Cerita Rakyat Anak : Si Pondik Yang Licik

Kisah si Pondik yang licik merupakan cerita rakyat anak dari Nusa tenggara timur yang pernah kami dengar beberapa waktu yang lalu. Kisah rakyat Nusa tenggara timur ini menceritakan ssorang yang malas namun memiliki banyak akal. Sayangnya akal tersebut dia gunakan untuk menipu dan memanfaatkan orang lain secara licik. Sebenarnya ada cerita rakyat dari Nusa Tenggara timur yang mengisahkan seseorang yang baik dan rajin, hal itu pernah kami posting pada artikel Cerita Rakyat Nusa Tenggara Timur : Suri Ikun dan Cerita Rakyat Singkat : Suri Ikun dan Dua Burung

Cerita Rakyat Singkat dari Nusa Tenggara Timur : Kisah Si Pondik

Si Pondik merenung, memikirkan apa dan di mana ia akan makan hari ini. Ya, si Pondik memang miskin. Ia tak punya tanah atau sawah untuk digarap. Lagi pula ia sangat malas bekerja. Untuk makan sehari- hari, ia rela berjalan dari desa ke desa, mencari orang yang sedang mengadakan pesta.

Cerita Rakyat Anak Si Pondik Yang Licik
Cerita Rakyat Anak Si Pondik Yang Licik

Setelah makan di pesta itu, biasanya ia akan meminta sepotong daging mentah dari tuan rumah. Begitulah caranya ia bertahan hidup.

Tiba-tiba matanya tertumpu pada sarang lebah di sebatang pohon. “Hmm, sepertinya aku akan mendapat banyak uang hari ini,” katanya sambil tersenyum licik. Dengan hati-hati, diangkatnya sarong lebah itu dan dimasukkannya ke dalam periuk tanah. Kemudian periuk itu ia gendong berkeliling desa sambil berteriak, “Gong antik… gong antik… siapa mau bell?”

Banyak orang tertarik dan mengerumuninya. “Hai Pondik, bukankah gong seharusnya terbuat dari logam? Mengapa milikmu terbuat dari tanah? Apa tidak pecah jika kita menabuhnya?” tanya seorang warga.

“Oh, gong ini tidak perlu ditabuh. Kalian cukup menggoyang-goyangkannya saja,” jawab si Pondik sambil menggoyang-goyang periuk tanah itu. Benar saja, bunyi “Ngiiinnngggg… ngiiiiinnnggg..” terdengar dari dalam periuk itu.

Tak disangka, periuk itu laku juga. Si Pondik menyeringai saat menerima uang sambil berpesan, “Kau baru boleh menggoyangnya setelah aku pergi.” Begitu si Pondik pergi, si pembeli dengan tak sabar menggoyang- goyang periuk tersebut. Semakin lama, suara yang keluar semakin keras. “Ngiiinnngggg… ngiiiiinnnggg..”

Si pemilik dan warga lain yang bersamanya menjadi penasaran. “Apa ya yang membuat periuk tanah ini bisa berbunyi?” tanya mereka.

Dibukalah tutup periuk tanah itu. Dalam sekejap, rombongan lebah keluar dan menyerang mereka. Sekujur tubuh mereka bengkak karena sengatan. Dengan geram mereka mencari si Pondik. “Ah itu dial” teriak mereka yang mendapati si Pondik sedang duduk bersantai di depan rumahnya. Mereka menggiring pria itu ke balai desa untuk diadili.

Karena dianggap telah mencelakai warga, ia dihukum dengan kedua tangan digantung di sebatang pohon hingga ia meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun, si Pondik tetaplah si Pondik yang licik. Bukannya menyesal, ia malah menjebak orang lain untuk menggantikannya.

“Kau sedang apa, Pondik?” tanya Mtembong temannya yang baru pulang dari desa tetangga.

“Oh, aku sedang berolahraga.”jawabnya sambil berayun-ayun. “Wah, rajin sekali. Pantas saja perutmu ramping dan tanganmu kekar.”

Mendengar pujian itu, terbersit ide untuk menawari Mtembong mencoba “olahraga” tersebut. Mtembong setuju dan segera melepaskan ikatan tangan si Pondik dan tak berapa lama ia sudah tergantung di batang pohon itu.

Setelah terayun-ayun sepanjang hari Mtembong mulai kesakitan. Sedangkan si Pondik? Ia telah menghilang. Untunglah ada seorang warga yang lewat.

“Hai Mtembong, sedang apa kau? Bukankah si Pondik yang seharusnga menjalani hukuman itu?”

“Hukuman?” tanya Mtembong heran. Setelah temannya menjelaskan persoalannya, sadarlah ia kalau si Pondik telah menipunya. Mtembong dan seluruh warga kesal dengan tingkah laku si Pondik. Mereka mencari dan menyeretnya kembali ke balai desa.

“Pondik, kali ini kau betul-betul keterlaluan,” kata kepala desa. “Sebagai hukuman, kau bertanggung jawab menyerahkan seekor kerbau yang besar dan gemuk untuk desa ini. Si Pondik menyanggupinya. Tapi sejujurnya ia tak tahu bagaimana caranga mendapatkan kerbau gang gemuk dan besar seperti yang diminta itu.

Dengan perasan bingung ia menyusuri desa tetangga, mencari orang yang menggelar pesta. Seperti biasa, untuk menumpang makan. Rupanya hari itu ia cukup beruntung. Saat ia lewat, tuan rumah sedang membagi-bagikan daging kerbau. Setengah memohon, si Pondik meminta agar bagian kepala dan leher kerbau itu diberikan padanya. Karena kasihan, tuan rumah pun memberikannya.

Si Pondik pulang dengan hati riang untuk melanjutkan akal Iiciknya, yaitu menanam kepala kerbau itu di kubangan berlumpur. Seutas tali diikatkannya ke leher kerbau itu dan ujungnga ditambatkan ke sebatang pohon. Setelah itu ia pergi ke balai desa.

“Aku sudah menyiapkan kerbau untuk kalian. Kerbau itu kutinggalkan di kubangan di sebelah timur. Kalian boleh mengambilnya.”

Setelah berkata demikian, si Pondik cepat-cepat mengemasi barang- barangnya dan meninggalkan desa dengan diam-diam.

Beberapa warga melepas tambatan di pohon dan menarik kerbau itu. Tapi apa yang terjadi? Ternyata yang mereka dapat hanyalah kepala kerbau beserta lehernya. Perasaan marah bercampur geli terpancar di wajah merela. Mereka akhirnya tahu kalau si Pondik telah melarikan diri secara diam-diam.

“Sudahlah, biarkan ia pergi. Dengan begitu, ia telah menghukum dirinya sendiri. Kita saja yang terlalu bodoh bisa dikelabuinya terus-menerus,” kata kepala desa. Mereka semua pulang dan melupakan si Pondik.

Pesan dari Cerita Rakyat Anak : Si Pondik Yang Licik untukmu adalah Gunakan kecerdasanmu hanya untuk hal-hal yang positif, bukan untuk mengelabui orang lain. Karena persahabatan lebih penting dari kekayaan.

Baca legenda rakyat lain yang berasal dari Nusa Tenggara timur di Cerita Pendek Rakyat Indonesia (Kumpulan Cerpen Legenda)

Tinggalkan Balasan