Cerita Rakyat Sumatra Utara yang paling terkenal adalah Cerita Rakyat Danau Toba yang merupakan dongeng asal usul danau toba. Cerita rakyat legenda danau toba mengisahkan betapa pentingnya menjaga janji. Ketika janji tidak kita tepati maka akan ada orang yang kecewa. Kakak yakin adik-adik akan suka dengan dongeng yang akan Kakak ceritakan kali ini. Jika adik-adik suka jangan lupa membagikan https://dongengceritarakyat.com keteman-teman adik-adik yah.
Dongeng Cerita Rakyat Danau Toba dari Sumatra Utara
Pada jaman dahulu kala terlihat seorang pemuda tampak sedang memancing di tepi sungai. Namun nahas, sepanjang hari itu tak ada seekor ikan pun yang terkena alat pancingnya. Pemuda itu sangat miskin. Sehari-hari, ia membantu tetangganya menjaga sawah. Jika tak ada yang meminta bantuannya, ia memancing ikan atau berburu ayam di hutan.
“Alangkah malangnya nasibku hari ini. Ikan-ikan itu bersembunyi di mana, ya?” tanyanya dalam hati. Karena hari sudah gelap, ia pun segera membereskan alat pancingnya. Saat pemuda itu hendak beranjak pergi saat tiba-tiba seekor ikan besar berwarna kuning keemasan naik ke permukaan sungai. “Wah… ini dia yang kutunggu dari tadi,” kata pemuda itu dengan riang. Secepat kilat ditangkapnya ikan itu.
Sesampainya di rumah, pemuda itu bersiap memasak ikan tangkapannya. Namun melihat tatapan ikan itu, ia mengurungkan niatnya. Ikan itu seolah-olah berkata,”Jangan bunuh aku.”
“Ikan cantik, aku akan memeliharamu. Biarlah malam ini aku makan nasi berlauk garam saja.” Kata pemuda itu. Ikan itu ia letakan di sebuah tempayan dan diberinya makan beberapa butir nasi.
Keesokan harinya, pemuda itu pergi ke sawah. Hari sudah sore ketika pemuda itu pulang. Saat itu ia sungguh lapar. Ia berencana untuk memasak sayur yang didapatnya dari pemilik sawah. Saat memasuki dapur, mata pemuda itu terbelalak. Ia melihat banyak hidangan lezat di sana. Ada nasi putih hangat, gulai ikan, samba’, dan aneka sayuran. Ia mengucek mata karena tak percaya. “Apo aku sedang bermimpi?” pikirnya. Namun karena sudah sangat lapar, ia tak lagi berpikir panjang. Dilahapnya semua hidangan itu sampai licin tak bersisa.
Sejak itu, setiap hari selalu tersedia hidangan lezat di rumahnya. Lama- kelamaan, ia menjadi penasaran dan memutuskan untuk mengintip siapa gerangan yang menyediakan makanan, ia ingin berterima kasih. Keesokan paginya, pemuda itu pura-pura pergi ke sawah. Namun sebenarnya ia bersembunyi di dekat jendela dapurnya. Tak lama kemudian ia mendengar kesibukan di dapur. Aroma masakan pun tercium sampai keluar. Penasaran, ia mengintip dan jendela dapur. Alangkah terkejutnya ia saat melihat seorang gadis cantik sedang memasak. “Siapa dia,” bisiknya. Dalam sekejap, pemuda itu langsung jatuh cinta pada wanita cantik itu.
“Hai, siapa kau dan sedang apa di rumahku?” tanya pemuda itu. Wanita cantik itu menoleh kaget. Wajahnya pucat pasi karena ketahuan. “A… a… aku… ah… bagaimana menjelaskannya padamu?” katanya bingung. Pemuda itu melompati jendela dapur dan melongok ke tempayan. Ikan itu hilang. “Apakah kau ikan yang kupelihara di ternpayan ini?” tanya pemuda itu menyelidik.
“Eh… ehm… benar. Aku adalah siluman ikan. Akulah yang memasak setiap hari. Aku berterima kasih karena kau tidak membunuhku,” jawabnya.
Pemuda itu senang. Ternyata ikan yang ditangkapnya adalah seorang wanita cantik. “Karena kau sudah ada di sini, maukah kau menikah denganku? Aku berjanji akan menjagamu dengan baik,” kata pemuda itu melamar.
Wanita itu tampak bingung, tapi akhirnya menjawab “Aku tidak keberatan menjadi istrimu. Namun ada saat-saat tertentu aku harus berubah menjadi ikan. Aku minta kau menjaga rahasia ini, bahkan kepada anak kita kelak. Jangan sekali-kali kau memberitahu bahwa ibunya adalah seekor ikan,” katanya lagi. Pemuda itu tersenyum dan mengangguk mantap. Akhirnya, mereka menikah dan hidup rukun.
Pasangan suami-istri itu dikaruniai seorang anak laki-laki. Anak itu suka sekali makan, sehingga tubuhnya besar dan gemuk. Tak ada makanan yang tak disukainya dan ia mudah sekali merasa lapar. Baru saja selesai makan, ia bisa makan lagi dengan lahap. Ia seperti tak pernah kenyang. Suatu hari, ibunya menyuruhnya untuk mengantar makan slang untuk sang Ayah yang sedang bekerja di sawah. “Ingat, makanan ini untuk ayahmu. Jangan mencicipinya apalagi memakannya. Ayahmu bisa marah,” pesan ibunya. “Balk Bu,” sang Anak pun berangkat dengan riang.
“Aduh, aku haus,” tiba-tiba di tengah perjalanan anak itu mengeluh. Kemudian dibukanya bekal untuk ayahnya. “Ah, ada teh hangat. Lumayan untuk menghilangkan rasa hausku,” katanya sambil meneguk teh untuk ayahnya itu. Lalu matanya tertumpu pada sebuah bungkusan. “Wah, apa ini ya? Coba aku lihat.” Ternyata bungkusan itu berisi nasi dan sepotong ayam goreng. Air Iiurnya langsung menetes. “Jika aku memakannya sedikit saja, tentu Ayah tak akan tahu.” Tak sadar ia sudah melahap habis semua makanan itu. Yang tersisa hanyalah tulang-tulang ayam. Anak itu ketakutan, tapi ia tetap harus menemui ayahnya.
“Apa ini? Tulang? Ibumu memberi aku makan tulang? Ia pikir aku kucing?” teriak ayahnya dengan marah. Sang anak memandang ayahnya dengan ketakutan. Ia tak tega jika ibunya yang disalahkan.
“Eh… Ayah… bukan salah Ibu. Semua ini salahku. Aku yang memakan bekal itu sampai habis. Maafkan aku Ayah, aku tak bisa menahan diri.” Mendengar pengakuan anaknya, sang Ayah malah makin marah. “Dasar anak ikan. Beginilah jika seekor ikan mendidik anak, benar-benar tak becus!” teriak ayahnya. Sang ayah lupa pada janjinya sebelum menikahi istrinya.
“Huuu… huuu… Ibuu… Ayah mengataiku anak ikan. Katanya Ibu tak becus mendidikku karena Ibu adalah seekor ikan. Apa itu benar Bu?” si anak pulang melapor pada ibunya sambil menangis. Ibunya terkejut. “Rupanya suamiku sudah lupa pada janjinya.”
Ketika suaminya tiba di rumah, istrinya berkata “Mulai saat ini, aku akan membawa anakku pulang ke alamku. Jangan pernah berharap kau bisa menemui kami lagi.”
Belum sempat suaminya menjawab, langit menjadi gelap dan hujan turun dengan derasnya. Siluman ikan itu mengajak anaknya keluar dari rumah dan berdiri di tanah lapang. Petir menyambar-nyambar dan tiba-tiba tubuh ibu dan anak itu hilang entah ke mana. Hujan pun reda seiring dengan hilangnya mereka. Sang suami tak dapat menemukan mereka. Ia menyesal dan meratapi kesalahannya. “Istriku, anakku… kembalilah. Maafkan aku yang telah mengingkari janji kepada kalian.” Namun semuanya sia-sia.
Tiba-tiba, dari tempat ibu dan anaknya tadi berdiri, muncullah mata air yang cukup deras. Airnya terus mengalir hingga membentuk danau yang cukup luas. Danau itulah yang sampai sekarang disebut Danau Toba. Tak ada yang tahu, ke mana perginya ibu dan anak tadi. Mungkin mereka kembali menjadi ikan dan tinggal di Danau Toba itu.
Pesan dari Cerita Rakyat Danau Toba dari Sumatra Utara untukmu adalah Tepatilah janji yang telah kau buat. Ingat, mengingkari janji akan membuat orang lain kecewa.
Bagaimana, apakah adik-adik suka dengan dongeng danau toba yang Kakak ceritakan malam hari ini? Jika suka, jangan lupa membagikan cerita rakyat indonesia danau toba ke teman-temannya yang lain yah.