Cerita Rakyat Jambi – Cerita Daerah Jambi Terbaik

Kisah Putri Tangguk yang merupakan cerita rakyat Jambi sudah tersebar keseluruh wilayah nusantara. Tidak salah kiranya cerita daerah Jambi Putri Tangguk dimasukan dalam kumpulan cerita rakyat Indonesia. Kisah rakyat Jambi ini bercerita tentantg penyesalan yang terlambat dari seorang istri yang sekaligus menjadi ibu dari anak-anaknya. Legenda rakyat Jambi Putri Tangguk mengejarkan kita pesan moral yang sangat bagus untuk dilakukan. Sudah penasaran dengan kisah seru kali ini. Ini dia cerita lengkapnya.

Kumpulan Cerita Rakyat Jambi – Cerita Daerah Jambi Terbaik : Kisah Putri Tangguk – Jambi

Cerita Rakyat Daerah Jambi Putri Tangguk
Cerita Rakyat Daerah Jambi Putri Tangguk

Hari ini Putri Tangguk akan memanen sawahnya lagi. Sawahnya tidak besar, tapi hasilnya banyak sekali. Anehnya lagi, setiap habis dipanen, padinya selalu muncul dan siap untuk dipanen lagi. Tujuh lumbung milik Putri Tangguk pun hampir penuh menampung hasil panen.

Putri Tangguk hidup bersama suami dan ketujuh anaknya. Setiap hari ia dan suaminya pergi ke sawah untuk memanen padi. Hari ini adalah panen terakhir. Putri Tangguk mengajak semua anaknya. Setelah ketujuh Iambungnya penuh, ia bisa beristirahat untuk beberapa bulan ke depan. Putri Tangguk dan keluarganya memanen padi di sawah mereka. Hasil panen itu mereka masukkan ke gerobak besar.

“Nah, selesai sudah panen terakhir kita. Persediaan padi kita cukup untuk beberapa bulan,” kata Putri Tangguk. Mereka mendorong gerobak bersama-sama. Mereka senang memiliki sawah yang subur dan menghasilkan banyak padi.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Putri Tangguk terjatuh. “Aduuhh…,” teriaknya. “Hati-hati Bu, semalam hujan deras sekali, makanya jalanan jadi licin,” kata suaminya sambil membantunya berdiri.

Cerita Rakyat Jambi  Kisah Putri Tangguk
Cerita Rakyat Jambi Kisah Putri Tangguk

“Hujan tak tahu diri! Gara-garanya jalanan ini jadi licin. Bisa-bisa aku terjatuh lagi nanti. Bukankah perjalanan ke rumah masih jauh?” omel Putri Tangguk. Putri Tangguk lalu mengambil padi yang baru dipanen dan diserakkan di jalanan.

“Apa yang Ibu lakukan? Mengapa padi-padi itu dibuang?” tany anak sulungnya.

“Ibu bukan membuang padi. Ibu menyerakkannya supaya jalan ini tidak licin lagi. Padi ini kuanggap sebagai pengganti pasir.” jawab Putri Tangguk.

“Istriku… bukankah padi itu untuk kita makan? Rasanya tidak baik jika kita membuang-buang makanan,” nasihat suaminya.

“Ah… masa bodoh. Bukankah padi kita sudah banyak? Kau mau aku jatuh lagi dan tulangku patah?” jawab Putri Tangguk sambil terus menyerakkan padi-padinya. Suami dan anak-anaknya tak bisa membantah. Akhirnya padi di gerobak tinggal separuh.

Sejak panen terakhir itu, Putri Tangguk tak pernah lagi ke sawah. Ia lebih banyak berada di rumah, merawat anak-anaknya. Suatu malam, ketika Putri Tangguk tidur, anaknya yang bungsu merengek karena lapar. Putri Tangguk pergi ke dapur untuk mengambil nasi di panci.

“Aneh, kenapa panci ini kosong? Bukankah tadi masih ada sedikit nasi di sini?” katanya dalam hati. Karena si bungsu terus merengek, Putri Tangguk memutuskan untuk menanak nasi lagi. Putri Tangguk kembali terkejut. Beras yang disimpannya di kaleng juga lenyap tak berbekas. Ia ingat betul, sebelumnya di kaleng itu masih banyak beras.

“Ke mana perginya beras itu? Jangan-jangan ada orang yang men- curinya.” Putri Tangguk tak bisa berpikir panjang. Ia sangat mengantuk. Dibujuknya si bungsu untuk tidur. Besok, ia akan mengambil padi di lumbung clan menumbuknya menjadi beras.

Pagi pun tiba, ketika ia mendengar teriakan suaminga. “Istriku.., is- triku… cepat kemari!” Putri Tangguk segera Iari keluar menemui suaminga yang sedang berdiri di depan pintu lumbung. Lumbung itu kosong melompong! Putri Tangguk menghampiri suaminya. “Apa gang terjadi, Bang?” tanganya cemas. “Aku tak tahu. Lumbung ini sudah kosong saat aku membukanya,” jawab suaminya. Putri Tangguk dan suaminya segera memeriksa lumbung yang lain. Mereka berdua terkulai lemas, karena mendapati semua lumbung telah kosong. Tak tersisa sebutir padi pun.

Putri Tangguk menangis “Apa gang terjadi padaku? Sejak semalam sudah terjadi keanehan. Nasi di panci hilang. Beras di kaleng hilang. Sekarang padi di lumbung pun hilang.” Suaminya berusaha untuk menghibur, “Jangan cemas istriku. Bukankah kita masih memiliki sawah? Ayo kita tengok, siapa tahu padinya telah menguning,” Dengan perasaan cemas, Putri Tangguk pun mengikuti suaminga ke sawah.

Tangis Putri Tangguk semakin keras saat melihat sawahnya. Sawah itu telah hilang dan berubah menjadi tumbuhan semak belukar. Putri Tangguk duduk bersimpuh di tanah, “Apa maksud semua ini? Apa salahku?” ratapnya. Seharian itu Putri Tangguk menangis. Ia tak mau pulang. Ia mencemaskan anak-anaknya yang belum makan.

Ia bersikeras untuk menunggui sawahnya dan berharap keajaiban terjadi. Suaminya mengalah dan pulang ke rumah untuk menjaga anak-anaknya. Karena kelelahan, Putri Tangguk tertidur di sawah. Dalam mimpi, ia didatangi oleh segerombolan padi yang bisa berbicara. “Hai Putri Tangguk, inilah buah kesombonganmu. Masih ingatkah kau ketika membuang kami begitu saja di jalanan?” tanya mereka. Putri Tangguk terkejut mendengar perkataan padi itu. Ia kemudian teringat perbuatannya. “Kau telah menghina kami karena menjadikan kami pasir untuk alas jalanmu. Kami ini dipanen untuk dimakan, bukan untuk diinjak. Dengan membuang kami, berarti kau tak membutuhkan kami untuk makananmu,” kata padi-padi itu lagi.

Putri Tangguk diam tak menjawab. Ia menyesali kebodohannya membuang-buang padi di jalan. “Tidak bisakah kalian memaafkanku?” tanya Putri Tangguk. “Memaaafkan itu perkara yang mudah. Tapi kami tak bisa lagi seperti dulu, tumbuh dengan mudah di sawahmu. Sekarang kau dan keluargamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kami. Bersihkan tanah ini dari semak-semak, bajaklah, dan tanamlah kami. Setelah tiga bulan, kau baru akan memanen kami. Demikian seterusnya,” jawab padi-padi itu. Putri Tangguk hendak menjawab ketika kemudian ia tersentak bangun dari tidurnya.

Lalu ia pulang ke rumah dan menceritakan mimpinya pada suaminya. Putri Tangguk sekeluarga bergotong-royong untuk menanam padi lagi. Dengan sabar mereka menunggu sampai padi itu siap dipanen. Sekarang, Putri Tangguk tak pernah menyia-siakan sebutir padi pun. Ia merawat sawah dan menjaga padinya dengan baik. Ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Meskipun keadaannya sekarang susah, Putri Tangguk bersyukur telah mendapat pelajaran berharga.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Jambi Putri Tangguk adalah Hargai segala hal yang kau miliki sekarang. Jangan pernah menyia-siakannya karena menyesal kemudian tak ada gunanya

Cerita Daerah Jambi : Kisah Fabel Rubah dan Kelinci

Sebuah petani memiliki pertanian dan perternakan yang besar, pertaniannya terdiri dari tanaman jagung, umbi, ketela pohon, melon dan semangka sedangkan hewan peternakannya adalah sapi, domba, kerbau dan kelinci. Setiap hari hewan-hewan ternak itu digembalakan di lapangan yang luas, kecuali para kelinci mereka tidak digembalakan di lapangan luas tersebut tapi mereka dibuatkan sebuah tempat datar yang ditanami rumput dan sayuran namun tempat itu dikelilingi pagar besi. Para hewan ternak yang digembalakan di lapagan luas itu kerap saja di serang oleh para rubah dan serigala beberapa bulan terakhir sudah 4 ekor domba yang hilang karena dibawa oleh serigala, rubah sering membawa anak-anak domba yang masih kecil untuk dia mangsa.

Maka sang petani memutuskan untuk memelihara beberapa anjing gembala untuk melindungi para ternak dari serangan serigala. Kehadiran anjing-anjing tersebut memberikan dampak yang baik bagi hewan-hewan ternak mereka merasa aman akan kehadiran para anjing yang menjaganya dan para serigala harus berhati-hati jika ingin memangsa seekor domba karena mereka harus berhadapan langsung dengan anjing-anjing gembala.

Suatu hari seekor rubah berjalana menuju peternakan untuk mencari makanan, rubah itu menuju lapangan dimana dia bisa membawa seekor anak domba untuk dia makan, namun dari kejauhan dia melihat beberapa ekor anjing gembala yang ukurannya sangat besar sedang berjaga-jaga. Rubah tidak mau ambil resiko untuk menangkap seekor anak domba maka dia berpikir untuk mencari hewan ternak lain, setelah beberapa saat sang rubah mengalihkan perhatiannya ke tempat kandang-kandang hewan ternak.

Sang rubah mendatangi kandang-kandang hewan-hewan ternak itu dan memeriksanya satu persatu karena merasa aman dari para anjing sang rubah memeriksanya dengan santai dan kebetulan dia melihat beberapa ekor kelinci berbadan gemuk sedang mengunyah rumput-rumput di dalam kandang yang dikelilingi oleh pagar.

Rubah mencoba masuk ke kadang tersebut namun tubuhnya terlalu besar untuk dapat masuk ke sela-sela besi, seekor kelinci mendatangi sang rubah yang berusaha untuk masuk dan mengejek sang rubah, sang kelinci terus saja mengejek rubah hingga rubah merasa gusar, kelinci melihat sang rubah mencoba untuk meraihnya namun usahanya gagal dan sang kelincipun terus saja mengejeknya tanpa henti.

Sang rubah yang mendapatkan ejekan itu kini duduk dan melihat kearah sang kelinci dengan tatapan yang menakutkan lalu tidak lama kemudian sang rubah pergi meninggalkan kandang tersebut sambil berkata “Tuan kelinci jika saja kau berada di luar sana memakan rumput dengan asiknya sambil menengok kanan dan kirimu, kemudian aku datang pastinya kau akan lari terbirit-birit. Jadi jangan khawatir tuan kelinci aku tidak akan dendam kepadamu karena yang meledeku bukanlah dirimu tapi kandang besi ini.” mendengar sang rubah berkata seperti itu sang kelinci diam lalu mengejeknya kembali. Sang rubah pergi tanpa menghiraukan sang kelinci.

Pesan moral dari Cerita Daerah Jambi : Kisah Fabel Rubah dan Kelinci adalah janganlah sombong ketika kita berada pada situasi yang unggul, karena suatu saat pasti kita akan mengalami situasi dimana kita sedang berada disaat yang tidak menguntungkan.

 

Tinggalkan Balasan