Alkisah hiduplah satu keluarga yang tinggal di perkampungan pantai Aia Manih. Keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang bernama malin kundang. Keluarga itu hidup dalam kemiskinan. Ayah Malin Kundang lantas pergi memperbaiki nasib keluarganya. Waktu terus berlalu, bertahun-tahun dilewati namun ayah Malin Kundang itu tidak juga kembali. Tidak ada juga kabar darinya, entah dimana keberadaan ayah Malin Kundang Itu.
Ibu Malin Kundang, Mande Rubayah namanya, mengambil alih peran ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah. Ia berjualan kue yang dijajakan berkeliling. Uang hasil penjualan kue itu digunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidup ia dan anak semata wayangnya. Keduanya hidup dalam kemiskinan.
Sejak kecil Malin Kundang telah dikenal cerdas, pemberani dan agak nakal. Malin Kundang kerap mengganggu ayam, baik ayam miliknya sendiri atau ayam milik tetangganya. Dikejar-kejarnya ayam itu dan dipukulnya dengan sapu. Mande Rubayah sangat menyayangi Malin Kundang. Begitu juga sebaliknyam,Malin Kundang sangat menyayangi ibunya.
Kehidupan miskin yang dialami Malin Kundang membuatnya ingin pergi merantau. Menurutnya, jika ia berhasil dalam perantauannya nanti, ia dan ibunya tidak lagi harus hidup dalam kemiskinan. Ibunya tidak harus berkeliling untuk menjajakan kue.
Ibu Malin Kundang sesungguhnya tidak setuju dengan rencana Malin Kundang untuk merantau. Ia tidak ingin kejadian yang menimpa suaminya dahulu terulang pada anaknya itu. Namun Malin Kundang memaksa dan mendesak. Ibu Malin Kundang akhirnya mengizinkan meski dengan berat hati. Pesannya,” Jika engkau telah berhasil segeralah engkau kembali. Sekali-kali janganlah engkau melupakan Bundo dan kampung halamanmu ini.”
“Aku melupakan Bundo? Bagaimana mungkin aku berani melakukannya? Tidak sekali-kali!” tegas Malin Kundang.” Justru aku berniat pergi marantau ini agar Bundo dapat hidup senang dan berbahagia, tidak berkutat dalam kemiskinan seperti yang kita alami selama ini. Sungguh, akan menjadi anak durhaka aku ini jika berani melupakan bundo!”
Dengan berbekal sedikit uang dan tujuh bungkus nasi, Malin Kundang memulai pengembaraannya. Gembiralah hati Malin Kundang ketika mendapati ada kapal dagang yang tengah berlabuh di pantai Aia Manih dan bertambah-tambah kebahagiaannya saat nakhoda kapal memperbolehkannya untuk turut menumpang dalam kapal itu.
Kejadian yang mengejutkan dialami Malin Kundang. Kapal dagang yang ditumpanginya itu diserang kapal bajak laut. Malin Kundang bersembunyi di ruang kecil yang tertutup tumpukan kayu. Hanya dirinya saja yang selamat ketika para perompak itu meninggalkan kapal dagang itu seraya membawa seluruh isi kapal dagang yang mereka rampok.
Malin Kundang terkantung-kantung sendirian di tengah laut. Dipasrahkan nasibnya sepenuhnya kepada tuhan. Ombak laut akhirnya mendamparkan kapal dagang yang dinaiki Malin Kundang ke sebuah pantai. Malin Kundang berjalan menuju desa terdekat dan mendapat pertolongan orang-orang desa itu. Malin Kundang lantas tinggal di desa yang subur itu.
Malin Kundang kemudian bekerja serabutan di desa itu. Apapun yang bisa dikerjakannya akan dikerjakannya. Ia bekerja dengan rajin dan sangat hemat. Sebagian besar uang yang didapatkannya itu ditabungnya. Ketika uang tabunganna telah cukup banyak, Malin Kundang lantas berdagang. Ia membeli barang dan menjualnya dengan mengambil keuntungan yang tidak banyak. Orang-orang senang membeli dan menjual barang kepadanya karena Malin Kundang dikenal jujur.
Perdagangan yang dilakukan Malin Kundang terus mengalami perkembangan yang sangat menggembirakan. Terus membesar saja usahanya. Malin Kundang tidak hanya berdagang di desa tempat tinggal nya saja, namun juga ke desa-desa lain. Bahkan, akhirnya dia melaksanakan perdagangan antar pulau juga. Ia melaksanakan perdagangan itu dengan menyewa kapal. Terus membesar usaha dagangnya sehingga dia mampu membeli kapal dagangnya sendiri. Kian bertambah maju usaha dagangnya sehingga dia mampu membeli kapal dagang yang lain. Malin Kundang pun dikenal sebagai pedagang besar yang berhasil. Lebih dari seratus orang bekerja kepadanya. Kekayaan Malin Kundang amatlah banyak. Tidak ada orang di desa itu yang mampu mengalahkan kekayaan Malin Kundang. Ia lantas menikah dengan gadis tercantik di desa itu yang juga berasal dari keluarga kaya raya.
Di perkampungan Aia Manih ibu Malin Kundang terus menunggu kedatangan anaknya. Setiap ada kapal yang merapat di pelabuhan, ia senantiasa berharap anak tercintanya itu berada di dalam kapal tersebut. Namun, anak tercintanya itu tidak juga terlihat. Tidak ada juga kabar dari Malin Kundang. Entah dimana anaknya itu berada. Mande rubayah tidak mengetahuinya. Terbersit pula ketakutannya jika nasib anaknya itu akan sama dengan nasib suaminya.
Waktu terus berlalu. Suatu hari dia mendengar berita yang tlah bertahun-tahun ditunggunya. Anak tercintanya telah kembali. Sangat mengejutkan sekaligus membanggakannya, anak tercintanya pulang menaiki kapal milinya sendiri.
Mande rubayah segera pergi ke pelabuhan. Tak terkirakan gembira dan bahagia hatinya ketika ia melihat sebuah kapal yang besar serta mewah tengah bersandar dipelabuhan. Detak jantung Mande Rubayah dirasanya kian cepat saat mendapati anaknya berdiri diatas geladak kapal disamping seorang perempuan yang diyakininya adalah menantunya. Betapa gagahnya anaknya itu mengenakan pakaian yang terlihat indah gemerlap. Segera ia mempercpat langkah kakinya menuju kapal itu.
Malin Kundang menuruni kapal.
Mande Rubayah yang menyangka anaknya datang menjemputnya segera menghampiri dan memeluk anak yang dirindukannya itu.”Malin Kundang anakku,” kata Mande Rubayah.” Mengapa engkau pergi begitu lama tanpa pernah berikirim kabar kepada ibumu.”
Malin Kundang sesungguhnya sadar dan mengetahui jika perempuan tua yang memeluknya itu adalah ibu kandungnya. Namun, saat itu dia disergap rasa malu yang luar biasa untuk mengakui. Dihadapan istri dan sekalian anak buahnya, ia malu mengakui perempuan tua berpakaian lusuh itu adalah ibu kandungnya. Maka katanya,” Hei perempuan tua berpakaian lusuh, siapakah engkau ini hingga berani beraninya engkau memelukku.”
“Malin apa katamu?” amat terperanjat Mande Rubayah mendengar ucapan anaknya.”Tidakkah engkau bisa melihat jika aku ini ibumu? Aku ibu kandungmu, Malin! Mengapa engkau berkata seperti itu?”
“Hei perempuan tua! Berani beraninya engkau mengaku sebagai ibuku!” kata Malin Kundang seraya berkecak pinggang.” Aku tidak mempunyai ibu seperti engkau ini! Jangan engkau sembarangan mengaku! Lekas engkau tinggalkan kapalku ini!”
Istri Malin Kundang turut mencoba menyadarkan.” Kanda, perhatikan dulu baik-baik, jangan terburu-buru mengusir. Apakah benar perempuan tua ini ibu kandungmu?”
“Ibu kandung? Cis! Bukan! Ia bukan ibuku! Ia hanya seorang pengemis tua renta yang mengaku aku sebagai anaknya karena mengetahui aku ini seorang yang kaya raya!”
“Malin!” Teriak Mande Rubayah.
Malin Kundang benar-benar telah gelap mata hingga mendorong tubuh ibu kandungnya jatuh terjerembab.” Pergi engkau dari kapalku ini! Pergi jauh-jauh!”
Tak terkirakan kepedihan hati Mande Rubayah, mendapati perlakuan keji anak kandungnya. Sama sekali tidak disangkanya jika anak kandungnya begitu buruk perlakuannya terhadapnya. Anak kandung itu tidak hanya menolak mengakuinya sebagai ibu kandung, melainkan berani menganiyayanya dengan mendorong tubuhnya terjerembab. Dengan hati remuk redam, Mande Rubayah turun dari kapal mewah milik Malin Kundang. Seketika ia sampai di tanah, ia pun menengadahkan ke arah langit dan meluncurlah doanya kepada Tuhan. “ Ya Tuhan sekiranya lelaki yang tidak mengakuiku sebagai ibu kandungnya dan mendorongku hingga jatuh itu benar-benar Malin Kundang, maka aku sumpahi dia menjadi batu.”
Beberapa saat kemudian kapal besar lagi mewah itu mengangkat jangkar untuk kembali berlayar. Langit terlihat cerah, angin bertiup lembut. Kapal perlahan-lahan meninggalkan pelabuhan membawa Malin Kundang, si anak durhaka yang telah berani berbuat keji terhadap ibu kandungnya itu. Mendadak terjadilah sesuatu yang tidak diduga. Angin badai datang tiba-tiba dan menghantam kapal besar milik Malin Kundang itu. Begitu kencang dan dahsyatnya angin badai itu menghantam, kapal besar lagi mewah milik Malin Kundang seketika itu hancur berantakan. Setelah itu, perlahan-lahan tubuh Malin Kundang menjadi kaku hingga akhirnya menjadi batu.
Kutukan Mande Rabayah terhadap anaknya itu telah terwujud. Anak durhaka itu telah berubah menjadi batu.
Pesan Moral dari Dongeng Kisah Cerita Rakyat Sumatera Barat Malin Kundang adalah :
“Durhaka terhadap Ibu akan menyebabkan Tuhan murka hingga kehidupan pelakunya akan sengsara. Baik di dunia maupun akhirat”