Cerita Rakyat Bangka Belitung pertama bercerita mengenai Gadis Berhati Emas dan Ular Ajaib. Cerita rakyat dari Bangka Belitung ini menjadi kisah asal muasal dinamainya Sungai Jodoh. Dongeng Rakyat Bangka Belitung yang kedua menceritakan seorang anak rajin yang menmukan harta karun. Apakah kekayaan merubah sifatnya? Yuk kita ikuti kisahnya sampai selesai.
Cerita Rakyat Bangka Belitung : Asal Mula Sungai Jodoh
Dahulu kala, hiduplah seorang gadis bernama Mah Bongsu. la sudah yatim piatu dan bekerja sebagai pembantu di rumah Mah Piah, seorang perempuan tua yang sangat serakah dan mempunyai seorang anak bernama Siti Mayang yang bersifat sangat mirip dengan ibunya.
Pada suatu hari, seperti biasa Mah Bongsu pergi ke sungai untuk mencuci pakaian. Seekor ular yang melintas di dekatnya membuat Mah Bongsu sangat ketakutan. Namun, ular tersebut tidak menyerang Mah Bongsu, ia berenang di sekitar gadis itu sambil menunjukkan luka-Iuka di kulitnya.
Merasa kasihan melihat luka ular tersebut, Mah Bongsu memberanikan diri mendekati ular tersebut dan mengambilnya. Dibawanya ular tersebut ke rumahnya dan diletakkan di kamarnya.
Setiap kali kulit sang ular terlepas, Mah Bongsu memungutnya dan membakarnya. Jika asapnya mengarah ke Singapura, tiba tiba terdapat tumpukan emas dan berlian. Jika asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, akan berdatangan berkodi-kodi kain sutra Lampung.
Dalam waktu singkat Mah Bongsu menjadi gadis kaya raya. Penduduk sekitar merasa heran dengan kekayaaan Mah Bongsu. Namun, Mah Bongsu adalah orang yang dermawan. la selalu membantu penduduk sekitar dengan tulus.
Akhirnya, kekayaan Mah Bongsu diketahui oleh Mah Piah dan Siti Mayang. Mereka pun berusaha mencari tahu darimana asal kekayaan tersebut. Suatu waktu, mereka melihat seekor ular yang sudah terkelupas kulitnya di kamar Mah Bongsu yang diyakini sebagai hewan ajaib yang mendatangkan harta kekayaan.
Ibu dan anak ini pun pergi ke hutan mencari ular. Mereka mendapati seekor ular berbisa yang dibawanya pulang, kemudian dilepaskan di kamar Siti Mayang. Mereka beranggapan bahwa ular tersebut akan mendatangkan kekayaan berlimpah. Namun, yang mereka dapati justru malapetaka. Siti Mayang meninggal dunia, karena disengat oleh ular berbisa tersebut.
Sementara itu, ular yang dirawat oleh Mah Bongsu telah sembuh. Suatu hari, ketika Mah Bongsu akan memberinya makan, ular itu berkata kepada Mah Bongsu, “Malam ini, tolong antarkan aku ke sungai”.
Mah Bongsu pun membawa ular tersebut ke sungai. Sesampainya mereka di sungai, sang ular berkata, “Mah Bongsu, sudah waktunya aku melamarmu sebagai istriku:”
Mang Bongsu tercengang. Seketika ular tersebut berubah wujud menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan. Sementara itu, kulitnya menjadi sebuah rumah yang megah dan sangat indah. Mereka kemudian menikah dan hidup berbahagia.
Konon, karena kejadian tersebut, desa itu dinamakan Desa Tiban oleh penduduk, yang berarti ketiban rezeki. Sementara itu, sungai tempat sang Pangeran melamar Mah Bongsu, dinamakan Sungai Jodoh, karena dipercaya sebagai tempat bertemu jodoh.
Pesan moral dari adalah jika kita mendengar kebaikan, kita akan mendapatkan kebahagiaan.
Cerita Dongeng Bangka Belitung : Asal Usul Pulau Kapal
Dahulu kala, tinggalah sebuah keluarga yang sangat miskin di dekat Sungai Cecuruk yang terletak di Kepulauan Bangka Belitung.
Keluarga ini memiliki seorang anak yang sangat rajin. Mereka sekeluarga hidup dari hasil menjual buah-buahan dan daun-daunan yang mereka petik dari hutan ke pasar. Setiap hari, sang anak ikut ayah dan ibunya mencari hasil hutan.
Suatu hari, sang ayah pergi ke hutan untuk mencari bahan makanan. Ketika sedang menebang rebung, ia menemukan sebuah tongkat di antara rumpunan bambu. Ternyata, tongkat itu berhiaskan intan permata dan batu merah delima. Sang ayah bertanya-tanya dalam hati, siapa pemilik tongkat itu. Sang ayah segera membawa pulang tongkat itu dan menunjukkan kepada istri dan anaknya.
“Sebaiknya kita simpan saja benda ini, siapa tahu nanti ada yang mencarinya,” ujar sang ayah.
“Namun, kita tidak mempunyai lemari untuk menyimpan benda ini, Pak. Aku khawatir nanti malah dicuri orang,”” jawab sang ibu.
“Kita jual saja tongkat itu, sehingga kita tidak perlu repot menyimpannya,” usul si anak. Akhirnya, ayah dan ibunya setuju dengan usulan anaknya itu.
“Pergilah kau ke negeri seberang, Nak. Jual tongkat ini lalu kembalilah pulang,” kata sang ayah.
Anak itu pun berangkat ke negeri seberang. Tongkat berharga itu berhasil dijualnya dengan harga tinggi. Namun, sang anak tidak segera pulang ke kampungnya, ia memilih menetap di negeri itu dengan uang hasil penjualan tongkat berharga.
Kehidupan sang anak berubah sangat drastis. la menjadi kaya raya serta bergaul dengan kalangan dan saudagar-saudagar kaya. Bertahun-tahun ia tidak kembali ke kampungnya. Kemudian, sang anak menikah dengan putri salah satu saudagar terkaya di negeri itu.
Suatu kali, mertua anak itu memerintahkannya untuk pergi berdagang ke negeri lain bersama istrinya. Lalu, ia mempersiapkan perjalanan dengan membeli sebuah kapal yang besar dan mempersipkan anak buah kapal yang tangguh. la membawa banyak sekali hewan untuk bekal makanan selama berlayar, sehingga suasana kapalnya pun sangat ramai oleh suara binatang. Mereka pun berangkat berlayar.
Ketika sampai di sekitar Sungai Cecuruk, sang anak teringat akan kampung halamannya, kapal pun sandar di sungai tersebut.
Berita kedatangan sang anak pun didengar oleh orangtuanya. Ibunya segera menyiapkan makanan kesukaan anak itu dan pergi menemuinya dengan rindu yang terpendam selama bertahun tahun.
“Ini ibu dan ayahmu datang, Nak!” seru ibunya ketika sampai di kapal mewah sang anak.
Lelaki muda itu tertegun melihat siapa yang datang. la tidak mau mengakui ayah dan ibunya yang renta clan miskin.
“Siapa kalian? Cepatlah pergi dari kapalku!” teriak sang anak.
“Nak, ini ayah dan ibumu. Apakah kau tidak mengenali kamu? Ini ibu buatkan masakan kesukaanmu, Nak!” jawab sang ibu dengan sedih.
“Pergi! Aku tidak suka makanan kampung! Orangtuaku adalah seorang saudagar kaya, bukan gembel seperti kalian!” seru sang anak sambil membuang makanan pemberian ibunya.
Hancurlah hati kedua orangtua sang anak. Dengan berucuran air mata, mereka meninggalkan kapal sang anak. Ibunya tak kuasa menahan sedih dan sekaligus amarahnya.
la pun berucap, “Jika saudagar kaya raya itu benar anakku, semoga karamlah kapal itu bersamanya.”
SeIah kata-kata itu terucap, tiba-tiba muncul badai dan gelombang laut sangat besar,dan tinggi menelan kapal mewah sang anak beserta istri dan awak kapal.
Kapal besar itu terombang-ambing dan terbalik, seluruh penumpang tewas seketika, termasuk sang anak. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, di tempat karamnya kapal sang anak, muncul sebuah pulau yang bentuknya menyerupai sebuah kapal. Menurut cerita, pada waktu-waktu tertentu di sekitar pulau itu sering terdengar suara-suara binatang yang diyakini sebagai binatang-binatang yang dibawa sang anak di kapalnya. Pulau itu kemudian diberi nama Pulau Kapal.
Pesan moral dari Cerita Dongeng Bangka Belitung : ASal Usul Pulau Kapal adalah jangan pernah durhaka kepada orang tua. Kebahagiaan mu tergantung pada baktimu kepada orang tua.
Baca cerita rakyat Bangka belitung lainnya pada artikel berikut ini Cerita Rakyat Bangka Belitung : Bujang Katak dan Cerita Rakyat dari Bangka Belitung : Si Penyumpit