Dibalik candi Borobudur yang megah, terdapat cerita rakyat Candi Borobudur yang secara turun temurun dipercaya sebagai legenda dibalik kemegahan candi yang berada di Magelang, Jawa Tengah ini.
Ya, candi Borobudur merupakan sebuah candi yang berdiri megah dengan enam teras berbentuk bujur sangkar yang di bagian atasnya terdapat tiga pelataran melingkar. Kemudian pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan terdapat 504 arca Buddha.
Sampai sekarang ini candi Borobudur berdiri megah dan sangat dijaga kelestariannya. Lantas, adakah legenda cerita rakyat Candi Borobudur dan seperti apa sejarah berdirinya candi ini?
Cerita Rakyat Candi Borobudur Singkat
Cerita rakyat Candi Borobudur ini merupakan sebuah cerita rakyat yang keberadaannya didukung penelitian geologi Nieuwenkamp. Bagaimana kisahnya?
Dahulu kala, hidup perkampungan Budha dibawah Dinasti Syalendra. Perkampungan Budha tersebut memiliki wilayah yang sangat subur mengelilingi kerajaan dan berdiri sangat megah. Rajanya bernama Samaratungga sangat bijak dan berusaha memakmurkan rakyatnya di tengah peperangan yang saat itu terjadi.
Masyarakatnya pun hidup rukun, damai, sentosa dan hidup dengan kegiatan utamanya bercocok tanam karena mereka hidup di lingkungan yang sangat subur. Di sekitar bangunan kerajaan terdapat bunga teratai indah yang mengapung di atas danau. Pesona bunga teratai tersebut menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat pada saat itu. Mereka sangat senang setiap kali berlibur di sekitar danau.
Banyak juga acara – acara keagamaan khas Budha yang seringkali diadakan di sekitar danau. Namun suatu hari, musim paceklik datang. Irigasi yang biasanya mengaliri sawah – sawah mereka dengan lancar, pada saat itu mengalami surut dan akhirnya wilayah kerajaan pun mencekam.
Banyak masyarakat yang kelaparan dan kehausan. Danau yang awalnya menjadi tempat mereka liburan, akhirnya dialihfungsikan menjadi tempat masyarakat mendapatkan minum untuk mengurangi dahaga dan memasak. Sesekali kerajaan menambah asupan air dan membagikan makanan kepada masyarakat.
Namun karena musim tersebut berlangsung lama, raja pun akhirnya meminta kepada sang dewa untuk menurunkan hujan agar musim paceklik dapat berakhir. Raja bersemedi dan bertapa untuk mewujudkan keinginannya demi masyarakat tersebut.
Usai bersemedi, hujan pun turun. Rakyat dibuat senang kembali. Namun hujan tersebut tidak berlangsung lama. Suatu hari, terjadi bencana alam yang membuat kerajaan luluh lantah. Begitu pula dengan rumah – rumah warga di bawah kaki bukit Borobudur tersebut.
Raja Samaratungga meminta petunjuk kembali kepada dewa sebagai utusan Tuhan di bumi. Namun sang dewa memberi ilham yang mengatakan bahwa semua bencana itu terjadi karena banyaknya penebangan hutan dibawah kaki bukit Borobudur yang selama ini tidak dicegah.
Raja pun akhirnya mencari solusi. Bukit Borobudur ditanami kembali dengan pohon – pohon dalam jumlah besar dan banyak. Kemudian pada danau yang sudah kering, dibangunlah suatu candi yang sangat megah dan diberi nama Candi Borobudur. Masyarakat bantu membantu membangun candi tersebut terlebih sang raja pun memastikan bahwa nantinya aliran air akan lancar dengan keberadaan candi ini.
Kemudian dari candi tersebut dibangun juga aliran air yang diberikan untuk masyarakat agar mereka tak kesulitan air lagi. Di sana, masyarakat juga bisa melakukan ibadah secara bebas. Pembangunan candi tersebut selesai di masa kepemimpinan Ratu Pramudawardhani yang merupakan anak dari Raja Samaratungga.
Hanya saja kepemimpinan Ratu Pramudawardhani pun mengalami masalah. Dibawah kepemimpinannya wilayah Borobudur juga masih tidak baik – baik saja. Terjadi longsor yang sangat besar dari Bukit Borobudur. Bahkan longsor tersebut hingga menewaskan warga dan menimbun bangunan candi. Beberapa warga yang selamat pindah dari wilayah tersebut dan bermigrasi ke wilayah lain yang lebih aman. Akhirnya candi dan wilayah kerajaan pun ditinggalkan.
Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi pada era Dinasti Syailendra yang merupakan penganut agama Buddha Mahayana. Candi Borobudur menurut legenda didirikan oleh arsitek bernama Gunadharma.
Sementara sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya yang diterbitkan pada tahun 1950 memperkirakan pendiri Candi Borobudur adalah Samaratungga yang memerintah pada tahun 782 – 812 di masa Dinasti Syailendra.
Menurut Casparis, pembangunan Borobudur memakan waktu setengah abad dan selesai pada masa kepemimpinan Ratu Pramudawardhani.
Arekolog asal Belanda, W.F. Sutterheim menyebut bahwa Candi Borobudur berdiri dihias dengan lebih dari 2.500 panel relief pada 504 patung. Kubahnya yang menjadi pusat memiliki 72 patung budha yang berada di dalam stupa.
Guru Besar dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, I Gede Mugi Raharja juga menulis dalam makalahnya bahwa arsitektur Candi Borobudur merupakan perpaduan filosofi Budha Mahayana dengan budaya nusantara.
Bentuk arsitekturnya setengah bola tersusun atas tiga tingkatan dengan filosofi berikut :
- Tingkat pertama – Kamadhatu : relief manusia yang dipenuhi hawa nafsu
- Tingkat kedua – Rupadhatu : relief manusia yang berusaha memerangi hawa nafsu namun masih terikat dengan unsur duniawi
- Tingkat ketiga – Arupadhatu : tidak lagi dihias dengan relief sebagai wujuf tidak terikat dengan unsur duniawi.
Dikutip dari kajian Balai Konservasi Borobudur, Candi sudah tidak terpelihara sejak abad ke-10 Masehi ketika pusat kegiatan berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena terjadinya letusan gunung Merapi pada tahun 1006.
Berbagai literatur turut menyebut bahwa candi ini baru diketahui lagi keberadaannya ketika Thomas Stamford Raffles menjabat sebagai gubernur jenderal di Jawa pada tahun 1814. Kemudian Thomas Stamfrod Raffles mengutus Cornelius untuk menggali penemuannya tersebut. Hal ini juga disampaikan oleh ‘The Restoration of Borobudur’ yang dipublikasikan UNESCO.
Cornelius yang diutus pun merekrut 200 orang untuk menebang pohon dan menyingkirkan semak – semak kemudian menggali bekas candi tersebut. Sejak tahun 1817 kemudian bangunan candi mulai terlihat dan penggalian skala kecil dilakukan. Baru pada tahun 1834, bangunan candi terlihat jelas setelah residen di wilayah Kedu. Upaya pemotretan candi dilakukan sejak tahun 1845 dan hal ini sudah dituangkan dalam buku berjudul Satu Abad Usaha Penyelamatan Candi Borobudur oleh sejarawan dan arkeolog Soekmono.
Demikian sedikit cerita rakyat Candi Borobudur singkat dan sejarah singkat tentang asal usul Candi Borobudur. Semoga menjadi informasi yang bermanfaat dan meningkatkan literasi membaca Anda.