Cerita rakyat dari sumatera selatan mengenai asal muasal Pulau Kemaro sangat terkenal di Nusantara, sama seperti legenda dari sumatera selatan lainnya yaitu Cerita Rakyat Sumatera Selatan – Si Pahit Lidah. Malam hari ini adik-adik akan Kakak ceritakan mengenai buruknya kebiasaan terburu-buru. Adik-adik bingung yah? Apa hubungannya kebiasaan terburu-buru dengan cerita rakyat Sumatera Selatan yang akan kakak ceritakan. Untuk tahu jawabannya adik-adik harus membaca contoh cerita rakyat nusantara sampai selesai.
Cerita Rakyat Dari Sumatera Selatan : Asal Muasal Pulau Kemaro
Dahulu, di Kerajaan Sriwijaya ada seorang putri yang cantik dan baik hati bernama Siti Fatimah. Kecantikan dan kebaikan budinya terdengar ke mana-mana. Tak seorang pun pemuda berani datang melamar sang Putri, karena Raja menginginkan putrinya menikah dengan laki-laki keturunan raja.
Suatu saat, datanglah seorang pemuda bernama Tan Bun Ann. Pemuda tersebut datang dari kerajaan di negeri Cina untuk berniaga di Kerajaan Sriwijaya. la lalu menghadap Paduka Raja.
“Paduka Raja, kedatangan hamba ke sini adalah untuk berdagang. Untuk itu, hamba mohon agar Paduka memberikan izin kepada hamba untuk tinggal dan berdagang di kerajaan ini,” ujar Tan Bun Ann.
Raja memberikan izin kepada Tan Bun Ann dengan syarat pemuda itu harus memberikan sebagian keuntungannya kepada kerajaan. Tan Bun Ann pun menyanggupi syarat yang diberikan Raja.
Pemuda dari kerajaan di negeri Cina itu pun mulai berdagang dan tinggal di Kerajaan Sriwijaya. Secara teratur, ia datang ke Kerajaan Sriwijaya untuk menyetorkan sebagian keuntungan dagangnya kepada kerajaan. Suatu kali, ia bertemu dengan Putri Siti Fatimah, kemudian Tan Bun Ann jatuh hati.
Ternyata, Siti Fatimah juga mempunyai perasaan yang sama dengan Tan Bun Ann. Mereka lalu menjalin hubungan kasih. Kemudian, Tan Bun Ann menghadap Raja untuk minta restu.
“Paduka, kedatangan hamba menghadap, karena hamba ingin mengutarakan keinginan untuk meminang Putri Siti Fatimah menjadi istri hamba,” kata Tan Bun Ann.
Raja Sriwijaya berpikir sejenak. la tahu bahwa Tan Bun Ann adalah putra mahkota dari sebuah kerajaan besar di negeri Cina, karena itu ia tidak keberatan putrinya menikah dengan pemuda itu.
“Anak muda, aku tahu kau pemuda yang baik. Aku tidak keberatan putriku menikah denganmu. Namun, kau harus menyediakan sembilan guci berisi emas.”
Tan Bun Ann menyanggupi syarat yang diajukan Raja. la lalu menghubungi orangtuanya di negeri Cina. Orangtua Tan Bun Ann memberikan restu kepada mereka. Namun sayang, orangtua Tan Bun Ann tidak bisa menghadiri pernikahan anaknya dengan Putri Siti Fatimah. Lalu, mereka mengirimkan utusan kerajaan untuk mengantarkan sembilan guci berisi emas ke Kerajaan Sriwijaya.
Utusan Kerajaan Cina segera berangkat menuju Kerajaan Sriwijaya dengan membawa guci-guci berisi emas di dalam kapal. Untuk melindungi emas-emas itu dari perompak, di bagian atas guci-guci itu diletakkan sayur sawi, sehingga guci-guci itu terlihat berisi penuh dengan sayur sawi.
Sesampainya di Pelabuhan Sriwijaya, Tan Bun Ann menyambut utusan dari orangtuanya itu untuk mengambil emas-emas yang rnereka bawa.
“Di mana kalian Ietakkan guci-guci berisi emas itu?” “Di dalam kamar di dalam kapal, Tuan”
Tan Bun Ann masuk ke dalam kapal, ia menemukan sembilan guci berisi penuh sayur sawi yang telah membusuk.
“Oh, tidak! Mengapa isinya hanya sayur-sayur sawi yang sudah membusuk? Aku akan malu kepada calon mertuaku!” pikir Tan Bun Ann panik. la lalu membuang guci-guci itu satu persatu ke Sungai Musi. Ketika akan membuang guci terakhir kakinya tersandung. Guci yang dipegangnya pun tumpah, keluarlah emas-emas dari dalam guci itu. Barulah Tan Bun Ann sadar bahwa ia telah salah sangka.
Lalu, pemuda itu melompat ke dalam sungai bersama beberapa pengawal untuk mencari kembali guci-guci yang telah dibuangnya.
Siti Fatimah yang sejak tadi menyaksikan kejadian itu berlari ke pinggir sungai dan menunggu colon suaminya muncul dari dalam Sungai Musi. Namun, sampai menjelang sore Tan Bun Ann dan orang-orangnya tak juga kembali.
Putri cantik itu dan beberapa dayangnya berniat mencari calon suaminya, mereka lalu loncat ke Sungai Musi. Sebelum loncat, Putri berpesan kepada dayang-dayangnya yang tinggal.
“Jika nanti kalian melihat ada timbunan tanah muncul di permukaan sungai, itu adalah kuburanku,” kata Putri Siti Fatimah lalu menceburkan diri ke dalam sungai.
Tidak ada seorang pun yang kembali ke permukaan. Beberapa hari kemudian, di tepi Sungai Musi muncullah timbunan tanah menyerupai sebuah gundukan. Semakin hari, gundukan tanah tersebut semakin lebar, hingga menjadi sebuah pulau.
Masyarakat setempat menamai pulau tersebut Pulau Kamaro yang artinya Kemarau. Nama itu dipilih, karena kondisi pulau tersebut yang tidak pernah tergenang sedikit pun meskipun ketinggian air di Sungai Musi sedang meningkat.
Di pulau tersebut terdapat sebuah gundukan tanah yang agak besar dan diyakini sebagai makam Putri Siti Fatimah. Selain itu, ada dua gundukan tanah yang lebih kecil, masyarakat percaya bahwa kedua gundukan itu adalah makam dayang-dayang Siti Fatimah yang ternyata ikut menyebur ke laut menyusul sang Putri.
Kini, Pulau Kernaro menjadi salah satu objek wisata budaya di Palembang. Setiap perayaan cap gomeh, banyak warga keturunan Cina, baik dari dalam maupun luar negeri berkunjung ke sana untuk sembahyang dan berziarah.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Dari Sumatera Selatan Asal Pulau Kemaro adalah segala sesuatu harus diteliti dulu, jangan terburu-buru menilai dan mengambil keputusan.
Baca dongeng Sumatera selatan lainnya pada artikel kami berikut ini Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan : Legenda Pulau Kemaro dan Dongeng Cerita Rakyat Nusantara : Kisah Ratu Agung