Cerita Legenda Gunung Kelud, Cerita Rakyat Jawa Timur Paling Terkenal

Gunung Kelud, sebuah gunung di Kediri, Jawa Timur yang memiliki ketinggian 1.731 mdpl merupakan sebuah gunung tinggi yang tidak lepas dari kisah legenda. Cerita legenda Gunung Kelud dipercaya merupakan sebuah kisah yang bersumber dari penghianatan janji seorang dewi kepada dua raja.

Lantas, penghianatan seperti apa yang dilakukan oleh sang dewi kepada dua raja tersebut? Berikut kami akan menceritakan kisah cerita legenda Gunung Kelud secara lengkap untuk Anda. Yuk simak!

Cerita Legenda Gunung Kelud dari Jawa Timur

Dahulu kala di zaman Kerajaan, hidup seorang putri cantik yang bernama Dewi Kilisuci. Sang putri merupakan anak dari Jenggolo Manik, raja Kerajaan Jenggolo.

Dewi Kilisuci memiliki paras yang cantik rupawan. Karena parasnya yang cantik tersebut, banyak raja yang menyukainya. Lamaran demi lamaran pun datang ke Kerajaan Jenggolo kala itu.

cerita rakyat Nyi Putri Lenggang Kencana.

Hingga suatu hari, ada dua orang raja yang juga melamar Dewi Kilisuci. Namun tidak seperti biasa, raja yang melamar sang putri bukan raja dari kalangan manusia.

Seorang raja yang melamar tersebut bernama Lembu Suro. Ia memiliki kepala lembu. Raja lainnya bernama Mahesa Suro yang berkepala kerbau.

Sejatinya, Dewi Kilisuci tidak tertarik pada keduanya dan ingin langsung menolak lamaran tersebut. Akan tetapi karena tak enak hati menolak tanpa memiliki alasan, Dewi Kilisuci mengajukan suatu tantangan.

Tantangan yang diberikan oleh sang putri merupakan sebuah tantangan berat yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa. Tantangan tersebut adalah bahwa Dewi Kilisuci meminta dua raja yang melamar tersebut membuat dua buah sumur di atas puncak Gunung Kelud.

Sumur pertama yang diminta harus berbau amis dan sumur kedua yang diminta harus berbau wangi. Hanya saja tak banyak waktu yang Dewi Kilisuci berikan untuk membuat sumur itu. Sang putri hanya memberikan waktu satu malam saja untuk Lembu Suro dan Mahesa Suro mengerjakan tantangan yang diberikan.

“Kerjakan tantangan itu selama satu malam dan jika ayam Jantan berkokok artinya waktu kalian usai.” Tegas Dewi Kilisuci.

Tanpa berpikir panjang, baik Lembu Suro dan Mahesa Suro menyanggupi tantangan tersebut. Waktu pun berlalu, malam sudah berganti menjadi petang. Ayam Jantan pun hendak berkokok.

Ketika melihat keadaan, Dewi Kilisuci panik karena ternyata baik Lembu Suro atau pun Mahesa Suro sama – sama mampu menyelesaikan tantangan yang diberikan. Dewi Kilisuci berpikir keras untuk mencari alasan menolak keduanya. Hingga tercetus suatu ide yang menurut sang putri brilian.

“Baiklah, kalian dapat menyelesaikan tantangan itu. Namun aku meminta kalian membuktikan bahwa satu sumur memang berbau amis dan satu sumur memang berbau wangi.”

“Cara seperti apa yang kau minta untuk kami membuktikannya?” tanya Lembu Suro.

“Kalian harus masuk ke dalam sumur yang sudah kalian buat!” jawab Dewi Kilisuci dengan nada tegas sedikit ketus.

Saking cintanya dengan Dewi Kilisuci, Lembu Suro dan Mahesa Suro masuk ke dalam sumur tersebut untuk membuktikan kepada sang putri bahwa kedua sumur itu sudah selesai sesuai permintaan sang putri.

Ketika Lembu Suro dan Mahesa Suro ada di dalam sumur, Dewi Kilisuci memerintahkan kepada para prajurit Kerajaan Jenggala untuk menimbun sumur tersebut dengan batu.

Lembu Suro dan Mahesa Suro pun akhirnya mati di sumur yang sudah susah payah dibuat sebagai tantangan lamaran itu. Setelah Lembu Suro dan Mahesa Suro mati di dalam sumur, Dewi Kilisuci sebenarnya senang karena itu artinya ia tak harus menerima salah satu lamaran dari kedua raja itu.

Hanya saja hal yang Dewi Kilisuci tidak tahu, sebelum mati Lembu Suro sudah bersumpah dengan Bahasa Jawa.

Isi sumpah Lembu Suro yaitu :

“Wong Kediri mbesuk bakal methuki wales sing makaping kaping yoiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung”.

Artinya :

“Masyarakat Kediri suatu hari nanti akan mendapatkan balasan yang lebih besar yaitu Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi daratan, dan Tulungagung akan menjadi danau.”

Beberapa saat kemudian, terjadi cukup banyak bencana di daerah Kerajaan Jenggala. Untuk menolak bencana yang ada, Masyarakat di Kerajaan Jenggala dan di sekitar lereng Gunung Kelud melakukan tradisi Larung Sesaji.

Tradisi tersebut masih bertahan di beberapa titik di Kediri sampai sekarang, karena masih ada kepercayaan tentang bencana yang hanya bisa diatasi dengan Larung Sesaji.

Pesan moral dari cerita legenda Gunung Kelud

Jangan memberikan harapan kepada seseorang jika tidak ada niat di hati kita untuk menepatinya. Ingat, perbuatan buruk akan mendapatkan balasannya meski lambat.

Kisah legenda lain dari Jawa Timur, baca : Legenda Gua Ngerong, Kisah Legenda Asli Tuban yang Dipercaya Turun Temurun

Baca juga : Legenda Indonesia Paling Terkenal, Apa Saja?

Demikian informasi yang kami dapat bagikan kali ini terkait cerita legenda Gunung Kelud yang merupakan sebuah cerita rakyat Jawa Timur. Semoga kita bisa mendapatkan pesan moral dari cerita di atas.