Siasat Perang Caadara yang hingga saat ini dikenal dengan “Caadara Ura” diketahui dimulai dari Dongeng Indonesia Pendek Legenda Panglima Caadara. Panglima Caadara sendiri dikenal sebagai seorang ahli bela diri dan pandai dalam mengatur strategi bertempur. Karena kepiawaiannya tersebut hingga saat ini Legenda Caadara masuk dalam Kumpulan Dongeng Indonesia Pendek Dari Papua yang sangat terkenal. Penasaran dengan cerita rakyat Papua Barat ini? Yuk kita ikuti kisahnya.
Dongeng Indonesia Pendek : Legenda Caadara
Cerita Rakyat dari Papua Barat
Panglima Wire dan putra- nya Caadara, tinggal di Desa Kramuderu. Panglima Wire adalah seorang panglima perang. Maka tak heran jika ia menginginkan agar Caadara mengikuti jejaknya. Kebetulan, Caadara kecil juga memiliki bakat yang luar biasa dalam ilmu bela diri dan ketangkasan. Setiap hari, Panglima Wire melatihnya agar kelak Caadara dapat menggantikan dirinya.
“Caadara, cepat panahlah rusa itu,” bisik Panglima Wire saat mereka sedang berburu di hutan.
Caadara segera mengarahkan anak panahnya, dan rusa itu langsung roboh.
Panglima Wire menepuk pundak Caadara, “Ayah benar-benar bangga padamu, kelak kau akan jadi panglima perang yang hebat.”
Caadara hanya tersenyum dan berkata, “Semua kemampuanku ini adalah pemberian Tuhan dan juga berkat bimbingan Ayah.”
Bertahun-tahun kemudian, Caadara tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Keterampilannya dalam ilmu bela diri dan berburu tak diragukan lagi. Meski demikian, Caadara tetaplah seorang pemuda yang rendah hati. Karena sifatnya itulah ia memiliki banyak teman.
Suatu hari, Panglima Wire ingin menguji kemampuan Caadara. Ia merasa sudah saatnya Caadara menggantikan posisinya.
“Caadara anakku, kau sekarang telah dewasa. Ayah yakin kau telah mewarisi semua ilmu Ayah. Ditambah lagi keterampilan dan kepintaranmu, kau pasti lebih hebat dari Ayah.”
“Apa maksud perkataan Ayah?” tanya Caadara tak mengerti.
“Ayah ingin kau pergi berburu selama beberapa hari. Bawalah beberapa hasil buruan sebagai tanda bahwa kau telah menguasai semua ilmu yang Ayah ajarkan,” ujar Panglima Wire.
Caadara mengangguk tanda mengerti ucapan ayahnya. Ia melakukan perintah ayahnya serta mengajak teman-temannya untuk berburu ke hutan.
Perjalanan Caadara dan teman-temannya sungguh berat. Mereka melewati bukit-bukit yang terjal dan hutan yang lebat. Walau demikian mereka tak mudah menyerah, dalam beberapa hari saja mereka sudah mendapat banyak hewan buruan.
Pada hari keenam, mereka memutuskan untuk pulang karena telah mendapat cukup banyak hewan buruan. Di tengah-tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor anjing pemburu.
Caadara segera mengerti, anjing pemburu itu menandakan ada sekelompok orang asing yang bisa mencelakai mereka.
Caadara dan teman-temannya segera bersembunyi. Mereka menyusun rencana dan mempersiapkan persenjataan. Busur, panah, tombak, dan pedang pun mereka siapkan.
Benar saja, tak lama kemudian terdengarlah suara pekikan yang mengerikan. Pekikan itu bernada
ajakan perang. Ternyata yang datang adalah Suku Kuala. Rombongannya berjumlah lima puluh orang, Iengkap dengan senjata tajam.
Caadara segera memerintahkan teman-temannya lari ke bukit yang Iebih tinggi. Mereka membentuk benteng pertahanan, namun Suku Kuala berhasil menyusul. Pertarungan tak terelakkan. Senjata kedua belah pihak saling beradu, suasana sungguh mencekam. Sepanjang pertarungan, Suku Kuala tak henti-hentinya memekik-mekik.
Caadara sama sekali tak gentar. Ia melawan pasukan Suku Kuala dan berhasil melumpuhkan sebagian besar dari mereka. Demikian juga dengan teman-temannya. Dengan menuruti perintah Caadara, mereka berhasil merobohkan banyak musuh. Semakin lama jumlah pasukan Suku Kuala semakin menipis. Mereka yang tersisa akhirnya melarikan diri dan kembali ke desanya.
Caadara dan teman-temannya bernapas lega. Mereka semua selamat, meskipun ado yang terluka. Teman-temannya mengagumi kepemimpinan Caadara dan cara berperangnya.
“Kau memang pantas menjadi panglima perang kami, Caadara,” puji salah seorang temannya. “Ya, kami akan mengusulkan pada Panglima Wire untuk segera mengangkatmu menggantikan posisinya,” usul temannya yang lain.
“Teman-temanku, aku tak mencari jabatan. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik untuk desa kita,”jawab Caadara.
Sepanjang perjalanan pulang, teman-teman Caadara tak henti-hentinya mengelu-elukan Caadara.
Setibanya di Desa Kramuderu, Panglima Wire menyambut mereka dengan hangat. Ia merasa bangga saat teman-teman Caadara menceritakan kehebatan anaknya. Bahkan penduduk desa mengadakan pesta untuk merayakan kemenangan Caadara.
Pada saat itulah Caadara diminta menyusun siasat untuk membalas serangan Suku Kuala. Caadara dengan senang hati memenuhi permintaan penduduk desa itu. Malam itu, mereka berpesta namun tetap waspada. Penduduk desa dengan tekun menyimak siasat-siasat yang dibeberkan oleh Caadara.
Keesokan harinya, Caadara dianugerahi kalung gigi hewan, bulu kasuari yang dirangkai indah dengan hiasan bulu cendrawasih di tengah-tengah.
Siasat perang Caadara dikenal dengan “Caadara Ura”, yang berarti Siasat Perang Caadara. Siasat itu meliputi cara melempar senjata, seni bela diri dari jarak dekat, menyerbu Iawan, dan mempertahankan diri dari serangan Iawan. Tak berapa lama, Caadara akhirnya menggantikan posisi ayahnya sebagai panglima perang di Desa Kramuderu.
Pesan moral dari Dongeng Indonesia Pendek Dari Papua untukmu adalah Giatlah berlatih dan belajar agar menjadi orang yang berguna.Jangan ragu untuk berbagi ilmu pada teman-teman
Bagaimana dengan cerita dongeng Indonesia kali ini? Apakah seru? Baca juga cerita yang lain pada posting Kumpulan Cerita Hewan Fabel Pendek dan Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Pendek