Seorang ibu perlu membekali dan mendidik anak dengan beragam aspek, salah satunya adalah menanamkan nilai kejujuran dalam diri anak. Selain dalam praktek keseharian, mendongengkan cerita anak Islami tentang kejujuran juga dapat menjadi cara untuk mendidik dan menanamkan nilai kejujuran dalam diri anak.
Ada cukup banyak cerita anak Islami tentang kejujuran yang perlu didongengkan sebagai bekal penanaman karakter dalam diri anak. Berikut kami akan berikan beberapa cerita untuk bunda yang bisa Anda dongengkan kepada si kecil. Cek dulu yuk bunda!
Cerita Anak Islami Tentang Kejujuran Yunus Bin Ubaid
Siapa Yunus bin Ubaid?
Yunus bin Ubaid merupakan seorang pedagang emas yang berasal dari generasi tabi’in. Tabi’in sendiri merupakan orang Islam awal yang hidup di masa setelah nabi Muhammad SAW wafat atau dalam artian di masa sahabat nabi.
Sebagai seorang saudagar, Yunus bin Ubaid merupakan orang yang menjual barang sesuai dengan nilainya, tidak ditambah atau dikurangi sedikitpun. Ia selalu bersikap adil kepada pembelinya dalam berdagang emas.
Selain jujur, Yunus bin Ubaid juga terkenal sangat rajin. Tidak hanya rajin dalam mencari nafkah, ia juga rajin untuk sholat dua rakaat. Ia selalu membuka toko atau kiosnya lebih dulu bahkan beberapa jam sebelum orang lain membuka toko atau kios. Ketika tiba waktunya shalat dua rakaat, ia menitipkan kiosnya ke adik laki – lakinya.
Suatu hari, ketika Yunus menunaikan shalat dua rakaat dan kemudian kiosnya dijaga oleh adiknya kemudian ada seseorang dari kalangan Badui yang datang hendak membeli sesuatu. Setelah melihat – lihat perhiasan yang dijajakan di kios orang tersebut bertanya tentang sebuah perhiasan. “yang ini berapa harganya?”
Adik Yunus menjawab, “harganya 400 dirham”.
Ternyata orang tersebut sangat suka dengan perhiasan yang ditunjuk itu dan memutuskan membelinya bahkan tanpa menawar. Hanya saja sangat disayangkan ternyata sikap Yunus yang jujur tidak berbanding lurus dengan sikap sang adik.
Adik Yunus berlaku curang karena mengatakan harganya 400 dirham padahal harga sebenarnya yang ditetapkan oleh Yunus adalah hanya 200 dirham. Tanpa direncanakan, ketika orang Badui yang telah membeli perhiasan di kios Yunus keluar kemudian ia bertemu Yunus sendiri selaku pemilik kios di persimpangan.
Yunus tampaknya sudah mengetahui dan merasa kalau orang tersebut baru saja membeli sesuatu di kiosnya. Yunus pun menyapa orang Badui tersebut. Yunus bertanya, “Berapa harga barang yang kamu beli itu?”
Orang Badui tersebut menjawab, “400 dirham”.
Tentu saja Yunus sangat kaget dengan jawaban orang Badui tersebut karena merasa bahwa barang yang dibelinya jauh dari harga asli. Bahkan dua kali lipat dari harga asli yang ditetapkan.
Yunus pun berkata, “Tapi sebenarnya harga perhiasan ini hanya 200 dirham”.
Sadar bahwa adiknya menaikkan harga dua kali lipat, Yunus pun mengajak orang tersebut kembali ke kiosnya dengan maksud mengembalikan kelebihan uang dari perhiasan yang dibeli. Hanya saja orang Badui itu menolak niat baik Yunus dengan alasan bahwa harga yang diberikan sudah cocok karena dikampungnya harga barang seperti itu paling murah adalah 500 dirham.
Hanya saja karena Yunus memohon terus menerus, orang Badui tersebut pun menerima ajakan Yunus kembali ke kiosnya. Di sana, Yunus mengembalikan kelebihan uang pembelian dari orang Badui tersebut.
Ketika orang tersebut pergi, Yunus memanggil adiknya. Yunus bertanya, “Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah SWT atas apa yang telah kamu lakukan menjual barang dengan harga dua kali lipat?”
Tak mau disalahkan, adiknya pun berpikir bahwa itu bukan salahnya karena orang itu tidak mau menawar harga yang ditetapkannya.
“Dia sendiri yang mau membeli 400 dirham tanpa menawar”, jawab sang adik.
“Ya, namun di atas pundak kita ada sebuah Amanah yang harus dituntaskan yaitu memperlakukan saudara kita seperti kita memperlakukan diri kita sendiri” ujar Yunus.
Hal tersebut juga sejalan dengan HR. Bukhari yang mengatakan :
Tiada sesuatu yang dimakan oleh seseorang lebih baik dari apa yang dimakan dari hasil tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud As juga makan dari hasil kerja tangannya sendiri.
Cerita di atas tentu dapat menjadi contoh bahwa bekerja harus dengan kejujuran jika ingin mendapatkan rizki yang berkah dan sekaligus kepercayaan dari rekan bisnis atau pun pelanggan.
Lalu bagaimana jika hasil yang didapatkan dari usaha tidak besar? Kuncinya adalah bersabar. Sebagaimana contoh kesabaran yang ditunjukkan atau dicontohkan nabi Ayub. Mau tahu seperti apa kisah kesabaran nabi Ayub? Baca : Cerita Nabi Ayub, Belajar Sabar dari Dongeng Para Nabi
Baca juga : Kisah Nabi Sulaiman, Nabi yang Cerdas, Kaya dan Memiliki Pasukan Jin
Itulah sedikit informasi yang kami dapat bagikan terkait cerita anak Islami tentang kejujuran. Semoga apa yang kami sampaikan di atas menjadi ulasan yang inspiratif dan membawa manfaat.