Cerita rakyat Batu Menangis merupakan sebuah legenda terkenal yang berasal dari Kalimantan Barat. Cerita ini biasanya masuk dalam buku kumpulan cerita rakyat dari Kalimantan terbaik dan masuk dalam soal – soal bahasa Indonesia.
Dalam soal bahasa Indonesia biasanya akan ditanya darimana cerita rakyat Batu Menangis ini berasal, apa pesan moralnya, siapa saja tokoh dalam cerita rakyat dan sebagainya. Bagi Anda yang ingin tahu cerita rakyat Batu Menangis seperti apa, Anda bisa simak informasi lengkap di bawah ini!
Cerita Rakyat Batu Menangis
Zaman dahulu kala di sebuah bukit kecil yang jauh dari pemukiman penduduk, hidup seorang janda miskin bersama anak gadisnya. Anak gadis itu sangat cantik, bentuk tubuhnya indah, rambutnya ikal terurai panjang.
Ia memiliki poni yang tersisir rapi dengan kening yang sangat halus sehalus batu cendana. Hanya saja berbanding terbalik dengan perawakannya, sifatnya sungguh buruk. Ia merupakan seorang gadis pemalas yang tidak pernah membantu ibunya dalam melakukan berbagai pekerjaan rumah.
Ia hanya suka bersolek setiap hari. Ia juga sangat manja. Semua yang ia minta kepada ibunya harus dituruti, sementara ibunya bekerja kasar dan membanting tulang setiap hari untuk membiayai kebutuhan hidup mereka berdua.
Suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Mereka berjalan kaki meski pasarnya terletak sangat jauh dari rumah. Anak gadisnya berjalan melenggang dengan pakaian bagus dan bersolek cantik agar dilihat orang. Sementara ibunya berjalan di belakang sambil membawa keranjang dan menggunakan pakaian dekil.
Karena letak rumah dengan pasar tujuan sangat jauh, tak ada seorang pun yang tahu bahwa kedua perempuan yang sedang berjalan menuju pasar tersebut adalah seorang ibu dan anak. Ketika sudah mulai memasuki desa, orang – orang desa memandangi mereka.
Melihat kecantikan anak gadis itu, warga desa menjadi sangat terpesona utamanya para pemuda desa yang bahkan beberapa ada yang mengikuti si gadis berjalan di belakangnya. Namun ketika orang – orang melihat ibu yang berjalan di belakang si gadis, keadaannya justru kontras.
Seorang pemuda kemudian ada yang mendekati si gadis dan bertanya kepadanya “Hai gadis cantik, apakah yang berjalan di belakang itu ibumu?”
Namun si gadis menjawab “bukan, dia bukan ibuku. Dia adalah pembantuku!”
Setiap kali ada orang yang bertanya tentang si ibu, si gadis selalu menjawab bahwa si ibu adalah pembantunya. Bahkan beberapa kali ia menyebut si ibu adalah budak.
Awalnya si ibu berusaha menahan diri dan bersabar mendengar setiap jawaban yang keluar dari mulut puterinya yang durhaka itu. Namun setelah berulang kali ditanya orang dan mendengar jawaban yang sama, si ibu akhirnya berdoa.
“Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan semua hinaan dari puteri hamba. Begitu teganya puteri kandung hamba memperlakukan hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini. Tolong, hukumlah dia!”
Atas kuasa Tuhan, gadis durhaka tersebut perlahan – lahan berubah menjadi batu mulai dari kaki sampai ke badan. Ketika perubahan sudah mencapai setengah badan, ia meminta ampun kepada ibunya.
“Ibu, ampunilah saya. Ampunilah aku yang durhaka selama ini. Tolong ibu, ampuni anakmu ini ibu!”
Anak gadis itu terus meratap dan menangis, hanya saja semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur hingga akhirnya seluruh tubuh sang gadis durhaka pun berubah seluruhnya menjadi batu.
Amanat atau pesan moral cerita
Cerita rakyat Batu Menangis memberikan pesan bahwa seorang anak tidak boleh mendurhakai orang tuanya karena jika seorang anak sampai durhaka terhadap orang tua, utamanya ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan membesarkan maka malapetaka di masa yang akan datang akan dirasakan dengan sangat pedih.
Selain cerita rakyat batu menangis dari Kalimantan Barat, cerita rakyat lainnya yang juga mengisahkan tentang seorang anak yang durhaka adalah cerita rakyat Malin Kundang. Jika Anda ingin tahu kisahnya seperti apa, baca : Cerita Rakyat Malin Kundang, Kisah Legenda Tentang Anak yang Durhaka
Itulah sekilas cerita rakyat Batu Menangis dari Kalimantan Barat yang bisa menjadi contoh agar kita sebagai manusia tidak pernah mendurhakai orang tua utamanya ibu. Semoga bisa menjadi teladan bagi anak – anak dan siapa pun yang membacanya.