Dua cerita anak rakyat nusantara yang akan Kakak ceritakan hari ini berasal dari Jambi. Kalian sudah tau kan dimana Jambi berada? Jika belum jangan lupa segera lihat peta yah. Mulai saat ini Kakak sarankan setiap membaca satu cerita rakyat, adik-adik langsung melihat peta sehingga tahu dimana kejadian cerita rakyat nusantara tersebut. Banyak sekali cerita rakyat Indonesia yang dihubungkan dengan asal muasal nama sebuah daerah sehingga disebut legenda. Semakin sering adik-adik membaca cerita dongeng nusantara maka semakin banyak pula daerah yang adik-adik ketahui. Dengan membaca cerita anak di blog dongengceritarakyat.com adik-adik juga sekaligus belajar geograpi dengan cara yang menyenangkan.
1. Cerita Anak Rakyat Nusantara : Kisah Si Kelingking
Hiduplah sepasang suami istri miskin pada zaman dahulu. Keduanya telah lama berumah tangga, namun belum juga mereka dikaruniai anak, walau seorang anak pun. Sangat ingin mereka mempunyai anak. Maka, mereka pun berdoa dan memohon agar keinginan mereka untuk mempunyai anak itu dapat terwujud. Bahkan, karena sangat inginnya mereka mempunyai anak, mereka menyatakan akan sangat berbahagia mempunyai anak meski tubuh anak mereka itu hanya sebesar kelingking.
Permohonan itu akhirnya dikabulkan.
Sang istri mengandung dan ketika waktu melahirkannya tiba, ia melahirkan seorang bayi lelaki yang sangat kecil tubuhnya, hanya sebesar kelingking orang. Suami istri itu sangat gembira mendapati kelahiran anak mereka dan mereka pun lantas memberi nama si Kelingking untuk anak lelaki mereka itu.
Waktu terus berlalu dan si Kelingking pun tumbuh dewasa. Tubuhnya tetap sebesar kelingking. Meski demikian, ia tampak sehat dan kuat. Tetap pula ia mendapat curahan kasih sayang kedua orangtuanya.
Syandan, negeri Jambi digemparkan oleh kedatangan hantu pemakan makhluk hidup. Nenek Gergasi nama hantu itu. Ia sangat banyak menimbulkan korban karena ulahnya. Orang-orang lantas berniat pindah dari Jambi untuk menghindari jadi mangsa Nenek Gergasi. Termasuk mereka yang berniat pindah adalah kedua orangtua si Kelingking. Namun, si Kelingking menyatakan tetap akan tinggal dan bahkan berniat ingin menumpas kekejaman Nenek Gergasi.
“Jika engkau tetap tinggal, bisa jadi engkau akan dimangsa Nenek Gergasi itu, anakku,” kata Ayah si Kelingking mengingatkan.
“Ayah jangan khawatir,” sahut si Kelingking. “Tubuhku ini sangat kecil, sulit kiranya dilihat hantu pemakan manusia itu. Doakan aku Ayah agar dapat menumpas hantu kejam itu. Nanti jika aku berhasil membunuhnya, aku akan beritahukan kepada Ayah, Emak, dan semua penduduk negeri Jambi.”
Meski tetap khawatir, Ayah dan Emak si Kelingking akhirnya meninggalkan anak mereka itu dan segera mengungsi bersama orang-orang lainnya. Si Kelingking lantas bersembunyi di dalam lubang tiang rumah dan menunggu kedatangan Nenek Gergasi.
Nenek Gergasi akhirnya datang. Betapa marahnya ia karena tidak mendapati seorang manusia atau juga hewan di tempat itu yang dapat dimangsanya. Padahal ia telah sangat lapar. Ia berteriak keras-keras meminta orang-orang untuk keluar dari persembunyiannya agar dapat selekasnya ia mangsa.
Mendadak Nenek Gergasi mendengar suara yang menggema yang memanggil namanya, “Hei Nenek Gergasi!”
Nenek Gergasi sangat terkejut mendengar suara yang memanggilnya. Pandangannya lalu mengedar mencari sosok yang memanggilnya. Namun, tidak dilihatnya siapa punjuga di tempat itu. Meski terkenal kejam dan gemar memangsa manusia serta hewan, Nenek Gergasi takut pula pada akhirnya mendapati kenyataan yang tengah dihadapinya itu. “Si … siapa engkau?” suara Nenek Gergasi terdengar bergetar. “Lekas eng … engkau keluar, biar dapat … dapat kumangsa!”
Suara pemanggil Nenek Gergasi yang tak lain suara si Kelingking kembali menggema diawal dengan suara tertawa terbahak-bahaknya. “Engkau ingin memangsaku? Haa … haa … haa …! Justru aku yang hendak memangsamu, hei Nenek Gergasi! Setelah semua manusia dan hewan di tempat ini kumangsa, masih juga aku merasakan lapar yang sangat. Lekas engkau ke sini, hei Nenek Gergasi, biar kumangsa engkau utuh-utuh! Biar rasa laparku ini berkurang!”
Seketika itu Nenek Gergasi lari tunggang langgang karena takut dimangsa makhluk yang tidak berwujud itu. Begitu takutnya menjadi mangsa makhluk yang dianggapnya sangat menyeramkan itu, Nenek Gergasi berlari tak tentu arah hingga akhirnya terjerumus ke dalam jurang. Seketika itu Nenek Gergasi menemui kematiannya setelah terjatuh di dasar jurang.
Dari dalam lubang tiang rumah persembunyiannya, si Kelingking mendengar jika Nenek Gergasi melarikan diri karena takut dengan gertakannya. Namun, yang tidak ia ketahui adalah makhluk kejam pemangsa manusia dan hewan itu sesungguhnya telah mati akibat terjatuh ke dalam jurang.
Kepergian Nenek Gergasi diketahui orang¬orang. Mereka pun berbondong-bondong kembali ke desa masing-masing. Mereka pun bergembira dan kagum dengan si Kelingking yang mampu mengusir makhluk jahat pemakan manusia tersebut.
Berita terusirnya Nenek Gergasi akhirnya didengar Sang Raja yang kemudian berkenan memanggil si Kelingking untukdatang menghadap.
Tanya Sang Raja, “Benarkah engkau yang berhasil mengusir Nenek Gergasi?”
“Benar, Paduka Yang Mulia,” jawab si Kelingking.
“Sanggupkah engkau tidak hanya mengusir melainkan melenyapkan Nenek Gergasi yang kejam itu?”
“Saya sanggup, Paduka Yang Mulia”
“Jika engkau sanggup melaksanakan tugasmu, engkau akan kuberikan hadiah yang sangat besar,”
kata Sang Raja. “Engkau akan kuangkat menjadi raja muda!”
Si Kelingking lantas mencari keberadaan Nenek Gergasi. Berhari-hari ia mencari hingga akhirnya ia mengetahui jika makhlukjahat pemakan manusia dan hewan itu telah menemui kematiannya di dasar jurang. Si Kelingking kemudian kembali menghadap Sang Raja. Dijelaskannya jika Nenek Gergasi telah mati dan ia meminta janji Sang Raja.
Sang Raja memenuhi janjinya. Ia mengangkat si Kelingking sebagai raja muda, meski tidak mempunyai prajurit, hulubalang, maupun juga permaisuri.
Sebagai raja muda, si Kelingking menghendaki dirinya mempunyai permaisuri. Ia menghendaki putri Sang Raja menjadi permaisurinya. Ayah dan Emaknya dimintanya untuk melamar putri Sang Raja. Meski takut, Ayah dan Emak si Kelingking akhirnya memberanikan diri datang menghadap Sang Raja dan mengajukan pinangannya kepada putri Sang Raja.
Sangat mengejutkan, sang putri menyatakan kesediaannya untuk diperistri si Kelingking. Meski Sang Raja memintanya untuk memikirkan baik¬baik, namun Sang Putri tetap bersikeras dengan keinginannya. “Meski Kelingking itu tubuhnya kecil, namun ia telah menunjukkan jasa besarnya kepada negeri kita. Ia berani berkurban demi kepentingan negeri dan juga orang banyak. Orang yang bersifat seperti itu adalah orang mulia hingga hamba bersedia diperistrinya.”
Sang Raja akhirnya menyatakan persetujuannya untuk menikahkan putrinya dengan si Kelingking. Pesta pernikahan pun dilangsungkan dengan meriah selama tujuh hari tujuh malam. Sang Raja lantas memberikan hadiah berupa sebidang tanah dan juga beberapa prajurit. Atas perintah Sang Raja, istana untuk si Kelingking pun didirikan.
Dalam kehidupan sehari-hari setelah berumah tangga, si Kelingking mempunyai kebiasaan aneh yang menjengkelkan istrinya. Dalam waktu-waktu tertentu si Kelingking pergi entah kemana. Yang Iebih mengherankan bagi istri si Kelingking, setelah kepergiannya itu datang seorang pemuda gagah yang tampan wajahnya ke istana si Kelingking. Kerap si pemuda tampan itu menanyakan keberadaan si Kelingking.
“Suamiku tengah bepergian,” begitu jawaban istri si Kelingking jika pemuda gagah itu bertanya perihal suaminya.
“Bolehkah aku menunggu kedatangannya di istanamu ini dan berdua denganmu?”
“Tidak!” tegas jawaban istri si Kelingking. “Aku tidak mengizinkan pemuda asing sepertimu ini berdua denganku. Selama suamiku tidak memberiku izin, aku sekali-kali tidak akan mengizinkanmu untuk menunggu di ternpat ini:”
Si pemuda tampak bersungut-sungut wajahnya. Ia kemudian akan segera berlalu dan tidak lama kemudian si Kelingking pun kembali.
Istri si Kelingking menjadi penasaran untuk mengetahui siapakah sesungguhnya pemuda gagah berwajah tampan itu. Mengapa pula si pemuda tampan itu hanya muncul ketika suaminya tengah bepergian? Lantas, kemana pula suaminya pergi? Berbagai pertanyaan bergejolak di benak istri si Kelingking. Ia pun memutuskan untuk mengikuti kemana suaminya pergi secara diam-diam.
Pada suatu hari si Kelingking kembali berpamitan hendak pergi. Istri si Kelingking lantas mengikutinya secara sembunyi-sembunyi. Si Kelingking rupanya menuju sungai yang tidak jauh dari istananya. Setibanya ia di pinggir sungai, si Kelingking membuka bajunya dan menyembunyikan di semak-semak yang berada di pinggir sungai. Si Kelingking lantas memasuki air sungai. Tak berapa lama kemudian dari sungai itu muncul si pemuda gagah berwajah tampan. Si pemuda tampan langsung menaiki kuda putihnya dan memacunya ke arah istana si Kelingking.
Istri si Kelingking akhirnya mengetahui, si pemuda gagah berwajah tampan itu tidak lain adalah jelmaan suaminya sendiri. Ia pun mencari cara agar suaminya tetap berwujud pemuda gagah berwajah tampan itu. Maka dengan berjalan mengendap-endap ia menghampiri tempat suaminya menyimpan pakaiannya. Diambilnya pakaian itu dan dibawanya pulang ke istana. Istri si Kelingking lantas membakar pakaian itu setibanya ia di istana.
Seperti biasanya, si pemuda gagah datang ke istana si Kelingking dan menanyakan di mana si Kelingking. Ia juga tetap berusaha menunggu kedatangan si Kelingking dan meminta berduaan dengan istri Kelingking. Seperti biasanya pula istri si Kelingking menolak permintaannya dan si pemuda akan segera meninggalkan istana si Kelingking. Setelah pakaiannya tidak dapat ia temukan, ia kembali lagi ke istana si Kelingking.
“Mengapa engkau kembali lagi?” tanya istri si Kelingking dengan berpura-pura tidak mengetahui kejadian yang dialami pemuda itu.
“Aku tidak dapat menemukan pakaian yag semula kusembunyikan di semak-semak di dekat sungai,” jawab si pemuda berwajah tampan itu. “Jika engkau memercayaiku, sesungguhnya aku ini suamimu, si Kelingking.”
“Suamiku seorang lelaki yang tubuhnya sangat kecil, hanya sebesar kelingkingku. Bukan lelaki gagah seperti dirimu ini,” kata istri si Kelingking dengan sikap pura-puranya.
Si pemuda gagah yang sesungguhnya jelmaan si Kelingking lantas menjelaskan siapa dirinya yang sesungguhnya. “Maafkan aku karena telah mempermainkanmu, istriku,” katanya mengakhiri penjelasannya.
“Aku juga meminta maaf kepadamu, karena pakaianmu itu telah kubakar.”
Suami istri itu akhirnya saling memaafkan. Sejak saat itu wujud si Kelingking tak berbeda dengan kebanyakan manusia biasa Iainnya. Meski demikian, ia tetap dipanggil dengan nama aslinya: si Kelingking.
Si Kelingking dan istrinya pun hidup berbahagia sebagai suami istri di istana mereka yang indah.
Pesan moral dari Cerita Anak Rakyat Nusantara Kisah Si Kelingking adalah sekali-kali janganlah kita memandang rendah atau menghina orang lain hanya karena bentuk tubuhnya yang berbeda dengan kebanyakan orang. Di balik kekurangannya, pasti akan ada kelebihan yang dimilikinya karena Tuhan tidak pernah sia-sia dalam menciptakan segala sesuatu.
2. Cerita Anak Rakyat Nusantara : Kisah Tan Talanai
Tan Talanai adalah seorang raja Jambi pada masa lampau.Ia berasal dari Rabu Menarah. Ia menjadi raja menggantikan Raja Jambi sebelumnya, yakni Si Pahit Lidah, yang telah wafat.
Tan Talanai memerintah Kerajaan Jambi dengan adil dan bijaksana. Kesejahteraan rakyat pun meningkat dan segenap titah Tan Talanai dipatuhi segenap rakyatnya. Tan Talanai hidup berbahagia, mendapatkan penghormatan dan kemuliaan. Namun demikian hidup Tan Talanai serasa belum Iengkap karena ia belum dikaruniai seorang anak setelah lama berumah tangga. Ia menghendaki seorang anak yang akan dapat melanjutkan takhtanya.
Tan Talanai senantiasa berdoa agar dikaruniai anak. Doa dan permohonan Raja Jambi itu akhirnya dikabulkan Tuhan. Istrinya mengandung dan sembilan kemudian lahirlah seorang bayi lelaki. Tak terkirakan gembira dan bahagianya hati Tan Talanai. Namun, kegembiraan dan kebahagiaan itu kiranya tidak berlangsung lama. Hanya beberapa saat setelah bayi lelaki itu lahir, ahli nujum istana menjelaskan adanya bahaya dengan kelahiran bayi lelaki itu.
“Anak Paduka ini kelak akan membunuh Paduka!”
Tak terkirakan terkejutnya Tan Talanai mendengar ramalan ahli nujum istana. Ia sangat khawatir jika ramalan itu mewujud menjadi kenyataan. Ia lantas memerintahkan Datuk Emping Besi untuk menghanyutkan anaknya itu di lautan.
Datuk Emping Besi memasukkan bayi lelaki itu ke dalam kotak kayu dan kemudian menghanyutkannya ke laut lepas sesuai perintah Tan Talanai.
Kotak berisi bayi itu dipermainkan ombak hingga berhari-hari kemudian kotak itu terdampar di tanah Siam. Kebetulan Ratu Siam tengah berada di pantai untuk mencari ikan. Ketika mendapati kotak yang terdampar itu ia lantas memerintahkan prajuritnya untuk mengambilnya. Betapa terperanjatnya Ratu Siam ketika membuka peti itu dan mendapati seorang bayi di dalamnya. Dari tanda-tanda yang terdapat pada peti, Ratu Siam mengetahui jika bayi lelaki itu berasal dari Kerajaan Jambi. Ratu Siam sangat yakin jika bayi lelaki itu adalah putra Raja Jambi.
Ratu Siam merawat bayi lelaki itu dengan penuh kasih sayang Iaksana bayi lelaki itu anak kandungnya sendiri. Bayi itu pun tumbuh menjadi anak yang sehat lagi kuat. Seiring bertambahnya sang waktu, anak itu pun berubah menjadi seorang pemuda yang gagah. Tampan pula wajahnya. Berulang- ulang ia menanyakan siapakah sesungguhnya ayahandanya karena sejak kecil ia senantiasa diledek sebagai anak yang tidak mempunyai ayah. Ratu Siam akhirnya menjelaskan siapa dirinya. “Menurutku engkau adalah putra Raja Jambi”
Si pemuda sangat murka ketika mendengar kisah hidupnya. Ia bahkan berjanji akan membunuh bapaknya yang telah tega membuangnya ketika ia masih bayi. Ia pun berniat menyerang kerajaan Jambi. Kekuatan Kerajaan Siam pun segera disusun dan disiagakan. Waktu penyerangan pun dicanangkan, setahun kemudian.
Ratu Siam lantas berkirim surat kepada Tan Talanai. Ia menjelaskan, anak Tan Talanai akan datang memimpin prajurit-prajurit Siam guna menyerang Kerajaan Jambi.
Tan Talanai sangat murka mendengar rencana penyerangan Kerajaan Siam tersebut. Terlebih-Iebih pemimpin penyerangan itu adalah anak kandungnya sendiri. Tan Talanai lantas memerintahkan segenap prajuritnya untuk bersiaga.
Setahun kemudian kekuatan Kerajaan Siam pun datang ke Jambi. Peperangan yang sengit segera terjadi. Para prajurit Siam mengerahkan segenap kekuatannya untuk menyerang dan kekuatan Kerajaan Jambi mencoba menghadang serta memukul balik. Anak Tan Talanai mengamuk tak terkira, Iaksana hendak menumpahkan segenap kesaktiannya untuk kian menghancurkan. Tan Talanai pun tak kalah dahsyat sepak terjangnya untuk menghancurkan kekuatan Kerajaan Siam.
Bertemulah Tan Talanai dan anaknya sebagai musuh. Keduanya saling serang dengan sengit. Hingga beberapa saat, pertarungan keduanya terlihat seimbang karena keduanya sama-sama sakti. Keduanya saling serang dan saling tangkis. Hingga suatu ketika terbersit di benak Tan Talanai untuk mengalah agar tidak banyak lagi prajurit dari kedua belah pihak yang menjadi korban perang tersebut. Katanya kemudian, “Wahai anakku, jika engkau ingin mengalahkanku, ambilah sebuah batu. Pancunglah sekali batu itu dan gunakan untuk menikamku! Dengan cara itu aku akan menemui kematianku dan engkau akan keluar sebagai pemenang pertarungan kita ini”
Anak Tan Talanai terperanjat mendengar penuturan ayahandanya yang membukakan rahasia kesaktiannya agar dirinya dapat memenangkan pertarungan yang sangat sengit itu.
“Sebelum engkau membunuhku, perlu kiranya engkau mendengar penjelasanku dahulu,” kata Tan Talanai lagi. “Aku sungguh- sungguh telah melakukan kesalahan. Aku terlalu percaya pada ahli nujum istana ketika itu hingga membuangmu karena ketakutan dan kekhawatiranku bahwa aku akan mati di tanganmu! Aku serasa telah mendahului kehendakTuhan. Oleh karena itu aku memohon maaf padamu atas kesalahanku dan silakan engkau membunuhku jika ini memang telah menjadi kehendak Tuhan.”
Anak Tan Talanai langsung mendekati Tan Talanai. Bukan hendak menusukkan senjata pusakanya, melainkan memeluk kaki ayahandanya. Ia menangis dan memohon maaf atas kelancangan dan keberaniannya melawan ayahandanya itu. Ia terlalu menuruti kemarahan hatinya tanpa berpikir jernih.
Tan Talanai dan anaknya saling memaafkan. Bersamaan dengan bersatunya Tan Talanai dan anaknya itu maka perang antara Kerajaan Siam dan Kerajaan Jambi pun berakhir. Kedua kekuatan bahkan saling memaafkan meski sebelumnya saling serang untuk menggapai kemenangan.
Anak Tan Talanai kemudian mengajak kedua orangtuanya itu menuju Siam. Mereka hidup berbahagia bersama Ratu Siam. Ia dan kedua orangtuanya terus tinggal di Siam. Anak Tan Talanai bahkan akhirnya menjadi Raja Siam. Raja-raja Siam berikutnya adalah anak keturunannya. Maka, hingga kini orang-orang pun masih percaya jika Raja Siam itu sesungguhnya berasal dari Jambi. Sementara itu orang-orang pun percaya jika Raja Jambi itu berasal dari Turki, berawal dari Tan Talanai.
Pesan moral dari cerita anak rakyat nusantara kisah tan talanai adalah sebuah kedurhakaan besar bagi seorang anak yang berani terhadap kedua orangtuanya. Antara keluarga memang sudan seharusnya saling memaafkan jika terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Bersatu itu akan saling menguatkan, sementara bertengkar akan membawa perselisihan dan keruntuhan. Selain itu jangan percaya kepada ahli nujum karena jika mempercayainya kita akan dibawa kepada kesesatan.