Sepertinya legenda batu menangis merupakan cerita nusantara yang sudah banyak dikenal dan berasal dari Kalimantan Barat. Cerita tersebut berkisah tentang laknat tuhan yang diberikan ada anak yang durhaka kepada ibunya. Agar lebih jelas, yuk simak ulasan lengkap tentang alur cerita legenda batu menangis sebagai berikut.
Darmi Anak yang Pemalas
Di sebuah desa di Kalimantan barat hiduplah sepasang orang tua yang tinggal bersama dengan anaknya yang bernama Darmi. Mereka mencukupi kebutuhan sehari hari dengan bertani. Meskipun sedikit sulit, mereka masih bisa tidur dengan nyaman di rumah yang sederhana dan juga makan dengan hasil panen yang melimpah.
Keadaan mereka menjadi sulit saat ayah dari Darmi meninggal dunia. Ibu Darmi lah yang bekerja di sawah dan bahkan hanya mendapat upah harian sebagai buruh tani yang tidak seberapa. Meskipun melihat sang ibu kesulitan, Darmi tidak pernah membantunya sedikitpun. “Darmi ayo bantu ibu di sawah karena banyak yang harus dikerjakan.” Pinta sang ibu.
Darmi pun menjawab menjawab bahwa dirinya tidak ingin berangkat ke sawah. Meskipun sang ibu sudah memohon berkali kali, namun tetap saja jawabannya tidak berubah. Ia memang terkenal keras kepala dan sulit untuk dibujuk. Meskipun sudah tahu bahwa anaknya akan bersikap demikian, namun ibu Darmi tetap sedih dan terluka.
Darmi sangat rajin mempercantik diri dan mengagumi pantulan wajahnya di cermin. Warga desa pun sudah banyak yang membicarakan kecantikan wanita muda itu. Namun sayangnya, sifat Darmi tidak secantik wajahnya. Mungkin alasan itulah yang membuat Darmi tidak banyak mendapatkan simpati dari para tetangga. Dirinya pun terkenal sombong dan suka pamer.
Permintaan Darmi Yang Membuat Ibunya Susah
Suatu hari, Darmi meminta uang pada ibunya untuk membeli peralatan kecantikan. “Bu, uang hari ini Darmi pakai ya. Peralatan kecantikanku habis jadi aku tidak bisa bersolek.” Ibu pun menjawab “Tapi nak, uang ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja, jika kamu menggunakannya, nanti kita harus makan apa?”. Setelah mendengar itu, Darmi tidak bergeming.
“itu perkara mudah kan ibu bisa kerja lagi di sawah untuk dapatkan uang” rengek Darmi. Ibu Darmi pun menyerah dan akhirnya memberikan upah yang dia bawa untuk menuruti permintaan anak semata wayangnya. Kejadian semacam ini tidak hanya terjadi satu kali, melainkan sudah sangat sering. Namun ibu dari Darmi pun masih berusaha sabar.
Sampai suatu ketika, Darmi yang merasa malas keluar rumah meminta sang ibu untuk membelikan peralatan kecantikannya yang habis. namun sayangnya, sang ibu tidak tahu bahan apa yang dimaksud oleh Darmi. Beliau pun berkata, “Nak lebih baik kamu ikut saja ke pasar karena ibu tidak tahu kosmetik apa yang kamu gunakan.” Jawab sang ibu.
Darmi Tidak Mengakui Ibunya dan Berubah Menjadi Batu
“Aku harus ke pasar? Aku tidak mau bu! Hari ini sangat panas dan pasar itu kotor. Aku tidak mau berangkat ke sana!” ujar Darmi dengan kesal. “lantas mau bagaimana lagi Darmi? Ibu tidak tahu barang apa itu, takutnya malah salah beli dan mubazir.” Jelas sang ibu. Setelah dibujuk barulah Darmi mau ikut ke sana namun dengan satu syarat, yaitu agar ibunya berjalan di belakang.
Mendengar hal tersebut, Ibu dari Darmi pun terkejut dan tidak percaya dengan perkataan anaknya. Sepanjang jalan ke pasar, Darmi berada di depan dan tidak menoleh sedikitpun kepada ibunya. Orang orang yang melihat mereka tidak akan mengira bahwa wanita yang berdiri di belakang Darmi adalah ibunya. Penampilan mereka sangat berbeda seperti bukan satu keluarga.
“Hai Darmi, kamu tumben datang ke pasar. Ada apa?” Tanya teman Darmi yang kebetulan berbelanja juga di pasar.. “ini aku datang untuk belanja kosmetik sambil melihat suasana pasar.” jawab Darmi. Teman tersebut pun kembali bertanya “Itu siapa yang ada di belakangmu? Dia ibu mu?”. Mendengar pertanyaan tersebut Darmi terkesiap. Darmi merasa malu atas penampilan ibunya yang lusuh.
“Bukan lah.., dia Pembantu di rumahku. Mana mungkin dia ibuku”. Mendengar hal tersebut hati Darmi sangar sakit. Dia tidak mengira bahwa anaknya menganggap dirinya sebagai pembantu. Ibu Darmi pun terdiam dan tidak mengatakan apapun. “Ibu ada apa? Ayo kita segera jalan”.
eskipun Darmi memintanya berjalan, sang ibu tidak bergerak sedikitpun.
Ibu Darmi pun tiba tiba menengadahkan tangan dan menangis sambil berkata, “Ya Gusti, aku sudah tidak tahan dengan sikap anakku. Tolong berikan pelajaran yang setimpal atas apa yang telah dilakukannya pada ku.
Aku benar benar mohon padamu ya Tuhan!” tidak lama setelah itu, langit menjadi mendung. Tidak disangka, tubuh Darmi pun langsung mengeras menjadi batu.
Pesan Moral Legenda Batu Menangis
Oleh masyarak setempat, baru tersebut disebut sebagai Batu Menangis. Dari cerita tersebut dapat ditarik pesan bahwa sebagai seorang anak, kita harus berbakti kepada orang tua. Kita tidak boleh berlaku semena mena kepada mereka. perlu diingat pula bahwa doa orang tua adalah ridho nya Tuhan sehingga apapun yang didoakannya akan didengar oleh yang maha kuasa.
Seperti apapun kondisi orang tua kita, kita tetap harus menghormatinya. Mereka adalah orang yang sangat berjasa pada kita. Bahkan mereka adalah orang yang mampu mengorbankan apapun demi kebahagiaan anaknya. Cerita lain yang masih mengusung tema anak yang durhaka adalah cerita rakyat Malin Kundang. Kisah tersebut berasal dari Sumatera Barat dan sudah melegenda.