Dua Kisah yang akan Kakak dongengkan kali ini diambil dari kumpulan legenda cerita rakyat Indonesia dari Sulawesi Utara. Dua cerita rakyat nusantara ini bisa menjadi teman adik-adik pada libur akhir pekan kali ini. Untuk menemani Adik-adik dilibur akhir pekan yang panjang ini blog dongengceritarakyat.com menyediakan berbagai cerita rakyat indonesia yang berkualitas, misalnya pada posting sebelumnya yaitu cerita daerah nusantara dan dongeng cerita rakyat nusantara .
Kumpulan Legenda Cerita Rakyat Indonesia : Abo Mamongkuroit Dan Raksasa
Alkisah hiduplah sepasang suami istri pada masa lampau. Sang suami bernama Abo Mamongkuroit dan istrinya bernama Monondeage. Keduanya telah lama berumah tangga, namun belum juga dikaruniai anak.
Abo Mamongkuroit setiap hari pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Kayu-kayu yang didapatkannya akan dijualnya ke pasar. Monondeage memelihara ayam-ayam di rumahnya. Ia kadang menjual telur dan juga sebagian ayamnya itu ke pasar untuk menambah penghasilan, Meski suami istri itu telah bekerja keras, namun hidup mereka terbilang miskin. Abo Mamongkuroit pun berencana untuk pergi merantau ke negeri seberang untuk mencari peruntungan baru. Keinginan itu disampaikan Abo Mamongkuroit kepada istrinya.
Semula Monondeage ingin mengikuti suaminya itu untuk pergi merantau. Namun, Abo Mamongkuroit melarangnya. Katanya, “Sebaiknya engkau tetap tinggal di rumah kita ini sambil mengurus ayam-ayam kita. Jika rumah ini kita tinggalkan, niscaya Tulip si raksasa yang tinggal di hutan itu akan merusak rumah kita dan mengambil ayam-ayam peliharaan kita.”
Monondeage akhirnya bersedia tinggal di rumah. Ia meminta suaminya segera pulang jika telah berhasil mendapatkan uang yang banyak. Abo Mamongkuroit mengiyakan pesan istrinya.
Sepeninggal suaminya, Monondeage menggantikan peran suaminya untuk mencari kayukayu bakar di hutan dan juga tetap mengurus ayam-ayam peliharaannya.
Pada suatu hari Monondeage didatangi Tulip si Raksasa. Monondeage sangat ketakutan. Ia merasa hidupnya akan segera berakhir karena dimangsa Tulip si Raksasa yang terlihat kelaparan itu. Ia pun memohon agar Tulip si Raksasa tidak memangsanya.
“Aku tidak akan memangsamu, asalkan engkau bersedia kubawa pulang ke rumahku di hutan,” kata Tulip si Raksasa.
Monondeage mencari cara agar tidak dibawa Tulip si Raksasa. Ia pun mengemukakan alasan, “Tulip, aku ini telah sebulan tidak mandi. Lihatlah, banyak lalat yang merubung tubuhku. Engkau tentu akan jijik dan tidak tahan berdekatan denganku.”
“Lantas, apa maumu?”
“Aku akan mandi dahulu sebelum ikut denganmu.”
Tulap si Raksasa membolehkan. Katanya, “Besok aku akan datang kembali ke sini. Engkau harus ikut denganku ke rumahku.”
Keesokan harinya Tulap si Raksasa mendatangi Monondeage untuk mengajak Monondeage ke rumahnya. Istri Abo Mamongkuroit itu kembali memberikan alasannya agar tidak dibawa Tulip si Raksasa. Katanya, “Lihatlah rambutku ini. Sangat kotor, bukan? Itu karena sebulan ini aku belum mencuci rambutku. Izinkan aku mencuci rambutku Iebih dahulu sebelum aku ikut denganmu.”
Tulip si Raksasa terpaksa mengizinkan. Ia lantas meninggalkan Monondeage dan berjanji akan datang keesokan harinya untuk menjemput Monondeage.
Begitulah yang terjadi. Setiap hari Tulip si Raksasa datang ke rumah Monondeage, namun setiap kali itu pula Monondeage memberikan alasannya agar tidak dibawa raksasa pemangsa manusia itu. Monondeage sangat berharap suaminya segera tiba. Ia yakin, dengan kesaktiannya, suaminya akan mampu mengalahkan Tulip si Raksasa. Namun, karena Abo Mamongkuroit tidak juga segera datang, Monondeage menjadi kebingungan memberikan alasan.
Tulip si Raksasa sangat marah mendapati Monondeage senantiasa mengulur-ulur waktu. Ia tidak bisa lagi menunggu. Maka didatanginya Monondeage untuk dibawanya paksa.
“Sebentar, Tulap,” kata Monondeage kembali memberikan alasan, “biarkan aku menyelesaikan masakanku ini dahulu sebelum engkau bawa”
“Aku tidak bisa lagi menunggu!” terdengar menggelegar suara Tulap si raksasa. “Sekarang ini juga engkau harus ikut denganku!”
Monondeage tidak bisa lagi mengelak. Ia terpaksa menuruti ajakan Tulap si Raksasa, Jika ia membangkang, ia khawatir Tulap si Raksasa akan memangsanya waktu itu juga. Monondeage dibawa Tulap si Raksasa ke rumahnya. Ia dimasukkan ke dalam kurungan besi bersama orang-orang lainnya yang telah ditangkap Tulap si Raksasa. Semuanya terlihat sedih karena sebentar lagi mereka akan dimangsa Tulap si Raksasa dan istrinya.
Syandan, Abo Mamongkuroit tiba dari perantauannya dengan membawa uang dalam jumlah yang banyak. Ia sangat keheranan ketika mendapati rumahnya sepi, istrinya tidak ada. Ia lantas mencari-cari istrinya itu di sekitar rumahnya. Karena tidak ditemukannya, Abo Mamongkuroit pun mencarinya ke hutan. Ia sangat mengkhawatirkan keselamatan istrinya.
Abo Mamongkuroit terus berjalan memasuki hutan. Serasa tidak lelah-lelahnya ia mencari keberadaan istrinya. Di tengah hutan Abo Mamongkuroit mendapati sebuah rumah yang sangat besar. Ia yakin, itu rumah Tulap si Raksasa. Dengan mengendap-endap Abo Mamongkuroit memasuki rumah besar itu. Abo Mamongkuroit terperanjat saat mendapati istrinya berada dalam kurungan besi bersama orang-orang lain. Ia lantas membebaskan istrinya dan orang-orang di dalam kurungan besi itu.
Abo Mamongkuroit tidak bisa segera membawa istrinya keluar dan rumah besar itu karena Tulap si Raksasa mendadak datang menghadangnya.
“Siapa kau? Berani-beraninya engkau memasuki rumahku dan membebaskan orang-orang yang akan aku mangsa!” teriak Tulap si Raksasa dengan kemurkaan meluap-luap.
Abo Mamongkuroit tidak takut berhadapan dengan raksasa sang pemangsa manusia itu. Dengan lantang dijawabnya teriakan Tulap si Raksasa, “Aku Abo Mamongkuroit. Aku datang untuk menyelamatkan istriku!”
“Istrimu telah menjadi milikku. Jangan sembarangan engkau membebaskannya. Atau engkau ingin kumangsa pula?”
“Silakan engkau memangsaku, jika engkau mampu!” tantang Abo Mamongkuroit.
Dengan kemarahan meluap, Tulap si raksasa menyerang Abo Mamongkuroit. Namun, serangan raksasa pemangsa manusia itu tidak mengena pada sasaran karena Abo Mamongkuroit mampu menghindarinya. Berulang-ulang Tulap si Raksasa menyerang, berulang-ulang pula Abo Mamongkuroit mampu berkelit dan menghindari serangan bertubitubi itu. Tulap si Raksasa menjadi kelelahan. Ketika itulah Abo Mamongkuroit melepaskan serangan mematikannya. Dengan mengerahkan kesaktiannya, Abo Mamongkuroit menyerang Tulap si Raksasa hingga raksasa ganas pemangsa manusia itu pun akhirnya roboh dan tewas.
Abo Mamongkuroit dan istrinya kembali ke rumahnya. Begitu pula dengan orang-orang yang sebelumnya disekap Tulap si Raksasa. Mereka semua berbahagia setelah mendapati Tulap si Raksasa telah mati. Segenap warga desa juga bergembira. Mereka kini merasa aman dan damai, tidak harus merasa takut dengan raksasa pemangsa manusia itu.
Abo Mamongkuroit tidak lagi meninggalkan istrinya. Dengan uang yang banyak yang dibawanya dari perantauan, ia hidup berbahagia bersama istri tercintanya.
Pesan moral dari kumpulan legenda cerita rakyat Indonesia : Abo Mamongkuroit dan raksasa adalah kita hendaklah senantiasa bersikap tenang dalam keadaan apapun. Selain itu, kita hendaklah mengemukakan kecerdikan dan keberanian untuk menghadapi sesuatu yang mengancam keselamatan kita. kecerdikan dan keberanian yang dilandasi dengan kebenaran akan mampu mengalahkan kejahatan.
Kumpulan Legenda Cerita Rakyat Indonesia : Sigarlaki Dan Limbat
Tersebutlah seorang pemburu andal di Tondano pada masa lampau, Sigarlaki namanya. Sigarlaki amat terampil melemparkan tombak. Jika ia melontarkan tombaknya, hampir tidak pernah lontarannya itu meleset pada sasaran yang ditujunya.
Sigarlaki mempunyai seorang pelayan yang sangat setia. Limbat namanya. Limbat senantiasa mengiringi Sigarlaki ketika berburu. Selain itu, Limbat selalu mentaati dan mematuhi perintah Sigarlaki. Selama menjadi pelayan Sigarlaki, Limbat tidak pernah sekalipun mengkhianati Sigarlaki.
Pada suatu hari Sigarlaki mengajak Limbat untuk berburu. Sangat mengherankan, hari itu Sigarlaki tidak melihat hewan buruan meski hanya seekor pun. Yang didapatinya hanyalah hewan-hewan kecil yang tidak biasa menjadi hewan buruan. Seharian Sigarlaki terus mencari, tidak juga ia menemukan seekor hewan buruan pun. Menjelang senja ia memutuskan untuk kembali pulang. “Benar-benar hari yang sial,” katanya bersungut-sungut.
Sesampainya di rumah, kekesalan Sigarlaki kian menjadi-jadi ketika melihat daging persediaannya telah hilang. Segera memuncak kemarahannya. Serunya pada Limbat, “Siapa yang berani mencuri daging persediaan kita?”
Limbat yang tidak mengetahui langsung menggelengkan kepalanya. “Saya tidak tahu, Tuan,” jawabnya.
Sigarlaki menatap wajah Limbat lekat-lekat.
“Atau jangan-jangan … engkau sendiri yang mencuri daging persediaan kita itu!”
Limbat sangat terkejut dituduh mencuri daging persediaan milik Sigarlaki. Jawabnya, “Saya tidak mencurinya, Tuan. Bahkan, terlintas dalam pikiran saya pun tidak.”
“Aku tidak asal menuduh,” ujar Sigarlaki. “Selama ini tidak ada orang lain yang berani masuk ke rumahku ini. Hanya engkau dan aku. Lantas, jika daging itu hilang, pasti engkau yang telah mencurinya!”
“Tuan, janganlah Tuan menuduh saya mencuri! Saya bukan pencuri! Selama saya menjadi pembantu Tuan, apakah pernah Tuan mendapati saya mencuri?”
Akan tetapi Sigarlaki terus saja menyudutkan dan menuduh Limbat telah mencuri daging persediaannya. Limbat terus saja menolak dan menyangkal tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya itu,
“Benarkah engkau tidak mencurinya?”
“Benar, Tuan,” tegas jawaban Limbat. “Saya bersumpah bahwa saya tidak mencuri daging itu:’
“Engkau dapat dan berani membuktikannya?”
“Apapun juga yang Tuan kehendaki untuk membuktikan bahwa saya tidak bersalah, saya bersedia melakukannya,” kata Limbat.
Sigarlaki pun memberikan syarat yang sangat berat untuk Limbat. Sigarlaki akan menancapkan tombaknya ke dalam sebuah kolam. Bersamaan dengan menyelam ke dalam kolam itu. “Jika engkau keluar dari kolam itu sebelum aku mencabut tombakku, maka itu berarti engkau mencuri daging persediaan kita. Namun, jika aku mencabut tombakku sebelum engkau muncul dari kolam, itu berarti engkau memang tidak mencurinya. Bagaimana? Engkau berani menerima tantanganku untuk membuktikan kejujuranmu?”
Limbat merasa syarat yang diajukan Sigarlaki sangat berat. Namun, Limbat bersikeras untuk melakukannya untuk membuktikan bahwa la memang bukan pencuri.
Sigarlaki dan Limbat lantas menuju sebuah kolam. Sigarlaki lalu menancapkan tombaknya beriringan dengan tubuh Limbat yang memasuki z kolam tersebut. Limbat menyelam di dalam kolam seraya menahan napas.
Beberapa saat kemudian terlihat seekor babi hutan datang dari hutan untuk meminum di kolam itu. Sigarlaki terperanjat mendapati babi hutan itu. tombak yang ditancapkannya segera dicabutnya. Dibidiknya babi hutan itu dan dilontarkannya tombaknya. Sangat mengherankan, lontaran tombak Sigarlaki luput dari sasaran yang dibidiknya. Babi hutan itu lalu berlari untuk memasuki hutan kembali.
Karena Sigarlaki telah mencabut tombaknya sebelum Limbat keluar dari kolam, sesungguhnya Sigarlaki telah kalah. Limbat sudah seharusnya bebas dari tuduhan pencurian. Namun, Sigarlaki tetap tidak mau mengakui kekalahannya. Ia menyatakan pengangkatan tombaknya itu belum dihitung karena ia melihat seekor babi hutan. “Kita ulangi sekali lagi,” kata Sigarlaki.
Limbat hanya bisa menerima perintah Sigarlaki. Ia langsung menyelam ke dalam kolam ketika majikannya menancapkan tombaknya. Baru juga beberapa saat Limbat menyelam, seekor kepiting besar datang dan mendekati kaki Sigarlaki.
Dengan dua capit besarnya, kepiting itu menggigit kaki Sigarlaki.
Sigarlaki menjerit kesakitan akibat gigitan kepiting itu. Serentak ia mencabut tombaknya. Sekali lagi Limbat telah membuktikan jika dirinya bukan pencuri. Sigarlaki yang asal menuduh itu telah mendapatkan hukuman berupa gigitan kepiting besar yang sangat menyakitkan pada kakinya!
Pesan moral dari kumpulan legenda cerita rakyat Indonesia : Sigarlaki dan limbat adalah jangan asal menuduh jika tidak mempunyai bukti yang kuat. Tuduhan tanpa bukti yang kuat bisa jadi berupa fitnah.