Mudik lebaran menjadi salah satu tradisi lebaran yang sangat ditunggu – tunggu, utamanya bagi mereka yang merantau. Entah merantau untuk tujuan kuliah, bekerja atau bahkan menikah. Banyak cerita mudik lebaran yang juga siap diperdengarkan di tanah kelahiran.
Mengenai cerita mudik lebaran, tidak hanya orang dewasa saja yang punya cerita saat mudik dengan aneka ragam versinya. Anak – anak pun pasti punya kesan tersendiri di waktu mudik lebaran yang bisa diceritakan.
Karenanya, kali ini kita akan berikan cerita mudik lebaran anak yang berjudul ‘Hadiah Lebaran yang Indah dari Nenek’, simak yuk!
Cerita Mudik Lebaran Anak : Hadiah Lebaran yang Indah dari Nenek
3 Hari sebelum hari raya idul fitri tiba, keluarga Pak Soleh mudik ke kampung halamannya di Pemalang, Jawa Tengah membawa serta istri dan kedua anaknya. Istrinya bernama Bu Atikah, kedua anaknya bernama Adil dan Ratna.
Adil sudah berusia 13 tahun, sementara Ratna masih kecil berusia 4 tahun. Mereka tentu sangat senang hari itu karena akan mudik ke kampung halaman sang ayah, tempat dimana nenek dan kakek dari keluarga ayah tinggal.
Ratna mempersiapkan diri, begitu pun dengan Adil, Bu Atikah dan Pak Soleh.
“Kita berangkat nanti malam jam 10 ya, agar besok setelah subuh sudah sampai di Pemalang dan bisa beristirahat sebelum datang ke rumah – rumah saudara.”
Adil dan Ratna tentu sangat antusias menunggu jam keberangkatan tersebut. Setelah berbuka puasa dan dilanjutkan melaksanakan sholat tarawih, Adil dan Ratna mulai mengemas tasnya dan dimasukkan ke dalam mobil.
Perjalanan mudik ke Pemalang pun dimulai. Dibutuhkan waktu sekitar 7 – 8 jam untuk tiba di Pemalang dari Jakarta. Tapi itu jam normal kalau tidak macet. Kalau macet, ya mungkin waktu tempuh dari Jakarta ke Pemalang menjadi sekitar 9 atau 10 jam.
Selama di perjalanan, Ratna tertidur pulas hingga keesokan harinya saat jam subuh, sang ibu membangunkan Ratna untuk sholat subuh. Kala itu, Ratna masih malas beranjak dari mobil karena masih merasa mengantuk.
Namun kemudian ibunya berkata, “Ratna, sholat dulu nak. Ayah dan Bang Adil sudah sholat, tinggal Ratna dan ibu. Yuk sholat dan melanjutkan perjalanan”.
Ratna yang masih mengantuk pun berkata, “Ibu saja, Ratna tidak sholat. Ratna masih ngantuk.” Ungkapnya dengan polos.
Kemudian sang ibu memberi penjelasan kepada Ratna bahwa sholat itu wajib dilakukan oleh umat Islam apapun dan bagaimanapun kondisinya.
“Orang sakit saja harus sholat meski dengan kondisi duduk atau berbaring, apalagi Ratna yang sehat dan cuma mengantuk saja. Yuk sholat dulu lalu tidur lagi dan nanti ibu bangunkan ketika sudah sampai di rumah nenek dan kakek”.
Mendengar penjelasan tersebut, Ratna menuruti perintah ibunya untuk sholat. Setelahnya, perjalanan ke Pemalang pun dilanjutkan.
1,5 jam kemudian, setelah melewati perjalanan panjang, keluarga Pak Soleh pun tiba di rumah tujuan mudik. Rumah orang tua Pak Soleh, tempat masa kecil pak Soleh sampai remaja dan tentu rumah kakek nenek Adil dan Ratna.
Di sana mereka disambut dengan sangat hangat. Kakek dan nenek mencium dan memeluk Ratna serta Adil bergantian.
“Ya Allah cucuku, aku sangat rindu kalian.” Ungkap kakek dan nenek Adil serta Ratna.
Kakek neneknya sangat hangat. Begitu pun dengan adik dan kakak sang ayah. Mereka semua sangat hangat dan menghabiskan malam tersebut dengan bernostalgia.
Ayah, adik ayah dan kakak ayah mulai bercerita tentang masa kecil mereka yang tinggal di desa. Semua anggota keluarga menyimak dengan penuh tawa, tangis, haru dan suka cita. Semuanya mengingat masa indah ketika semua anggota keluarga masih belum menikah.
Setelah puas bernostalgia, kakek dan nenek mengeluarkan bingkisan dari kamarnya. Bingkisan tersebut dipersiapkan untuk cucu – cucunya. Cucu kakek nenek tidak hanya Adil dan Ratna. Kakak sang ayah memiliki 3 orang anak, sementara adiknya memiliki 2 orang anak.
Jadi cucu kakek dan nenek berjumlah 7 orang. Semuanya diberi bingkisan yang sama namun masing – masing sudah diberi nama.
Mereka bertujuh diminta baris memanjang. Satu per satu menerima bingkisan dari kakek dan nenek. Adil dan Ratna berada di barisan paling belakang. Setelah kelima saudaranya mendapat bingkisan, sekarang waktunya Adil dan Ratna yang menerima bingkisan.
Setelah bingkisan diterima dan dibuka, ternyata bingkisan Ratna dan Adil berbeda. Ratna pun bertanya, “Isinya kenapa berbeda?”
“Ratna dapat baju dan mukenah, kakak kenapa dapat sarung, sajadah dan baju koko? Aku dapat 2, kakak kenapa dapat tiga?” ungkap Ratna yang masih polos.
Neneknya kemudian menjelaskan, “Nak, adil itu tidak harus sama. Karena Ratna wanita maka Ratna mendapat baju wanita dan mukenah. Karena kak Adil pria, maka kak Adil tidak dapat baju seperti Ratna melainkan dapat baju koko, serta peralatan ibadah yang berbeda dengan yang Ratna punya”.
“Ratna harus tahu, adil adalah bagaimana kita memberikan sesuatu sesuai porsinya. Jadi porsi Ratna dan kak Adil sudah adil karena kakek nenek memberikannya sesuai kebutuhan kalian.”
Ratna pun mengerti sekarang, mengapa bingkisannya memiliki isi yang berbeda.
“Oh, begitu ya kakek dan nenek. Terima kasih ya, hadiahnya bagus sekali”.
Di hari lebaran, Ratna memakai baju gamis yang kakek neneknya berikan. Sembari mencium tangan kakek neneknya, Ratna mengatakan terima kasih kembali kepada kakek neneknya itu.
“Kakek, nenek, terima kasih atas baju indah ini. Ratna senang sekali”.
Keluarga besar itu pun merayakan moment idul fitri dengan penuh haru dan suka cita. Suka cita semakin terasa karena seluruh anggota keluarga dapat berkumpul di rumah masa kecilnya, rumah kakek dan nenek.
Cerita anak di malam lebaran lainnya, baca : Cerita Anak Islami : Kisah Jamila dan Bilal di Malam Takbir Lebaran
Semoga cerita mudik lebaran anak di atas dapat menjadi cerita mudik yang inspiratif dan mengandung pesan moral yang tersampaikan. Bagi Anda yang mudik, selamat mudik ya!