidup. Ia juga sendirian ketika melahirkan seorang bayi lelaki yang diberinya nama Bujang Paman.
Kehadiran Puti Bungsu dan anaknya itu mengundang iba hewan-hewan di hutan. Mereka mencarikan makanan untuk Puti Bungsu dan Bujang Paman. Setelah Bujang Paman dapat berjalan dan berlari, hewan-hewan itu menjadi sahabat Bujang Paman. Mereka mengajari Bujang Anam cara-cara memanjat, memilih buah dan umbi yang bisa untuk dimakan.
Waktu terus berlalu dan Bujang Paman pun tumbuh menjadi remaja. Tampak sehat dan kuat tubuhnya. Sigap dan gesit pula tindakannya. Setelah ia mengetahui siapa sesungguhnya ayahnya dari penjelasan ibunya, suatu hari ia pamit kepada ibunya untuk keluar hutan. Ia ingin mencari pengalaman hidup baru dan sebisa mungkin mencari keberadaan ayahnya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Bujang Paman akhirnya keluar dari hutan. Ia terus berjalan hingga akhirnya menemukan sebuah pondok. Bertemulah ia dengan pemilik pondok. Mande Rubiah namanya. Bujang Paman menjelaskan siapa dirinya dan Mande Rubiah yang iba kepada Bujang Paman lantas mengizinkan Bujang Paman untuk tinggal bersamanya. Mande Rubiah kemudian juga memperkenankan Puti Bungsu untuk tinggal bersamanya. Selama tinggal bersama Mande Rubiah, Bujang Paman bertugas menggembalakan sapi milik Mande Rubiah.
Waktu terus berlalu. Menginjak akhir usia remajanya, Bujang Paman berniat pergi merantau. Ia berpamitan pada ibu dan juga Mande Rubiah. Bujang Paman terus mengadakan perjalanan hingga akhirnya tibalah ia di Muaro Paneh. Bujang Paman lantas memutuskan untuk tinggal beberapa saat di Muaro Paneh tersebut. Untuk bekal hidup sehari-hari, Bujang Paman berdagang berkeliling dari kampung ke kampung.
Pada suatu hari Bujang Paman berkenalan dengan seorang perempuan kaya raya yang baik hati. Puti Reno Ali namanya. Puti Reno Ali merasa iba sekaligus kagum dengan Bujang Paman. Ia pun memberikan sejumlah uang dan juga emas kepada Bujang Paman agar dijadikan modal berdagang. Dengan modal yang cukup banyak itu Bujang Paman pun menuju Solok untuk membeli berbagai barang yang akan didagangkannya kemudian. Namun, sebelum berhasil membeli aneka barang keperluannya, Bujang Paman telah dicegat Raja Aniayo dan para prajuritnya. Raja yang tak lain ayah kandung Bujang Paman itu merampas semua uang dan emas yang dibawa Bujang Paman. Tidak itu saja, Raja Aniayo juga memerintahkan prajuritnya untuk menghajar dan mengikat tangan Bujang Paman untuk kemudian dibuang ke tengah hutan.
Dalam keadaan luka-luka dan tangan terikat, Bujang Paman pun berdoa kepada Tuhan. Ia memohon pertolongan-Nya.
Seekor harimau besar mendadak muncul dan menghampiri Bujang Paman. Bujang Paman sangat ketakutan. Ia menyangka akan segera menemui kematian akibat diterkam hewan buas itu. Namun, alangkah herannya Bujang Paman mendapati hewan buas itu tidak menerkamnya. Dengan gigi-giginya yang tajam, si harimau bahkan menggigit tali pengikat tangan Bujang Paman. Si harimau juga menjilati bagian-bagian tubuh Bujang Paman yang terluka. Ajaib, luka-luka itu seketika sembuh tidak berbekas. Bahkan, Bujang Paman merasakan kekuatannya bertambah berlipat-Iipatkali.Si harimau lantas kembali memasuki kelebatan hutan.
Bujang Paman kemudian kembali ke rumah Puti Reno Ali dan menjelaskan semua kejadian yang dialaminya. Puti Reno Ali percaya dengan kejujuran Bujang Paman. Ia bahkan memberikan modal lagi untuk Bujang Paman berdagang.
Keesokan harinya Bujang Paman kembali ke Solok untuk membeli aneka barang yang hendak
didagangkannya. Ketika Bujang Paman tiba di pasar Solok, Raja Aniayo dan para prajuritnya melihat keberadaan Bujang Paman. Rajo Aniayo kembali memerintahkan para prajuritnya untuk menangkap Bujang Paman. Mereka merampas semua uang yang dibawa Bujang Paman. Para prajurit itu lantas membawa Bujang Paman ke hutan. Salah seorang prajurit membelah batang kayu dan menjepit kedua kaki Bujang Paman dengan belahan batang kayu tersebut.
Bujang Paman kembali berdoa dan memohon pertolongan Tuhan.
Tak berapa lama Bujang Paman selesai berdoa, datang kembali seekor harimau besar menghampiri Bujang Paman. Sama seperti yang dilakukan sebelumnya, si harimau itu menolong Bujang Paman. Dengan cakarnya yang besar lagi kuat, si harimau membelah kayu penjepit kaki Bujang Paman. Si harimau juga menjilati kaki Bujang Paman setelah kayu penjepit itu terbelah. Seketika itu pula menghilang rasa sakti yang dialami Bujang Paman sejak kedua kakinya dijepit. Ia juga merasa kekuatan kakinya bertambah.
Bujang Paman lantas hendak kembali ke rumah Puti Reno Ali. Sama sekali tak disangkanya jika di rumah Puti Reno Ali itu ia melihat Raja Aniayo beserta para prajuritnya. Begitu pula halnya dengan Rajo Aniayo. Sama sekali tidak disangkanya jika Bujang Paman dapat selamat dan bahkan berada di rumah Puti Reno Ali. Raja Aniayo lantas memerintahkan para prajuritnya untuk memancung Bujang Paman.
“Wahai Tuanku, bagaimana mungkin Tuanku begitu tega memerintahkan prajurit Tuanku untuk menghukum mati hamba yang tidak lain anak kandung Tuanku?” ujar Bujang Paman.
Tak terkirakan terkejutnya Raja Aniayo saat mendengar ucapan Bujang Paman. “Jangan engkau mengaku-ngaku!” sergah Raja Aniayo.
Bujang Paman lantas menjelaskan siapa sesungguhnya dirinya. Di dalam hatinya, Raja Aniayo sebenarnya mengakui kebenaran penjelasan Bujang Paman. Namun, ia tidak mau mengakuinya. Ia bahkan bersikeras untuk menghukum mati Bujang Paman. Tidak melalui tangan prajuritnya, melainkan melalui tangannya sendiri!
“Hamba tidak ingin melawan ayahanda karena itu merupakan larangan ajaran kita,” ujar Bujang Paman ketika melihat ayahnya mendekatinya seraya menghunus pedang.
“Aku bukan ayahandamu!” bentak Raja Aniayo.
“Ayahanda, betapa kejamnya ayahanda ini! Dulu ayahanda hendak membunuh ibu, kini hendak pula membunuhku. Maafkan aku jika aku harus mempertahankan diri:”
Raja Aniayo menghantamkan pedang besarnya ke bahu Bujang Paman. Sangat mengherankan, pedang itu langsung patah ketika mengenai bahu Bujang Paman. Raja Aniayo terkejut. Segera dilemparkannya pedangnya yang telah patah itu dan mengambil tongkat manau. Raja Aniayo lalu menyerang Bujang Paman. Berulang-ulang tongkat manau itu mengenai tubuh Bujang Paman, namun sama sekali Bujang Paman tidak terluka.
Raja Aniayo kian murka. Ia merasa dipermainkan Bujang Paman. Segera direbutnya pedang prajuritnya dan digunakannya untuk menyerang Bujang Paman secara membabi-buta. Berulang-ulang Bujang Paman tidak berusaha mengelak dan bahkan terkesan membiarkan tubuhnya menjadi sasaran serangan Raja Aniayo. Hingga akhirnya ia pun melawan. Dengan gesit ia mengelak dan melancarkan serangan balasan. Hanya sekali balasan, namun telah membuat Raja Aniayo jatuh terjengkang. Pedang yang digenggam raja kejam itu terlepas. Begitu kerasnya serangan balasan Bujang Paman hingga Raja Aniayo yang bengis lagi sewenang-wenang itu akhirnya menemui kematiannya.
Para prajurit Raja Aniayo tersentak mendapati pemimpin mereka meninggal dunia langsung bersujud di hadapan Bujang Paman. Mereka meminta ampun dan menyatakan jika mereka selama itu terpaksa mendukung Raja Aniayo karena takut dengan Raja Aniayo. Bujang Paman mengampuni para prajurit itu.
Warga Iangsung bergembira setelah mengetahui Raja Aniayo telah tewas. Mereka menyalami Bujang Paman dan mengucapkan terima kasih karena telah melenyapkan Raja Aniayo yang sangat kejam lagi sewenang-wenang tindakannya tersebut.
Setelah menguburkan jenazah Raja Aniayo, segenap rakyat akhirnya bersepakat bulat untuk menunjuk Bujang Paman sebagai raja mereka yang baru. Mereka memberikan gelar untuk Bujang Paman dengan gelar Rajo Mud°.
Bujang Paman pun bertakhta dengan gelar Rajo Mudo. Beberapa saat setelah ia bert.akhta, ia pun menjemput ibunya dan Mande Rubiah untuk tinggal di istana kerajaan. Rajo Mudo kemudian menikahi Puti Reno Ali yang telah banyak membantunya.
Rajo Mudo memerintah dengan adil dan bijaksana. Kepentingan dan kesejahteraan rakyat senantiasa diupayakannya. Rakyat yang tenang, damai, dan sejahtera senantias bersyukur kepada Tuhan karena mendapatkan pemimpin yang balk seperti pada diri Bujang Paman itu.
Pesan Moral Cerita Pendek Anak Bujang Paman adalah kebatilan dan kesewenang-wenangan, betapa pun kuatnya, akan dapat ditumpas dan dikalahkan oleh kebenaran. kesabaran akan menuai kebahagiaan di kemudian hari
2. Kumpulan Cerita Pendek Anak-Anak Indonesia : Kisah Si Ahmad
Syahdan pada zaman dahulu di daerah Kampar hiduplah sebuah keluarga miskin. Mereka terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak lelaki. Si anak sulung bernama Ahmad dan Muhammad nama adik Ahmad. Ahmad dan Muhammad adalah anak-anak yang rajin lagi patuh pada perintah orang tua. Keduanya biasa membantu ayah dan ibunya untuk mencari buah-buahan dan juga damar di hutan. Keduanya juga rajin membantu mengolah ladang mereka yang sempit ukurannya.
Pada suatu hari ayah Ahmad dan Muhammad sendirian berangkat ke hutan. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, ayah dua anak itu tewas tertimpa pohon di dalam hutan ketika tengah mencari buah-buahan. Tak terkirakan kesedihan Ahmad dan Muhammad saat mendapati ayah mereka telah tiada. Namun, keduanya ikhlas karena itu telah merupakan takdir Tuhan.
Sepeninggal suaminya, ibu Ahmad dan Muhammad mengambil alih peran untuk mencari nafkah. Ahmad dan Muhammad tetap rajin membantu ibunya. Pada suatu hari ibu dua anak itu menemukan seekor anak ular. Anak ular itu langsung dimasukkan ke dalam tempayan dan ditutup. Ibu Ahmad dan Muhammad berpesan pada Muhammad agar tidak membuka tutup tempayan selama ia mencari kayu bakar di hutan.
Muhammad mengiyakan. Tak berapa lama kemudian Ahmad kembali ke rumah. Ia sangat keheranan mendapati adiknya menjaga tempayan yang tertutup rapat itu. “Apa isi tempayan itu?” tanyanya pada adiknya.
“Aku tidak tahu apa isinya.” jawab Muhammad. “Hanya saja ibu tadi berpesan kepadaku untuk tidak sekali-kali membuka tutup tempayan ini.”
Ahmad sangat penasaran untuk mengetahui isi tempayan. Meski telah dilarang adiknya, ia tetap nekat membuka tutup tempayan. Seketika tutup tempayan itu diangkat Ahmad, keluarlah anak ular dari dalam tempayan.
Ahmad dan Muhammad amat terkejut. Ahmad bergegas berusaha menangkap kembali anak ular itu. Namun, anak ular itu bergerak sangat gesit. Cepat merayap di antara semak belukar dan terus merayap menuju hutan tempat tinggalnya. Ahmad yang tidak ingin dimarahi ibunya terus juga mengejar. Hingga memasuki hutan pun, Ahmad terus mengejar.
Pengejaran Ahmad berakhir ketika ia mendapati seekor ular yang sangat besar mendadak muncul di hadapannya. Rupanya, ia adalah induk anak ular yang tengah dikejar Ahmad. Ular besar itu siap menerkam Ahmad!
“Jangan terkam dia, Ibu!” jerit si anak ular. “Manusia itu telah menolongku dengan membebaskanku dari dalam tempayan.”
Induk ular mengurungkan rencana terkamannya. “Benarkah itu?” tanyanya ragu-ragu.
Si anak ular lantas menceritakan kejadian yang dialaminya. Ketika itu ia tersesat dan terjepit batang kayu ketika hendak mencari jalan pulang. Seorang manusia menolongnya dan memasukkannya ke dalam tempayan di dalam rumahnya. “Manusia inilah yang kemudian membebaskanku dari dalam tempayan, Ibu. Maka, janganlah engkau menerkam dan memangsanya.”
Induk ular mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya kemudian kepada Ahmad, “Wahai anak muda, naiklah engkau ke punggungku. Tendanglah kepalaku.”
Semula Ahmad keheranan mendengar perintah si induk ular. Ia terlihat bingung dan ragu-ragu. Namun akhirnya dia bersedia pula melakukannya. Dengan takut-takut dia menaiki punggung besar ular itu dan menendang kepala si ular. Tiba-tiba sebuah itu benda keluar dari dalam mulut si ular besar. Sejenak Ahmad memperhatikan, mengertilah ia, benda itu adalah sebuah cincin.
“Ambil dan kenakan cincin sakti itu di jari manismu, wahai anak muda;” kata induk ular itu. “Jika engkau menghendaki sesuatu, gosoklah cincin itu dan ucapkanlah permintaanmu. Niscaya permintaanmu itu akan dikabulkan”
Ahmad mengambil cincin itu dan mengenakannya di jari manisnya. Lubang cincin itu sesuai benar dengan ukuran jari manisnya, seperti memang disiapkan untuk Ahmad. Ahmad mengucapkan terima kasih kepada induk ular dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Ahmad masih takut jika dimarahi ibunya. Ia pun tidak pulang kembali ke rumahnya, melainkan hendak mengembara. Ia nekat menerobos hutan, mendaki bukit, menuruni lembah, dan menyeberangi sungai. Sama sekali ia tidak mempunyai tujuan dalam perjalanan pengembaraannya itu serasa menuruti kemana kakinya melangkah. Jika ia lapar, Ahmad mencari buah-buahan atau umbi-umbian yang bisa dimakannya. Kadang ia mencari ikan.Jika ia tidak menemukan apapun juga yang dapat dimakannya, Ahmad menggosok cincin pemberian induk ular dan mengucapkan makanan yang ingin dimakannya. Ajaib, seketika itu muncul makanan sesuai dengan permintaan Ahmad!
Dalam pengembaraannya, Ahmad bertemu dengan seorang lelaki tua yang tampak keberatan memanggul kayu bakar. Ahmad membantu membawakan kayu bakar itu hingga sampai di rumah si orangtua. Untuk beberapa saat lamanya Ahmad tinggal bersama si orangtua. Ia membantu si orangtua untuk mencari kayu bakar, mencari bahan makanan, air minum, dan juga mengolah tanah ladang milik si orangtua. Berterima kasihlah si orangtua atas bantuan Ahmad. Ketika Ahmad bernita meneruskan pengembaraanya, si orang tua memberikan sebilah parang ajaib. Kata si ornag tua.” Para ini akan bergerak sesuai perintahmu.”
Setelah mengucapkan terima kasih, Ahmad meninggalkan si orang tua itu untuk meneruskan pengembaraannya.
Setelah menempuh perjalanan berhari-hari, sampailah Ahmad di sebuah kerajaan. Kerajaan itu terlihat sepi, penduduknya tampak ketakutan. Ketika Ahmad mencoba mencari tahu penyebab semua itu, ia mendapatkan berita yang sangat mengejutkannya. Penduduk kerajaan itu sangat takut karena adanya seekor burung garuda pemangsa manusia.
“Burung garuda raksasa itu telah memangsa enam dari tujuh anak Sang Raja,” kata salah seorang penduduk kepada Ahmad. “Kini Raja tengah berduka karena anak bungsunya akan menjadi santapan burung garuda raksasa itu. Kami khawatir, giliran kami menjadi mangsa garuda raksasa itu setelah semua anak Raja dimangsanya.”
Ahmad berniat menolong. Katanya, “Antarkan aku untuk menghadap Sang Raja. Aku akan berusaha menolong kesulitannya.’
Ahmad lantas dihadapkan kepada Sang Raja di istana kerajaan. Di hadapan Sang Raja, Ahmad menyatakan keinginannya untuk menolong. “Hamba akan hadapi burung garuda ganas pemangsa manusia itu,” katanya.
Ahmad lalu bersiap-siap menunggu kedatangan si garuda raksasa. Tak berapa lama kemudian si garuda raksasa datang untuk meminta korban. Ia sangat gembira ketika melihat putri bungsu Sang Raja berada di tengah alun-alun kerajaan. Ia menyangka putri bungsu Sang Raja telah disiapkan untuk menjadi santapannya. Segera ia terbang merendah dan bersiap menyabar tubuh si anak bungsu Sang Raja.
Namun, sebelum si burung garuda raksasa berhasil menyambar tubuh putri bungsu Sang Raja, Ahmad telah lebih dahulu merebut. Ahmad lantas melemparkan parang saktinya. “Bunuhlah burung garuda raksasa pemakan manusia itu!” perintahnya.
Parang sakti itu lalu mengejar kemana si burung garuda raksasa terbang. Ia melesat sangat cepat dan sebelum burung garuda raksasa pemakan manusia itu mampu menghindar parang sakti telah menghujam ke tubuhnya. Seketika itu si burung garuda raksasa pemakan manusia itu jatuh dan mati.
Tak terkirakan gembiaranya Sang Raja clan segenap warga kerajaan mendapati telah matinya burung garuda raksasa yang selama itu menimbulkan keresahan dan ketakutan. Sebagai ungkapan rasa terima kasihnya, Sang Raja menikahkan putri bungsunya itu dengan Ahmad.
Pesta pernikahan antara Ahmad dan putri bungsu Sang Raja dilangsungkan secara besar- besaran. Sangat meriah. Segenap warga kerajaan diundang. Tak terkecuali pula para raja, pangeran, clan juga bangsawan dari kerajaan-kerajaan sahabat. Semuanya mengucapkan selamat kepada Ahmad yang telah berhasil membunuh burung garuda pemangsa manusia itu dan akhirnya menikahi putri bungsu Sang Raja.
Ahmad hidup berbahagia bersama istrinya di istana kerajaan. Namun demikian ia senantiasa teringat kepada ibu dan adiknya yang ditinggalkannya di daerah Kampar. Ia telah berulang-ulang meminta izin kepada Sang Raja untuk menjemput ibu dan adiknya itu. Namun, Sang Raja masih belum juga memberinya izin. “Tunggulah sebentar.” kata Sang Raja.
Rupanya, Sang Raja mempunyai rencana tersendiri. Tanpa diketahui Ahmad, Sang Raja telah niemerintahkan para prajuritnya untuk mencari dan menjemput ibu dan adik Ahmad. Sang Raja telah berencana untuk turun takhta dan menyerahkan takhtanya itu kepada Ahmad. Para prajurit yang diutus Sang Raja akhirnya menemukan ibu dan adik Ahrnad. Keduanya segera dibawa ke istana kerajaan. Keluarga itu pun akhirnya kembali bersatu dalam suasana yang jauh Iebih berbahagia dibandingkan ketika mereka masih di dusun mereka sebelumnya.
Pada waktu yang dianggap tepat, Sang Raja menyerahkan takhta pemerintahannya kepada Ahmad dengan iringan pesannya untuk memerintah secara adil dan bijaksana. “Jadikan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan pemerintahanmu.” Ahmad mengiyakan. Raja Ahmad melaksanakan janjinya. Diterapkannya keadilan dan kebijaksanaan yang berpihak pada rakyat ketika ia memerintah. Kesejahteraan rakyat pun meningkat dan Raja Ahmad hidup berbahagia bersama orang-orang yang dicintai dan mencintainya.
Pesan moral dari Kumpulan Cerita Pendek Anak-Anak Indonesia Kisah Si Ahmad adalah gemar berbuat baik dan menolong sesama yang membutuhkan akan berbuah kebaikan dan kebahagiaan di kemudian hari bagi pelakunya.
Jika si kecil masik dibawah umur 5 tahun maka dongeng yang cocok adalah dongeng anak paud , kumpulan cerita rakyat nusantara pendek dan cerita rakyat fabel
Kumpulan Cerita Pendek Anak-Anak Indonesia yang di posting sangat jelas dan bermanfaat. menjadi tambahan koleksi untuk dongeng anak nanti malam sebelum tidur