Sulawesi Barat memiliki banyak sekali legenda rakyat yang dapat dimasukan dalam kumpulan cerita dongeng rakyat Nusantara. Sebagian dari cerita rakyat Indonesia dari daerah Sulawesi menceritakan kisah perjuangan rakyat kepada raja yang kejam. Salah satu dongeng rakyat Nusantara yang menggambarkan perjuangan rakyat melawan kekuasaan yang kejam adalah kisah Panglima To Dilating. Apakah rakyat dan Panglima To Dilating berhasil mengalahkan raja yang kejam? Ini dia kisah lengkapnya.
Kumpulan Cerita Dongeng Rakyat Nusantara : Panglima Panglima To Dilating
Tersebutlah dalam kisah, Kerajaan Balanipa yang berdiri di bukit Napo. Syandan ketika Sang Raja telah berkuasa dalam jangka waktu lama. Namun, Sang Raja tak juga memperlihatkan kehendaknya untuk turun takhta. Bahkan, terkesan Sang Raja berkehendak bertakhta untuk selama-lamanya. Sang Raja tidak ingin menurunkan takhtanya kepada siapa pun, termasuk kepada anak-anak lelakinya. Bahkan, dua anak lelakinya telah dibunuhnya sendiri agar kekuasaannya tidak jatuh ke tangan mereka.
Semua yang dilakukan Sang Raja sangat membuat Sang Permaisuri bersedih hati. Setiap kali la mengandung, ia senantiasa berdoa agar anak yang dikandungnya itu perempuan. Begitu pula yang dilakukannya ketika ia mengandung untuk yang ketiga kalinya. Siang malam ia senantiasa berdoa agar anak yang dikandungnya itu perernpuan.
Ketika usia kandungan Sang Permaisuri telah tua menginjak saat baginya melahirkan, Raja Balanipa berencana untuk berburu ke daerah Mosso. Raja Balanipa berpesan pada Panglima Puang Mosso untuk memperhatikan anak yang akan dilahirkan Sang Permaisuri. Perintahnya, “ Jika anak itu lelaki, bunuhlah! Biarkan hidup jika anak itu perempuan.”
Meski telah mengiyakan titah Raja Balanipa, Panglima Puang Mosso menjadi kebingungan ketika mendapati Sang Permaisuri melahirkan bayi lelaki. Ia tidak tega untuk membunuh bayi lelaki yang tidak berdosa itu. Terlebih-lebih ketika ia mendapati keanehan pada bayi lelaki itu, di mana lidahnya berwarna hitam lagi berbulu. Panglima Puang Mosso lalu menitipkan bayi lelaki itu pada keluarganya yang tinggal di desa yang jauh dari istana kerajaan. Setelah itu Panglima Puang Mosso menyembelih seekor kambing dan menguburkannya. Dibentuknya kuburan itu seperti kuburan anak manusia.
Sepulang dari berburu beberapa waktu kemudian, Raja Balanipa lantas bertanya perihal anaknya. Panglima Puang Mosso menyatakan jika anak Sang Raja adalah anak lelaki dan ia telah membunuh serta menguburkannya. Panglima Puang Mosso menunjukkan kuburan yang disebutkannya tempat untuk mengubur anak Sang Raja itu. Sang Raja merasa puas atas tindakan Panglima Puang Mosso.
Anak Raja Balanipa tumbuh membesar. Dikenal pemberani, cerdas, lagi kuat tubuhnya. Keselamatannya tetap menjadi perhatian Panglima Puang Mosso. Panglima Puang Mosso sangat khawatirjika rahasia itu terbongkar. Oleh karena itu Panglima Puang Mosso berniat kian menjauhkan anak Raja Balanipa itu dari daerah Balanipa, menjauh dari ayahandanya yang tentu akan membunuhnya jika mengetahui anak lelakinya itu masih hidup. Panglima Puang Mosso lalu menitipkan anak Sang Raja itu pada pedagang yang akan berlayar menuju Pulau Salerno.
Si pedagang mengasuh anak Sang Raja di Pulau Salerno. Diajarinya berbagai keterampilan hingga terkenal anak Sang Raja itu sebagai pemanjat pohon kelapa.
Syandan, suatu hari anak Sang Raja itu tengah memanjat pohon kelapa. Seekor burung rajawali raksasa tiba-tiba datang menyambar dan membawa anak Sang Raja terbang. Anak Sang Raja yang dicengkeram kuku-kuku burung rajawali raksasa itu dapat melepaskan diri ketika berada di atas daerah Gowa. Ia terjatuh di atas lahan persawahan dan ditolong seorang petani. Sang petani lantas melaporkan kejadian itu kepada Raja Gowa yang bernama Tumaparissi Kalonna.
Raja Tumaparissi Kalonna meminta anak Raja Balanipa itu dihadapkan padanya. Ketika mendapati tubuh anak itu terlihat kuat lagi kekar, Raja Tumaparissi Kalonna berkehendak untuk melatihnya agar menjadi pemuda yang kuat, terampil, lagi gagah perkasa.
Waktu terus berlalu. Dalam didikan Raja Tumaparissi Kalonna dan para kesatria Kerajaan Gowa, anak Raja Balanipa tumbuh menjadi pemuda yang gagah lagi sakti. Prajurit Gowa terkuat sekalipun akan mudah dikalahkannya. Begitu pula dengan panglima perang Gowa sangat kesulitan jika berhadapan dengannya dalam adu tanding. Raja Tumaparissi Kalonna lantas mengangkat anak Raja Balanipa itu menjadi panglima perang Kerajaan Gowa dengan gelar I Manyambungi.
Kerajaan Gowa kemudian menjadi kerajaan yang ditakuti lawan dan disegani kawan karena keberadaan Panglima I Manyambungi.
Syandan pada suatu hari datang utusan dari Kerajaan Samsundu, Mosso dan Todang-todang ke Kerajaan Gowa. Tiga kerajaan itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Balanipa. Mereka meminta bantuan Kerajaan Gowa untuk menumbangkan kekuasaan Raja Lego. Sebelumnya, Raja Lego telah merebut kekuasaan setelah Raja Balanipa yang tak lain ayah kandung Panglima I Manyambungi meninggal dunia.
Raja Lego memerintah dengan tangan besi dan sewenang-wenang. Ia akan menjatuhkan hukuman kepada siapa pun yang menentangnya dan dianggap menentangnya. Karena pemerintahannya yang sewenang-wenang, rakyat pun membencinya meski tidak berani menyatakannya secara terang-terangan.
Utusan-utusan itu meminta bantuan Panglima I Manyambungi untuk menyingkirkan Panglima I Manyambungi merasa sedih setelah mengetahui kedua orangtuanya, Raja Balanipa dan Sang Permaisuri, telah tiada. Tanyanya kemudian, “Apakah Panglima Puang Mosso juga telah tiada?”
Para utusan itu terperanjat mendengar pertanyaan Panglima I Manyambungi. Salah seorang utusan itu lantas mengungkapkan keheranannya, “Maaf Panglima I Manyambungi, bagaimana Tuan dapat mengenal Panglima Puang Mosso?”
Panglima I Manyambungi kernudian menjelaskan siapa dirinya yang sesungguhnya. Kian terperanjat para utusan itu setelah mengetahui siapa sesungguhnya Panglima I Manyambungi. “Aku bersedia membantu rakyat Balanipa jika dijemput Panglima Puang Mosso.”
Penemuan antara Panglima I Manyambungi dan Puang Mosso pun kembali terjadi. Amatlah terperanjat Puang Mosso setelah mengetahui Panglima I Manyambungi adalah bayi yang dahulu diselamatkannya.
Dengan iringan beberapa pengikutnya, Panglima I Manyambungi dan Puang Mosso meninggalkan Kerajaan Gowa secara diam-diam. Panglima I Manyambungi terpaksa melakukan siasat itu karena ia khawatir Raja Tumaparissi Kalonna tidak mengizinkannya pergi jika mengetahui.
Setelah berlayar beberapa hari, mereka tiba di pelabuhan Tangnga-tangnga. Mereka lantas berkubu di bukit Napo. Ketika di bukit Napo itulah I Manyambungi kemudian lebih dikenal dengan nama Panglima To Dilating, Rakyat datang berbondong-bondong ke bukit Napo setelah mengetahui kedatangan panglima sakti yang hendak membebaskan mereka dari cenkeraman Raja Lego yang kejam. Mereka langsung menyambut ajakan Panglima To Dilating untuk menyerang kekuatan pendukung Raja Lego.
Perang yang dahsyat segera terjadi setelah Panglima To Dilating memerintahkan pasukannya untuk maju menyerang. Namun, perang itu tidak berlangsung lama karena para prajurit pendukung Raja Lego hanya berperang dengan setengah hati. Mereka sesungguhnya benci dengan Raja Lego. Mereka bahkan kemudian menyatakan dini mendukung Panglima To Dilating.
Panglima To Dilating akhirnya berhadapan dengan Raja Lego. Meski telah mengerahkan segenap kesaktiannya, Raja Lego kewalahan pula menghadapi Panglima To Dilating. Setelah berta rung beberapa saat, Raja Lego yang kejam dan sewenang-wenang itu akhirnya meninggal dunia.
Rakyat Balanipa bersuka cita setelah mengetahui kematian Raja Lego. Mereka pun bersepakat untuk menobatkan Panglima To Dilating menjadi raja Balanipa.
Panglima To Dilating kemudian bertakhta di Kerajaan Balanipa. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana hingga Kerajaan Banalipa menjadi kerajaan yang aman, damai, dan sejahtera.
Pesan moral dari Kumpulan Cerita Dongeng Rakyat Nusantara : Panglima Panglima To Dilating adalah kebenaran akan menumpas kebatilan. Orang yang baik akan menuai kebaikannya di kemudian hari dan orang yang jahat juga akan mendapatkan balasan kejahatannya di kemudian hari.