Cerita Rakyat Malin Kundang, Kisah Legenda Tentang Anak yang Durhaka

Sewaktu kecil, cerita rakyat Malin Kundang pasti sering menghiasi hari – hari Anda entah di sekolah atau diceritakan orang tua di rumah yang dijadikan sebagai dongeng pengantar tidur juga.

Nah, sekarang cerita rakyat Malin Kundang bisa Anda ceritakan kepada buah hati Anda. Kalau sudah mulai lupa ceritanya seperti apa, berikut kami akan berikan untuk Anda. Yuk baca sama – sama cerita rakyat Malin Kundang!

Cerita Rakyat Malin Kundang

Dahulu kala terdapat sebuah perkampungan bernama Perkampungan Nelayan Pantai Air Manis. Di sana, hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah dan seorang anak laki – laki bernama Malin Kundang.

Kehidupan mereka sederhana namun sangat bahagia. Mande Rubayah sangat menyayangi anaknya dan memanjakan Malin. Malin pun tumbuh menjadi anak yang rajin, pandai dan penurut. Mande Rubayah bekerja sebagai penjual kue untuk memenuhi kehidupan sehari – harinya.

Suatu hari Malin mendadak sakit. Tubuhnya panas. Untuk menyelamatkan anaknya, Mande Rubayah pun akhirnya mendatangkan seorang tabib. Alhasil, Malin pun berhasil diselamatkan.

Ketika Malin sudah dewasa, Malin meminta izin kepada ibunya untuk merantau dan pergi menggunakan kapal besar yang datang ke Perkampungan Nelayan Pantai Air Manis hanya sekali saja dalam setahun.

Cerita rakyat Malin Kundang

Ibunya tidak mengizinkan karena ragu anaknya akan meninggalkannya. Namun karena Malin membujuk dengan keras, ibunya pun setuju dan mengizinkan Malin pergi.

Setelah Malin pergi, hari – hari ibunya terasa sangat lamban. Ia selalu memandang laut dan berharap Malin pulang. Setiap ada kapal besar yang datang, Mande Rubayah selalu bertanya tentang anaknya. Namun nahkoda kapal selalu memberikan jawaban tidak memuaskan. Malin pun tidak pernah menitipkan pesan atau barang apapun kepada ibunya.

Sampai menua, Mande Rubayah selalu berdoa agar Malin selamat dan suatu hari bisa pulang menemuinya. Suatu hari, datang sebuah kapal megah. Penduduk perkampungan menyambut kapal itu dengan sangat gembira. Mereka berkumpul di sekitar kapal karena mengira kalau kapal itu milik pangeran dan sultan.

Mande Rubayah pun turut berdesakan dan kemudian melihat sepasang muda mudi di anjungan kapal. Pasangan itu mengenakan baju berkilau dan tersenyum. Ibu Malin tahu bahwa pria di anjungan kapal itu anaknya meski keduanya sudah lama tidak berjumpa.

Malin Kundang durhaka

Mendahului sesepuh kampung, Mande Rubayah berusaha memeluk anaknya itu. Tangis Mande Rubayah pun pecah.

“Malin, anakku. Kau benar anakku bukan?”

“Mengapa kau begitu lama tidak menemuiku, nak? Kau sudah menikah? Dia istrimu nak?” tanya Mande Rubayah tak putus – putus.

Malin terkejut dengan semua pertanyaan ibunya karena sejatinya ia tidak pernah mengaku kalau masih punya ibu di kampung kepada istrinya. Kepada istrinya, Malin mengaku kalau ibunya seorang bangsawan.

Istri Malin pun segera merendahkan Wanita tua yang sebenarnya memang ibu Malin itu.

“Wanita jelek dan berpakaian compang – camping inikah ibumu Malin? Mengapa dulu kau bohong padauk?” ucap istri Malin sinis.

Mendengar perkataan istrinya, Malin pun mendorong Mande Rubayah hingga terpanting ke pasir.

Malin Kundang durhaka

“Ibu Malin seorang perempuan tegar dan kuat yang mampu menggendong Malin kemana pun Malin mau” ucap Malin Kundang. Mendengar hal itu, hati Mande Rubayah teriris.

“Malin, anakku. Ini ibumu, nak! Ibu memang sudah tua. Kenapa kau jadi seperti ini nak?”, tanya Mande Rubayah kepada Malin.

Malin tidak peduli perkataan dan penjelasan ibunya. Ia tidak mau mengakui ibunya terlebih didepan istrinya yang kaya karena merasa malu. Mande bersujud di kaki Malin, namun Malin malah menendangnya.

“Hai perempuan gila! Aku bukan anakmu! Ibuku tidak seperti engkau. Ibuku bangsawan, tidak melarat dan tidak juga kotor sepertimu!” tegas Malin Kundang.

Mande Rubayah sangat tidak menyangka bahwa anak laki – laki yang sangat disayanginya itu tega kepada dirinya, ibunya sendiri. Ia menengadahkan tangan ke langit dan berdoa,

“Ya Tuhan, kalau memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi jika ia benar anakku, aku mohon keadilanmu Tuhan! Ku kutuk dia jadi batu seperti hatinya yang sudah membatu”

Cuaca di tengah laut yang awalnya cerah, tiba – tiba berubah menjadi gelap. Hujan lebat pun turun. Badai besar dan petir menghantam kapal Malin Kundang dan menghancurkan kapal megah tersebut.

Malin Kundang jadi batu

Pagi harinya, puing kapal Malin Kundang terdampar dan telah menjadi batu. Begitu pun tubuh Malin Kundang ikut menjadi batu. Ia dikutuk oleh ibunya karena durhaka. Di sela – sela batu, ikan teri, ikan belanak dan ikan tenggiri berenang. Ikan – ikan itu berasal dari tubuh istri Malin yang mencari suaminya.

Cukup menyedihkan bukan? Itulah cerita rakyat Malin Kundang, kisah legenda tentang anak durhaka yang menyampaikan pesan bahwa sesukses apapun seorang anak, ia tidak boleh melupakan jasa orang tuanya dan tidak boleh menjadi anak yang durhaka.

Selain cerita rakyat Malin Kundang, masih banyak cerita rakyat lain yang beredar di masyarakat. Baca : 5 Cerita Rakyat Indonesia Singkat Paling Populer di Masyarakat

Semoga informasi yang kami bagikan menambah wawasan Anda. Khususnya yang ingin menyampaikan atau belajar tentang cerita rakyat di Indonesia.