Legenda Rakyat Nusantara : Cerita Asal Muasal Danau Lipan

Danau Lipan yang berada di wilayah Kalimantan Timur sering dihubungkan oleh masyarakat setempat dengan sebuah Legenda Rakyat Nusantara Putri Berdarah Putih. Kisah Legenda Rakyat Nusantara ini begitu terkenal sehingga diketahui bukan hanya oleh masyarakat Kalimantan Timur namun juga oleh masyarakat Indonesia secara umum. Bagi yang belum pernah mendengar cerita pendek rakyat indonesia ini, silahkan membaca posting kali ini dengan seksama.

Legenda Rakyat Nusantara : Asal Muasal Danau Lipan

Syahdan pada zaman dahulu hiduplah seorang putri yang memimpin kerajaan yang berdiri di Muara Kaman Ulu pada zaman dahulu. Putri Aji Bedarah Putih namanya.

Putri Aji Bedarah Putih sangat cantik wajahnya. Kulitnya sangat putih dan bening seperti kaca. Jika Putri Aji Bedarah Putih makan sirih dan menelan airnya, maka air sepahan itu terlihat jelas mengalir melalui tenggorokannya jika dilihat dari luar.

Kecantikan serta keanehan kulit tubuh Putri Aji Bedarah Putih menyebar ke berbagai negeri. Didengar Raja Cina pula. Raja Cina sangat tertarik untuk meminang Putri Aji Bedarah Putih. Ia lantas memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk berlayar menuju Muara Kaman Ulu. Jung jung (Perahu besar buatan CIna yang biasa digunakan untuk berlayar di lautan) besar segera berangkat meninggalkan negeri Cina menuju Muara Kaman Ulu.

Legenda Rakyat Nusantara Cerita Asal Muasal Danau Lipan
Legenda Rakyat Nusantara Cerita Asal Muasal Danau Lipan

Setelah mengarungi lautan luas, jung-jung dari negeri Cina itu akhirnya tiba di Muara Kaman Ulu. Raja Cina langsung menuju istana kerajaan untuk bertemu dengan Putri Aji Bedarah Putih. Raja Cina kian berhasrat memperistri Putri Aji Bedarah Putih setelah langsung melihat kecantikan wajah dan keanehan kulit tubuh putri penguasa kerajaan di Muara Kaman Ulu itu.

Meski Raja Cina belum mengutarakan niatnya, namun Putri Aji Bedarah Putih telah mengetahui clan memahaminya. Oleh karena itu Putri Aji Bedarah Putih berkehendak menguji sosok yang menghendaki dirinya menjadi istri itu. Ia lantas memerintahkan dayang-dayang istana kerajaannya untuk memberikan hidangan untuk menjamu tamu agung dari Cina itu.

Aneka hidangan segera disajikan. Putri Aji Bedarah Putih mempersilahkan Raja Cina berikut pengiringnya untuk menikmati sajian yang dihidangkannya.

Ketika Raja Cina makan ia langsung menyesap dengan mulutnya dan tidak menggunakan tangannya. Cara makan ini memang menjadi kebiasaan Raja Cina. Namun, sangat menjijikkan dalam pandangan Putri Aji Bedarah Putih. Cara makan seperti itu biasanya dilakukan hewan. Maka, ketika Raja Cina mengajukan pinangannya, Putri Aji Bedarah Putih dengan tegas menolaknya. Kata Putri Aji Bedarah Putih, “Maafkan hamba, Paduka. Hamba tidak dapat bersuamikan seseorang yang cara makannya saja menyerupai hewan ketika makan!”

Mendengar penolakan Putri Aji Bedarah Putih itu membuat Raja Cina menjadi amat murka. Ia merasa sangat terhina karena penolakan Putri Aji Bedarah Putih merujuk pada cara makannya. Ia segera kembali ke jungjungnya. Ia tidak segera memerintahkan para prajuritnya untuk kembali ke Cina, melainkan memerintahkan segenap kekuatan pendukungnya itu untuk menyerang kerajaan yang dipimpin Putri Aji Bedarah Putih!

Para prajurit Cina segera menyerbu dengan kekuatan yang mereka miliki. Para prajurit pendukung Putri Aji Bedarah Putih tidak bisa tinggal diam mendapati serangan itu. Maka, perang yang dahsyat segera terjadi.

Para prajurit Cina berperang dengan ganas. Mereka terus merengsek maju. Para prajurit pendukung Putri Aji Bedarah Putih telah mengerahkan segenap kekuatan dan kemampuan mereka untuk menangkis, namun serangan para prajurit Cina yang datang bagai gelombang itu sulit mereka tangkis. Mereka pun terdesak hebat. Tidak sedikit para prajurit pendukung Putri Aji Bedarah Putih yang gugur dalam peperangan itu. Tidak sedikit pula mereka yang terluka. Kekalahan tampaknya telah membayang di depan mereka.

Putri Aji Bedarah Putih sangat sedih mendapati kekuatan pendukungnya mampu diporakporandakan para prajurit Cina. Putri berwajah amat jelita itu merasa kebingungan. Ia pun memikirkan cara untuk menyelamatkan kekuatan pendukungnya dari kekalahan yang telah membayang itu. Putri Aji Bedarah Putih kesulitan menemukan cara untuk mengalahkan para prajurit Cina itu. Ia hampir putus asa. Ia pun lantas berdoa, memohon perlindungan Tuhan. Ia lantas mengambil sirih dan memakannya setelah berdoa. Katanya, “Jika benar aku ini keturunan raja sakti, maka sepah-sepahku ini akan menjadi lipan-lipan yang akan memusnahkan Raja Cina beserta seluruh prajuritnya!”

Putri Aji Bedarah Putih lalu menyemburkan sepahnya itu ke tengah-tengah peperangan. Keajaiban pun terjadi. Sepah-sepah yang disemburkan Putri Aji Bedarah Putih berubah menjadi ribuan lipan besar. Hewan-hewan itu terlihat sangat garang. Mereka segera menyerang para prajurit Cina.

Para prajurit Cina terperanjat mendapati serangan hewan-hewan aneh itu. Kekuatan mereka akhirnya porak poranda setelah gigitan dan sengatan lipan-lipan besar itu mulai menimbulkan korban yang sangat banyak di kalangan mereka.

Raja Cina akhirnya memerintahkan prajuritnya yang tersisa untuk kembali ke jungjung. Mereka hendak meninggalkan wilayah yang sangat mengerikan itu. Akan tetapi ribuan lipan ganas itu tampaknya tidak membiarkan mereka dapat melarikan diri. Ribuan lipan besar itu terus menyerbu hingga memasuki jung-jung. Raja Cina berikut para prajuritnya terus berusaha melawan, namun tidak berdaya pula mereka pada akhirnya, Raja Cina berikut seluruh prajuritnya mati mengenaskan. Jung-jung mereka pun ditenggelamkan oleh lipan-lipan ganas itu.

Bersamaan dengan matinya Raja Cina dan juga tenggelamnya jungjung, mendadak Putri Aji Bedarah Putih menghilang secara gaib. Kerajaan yang dipimpin putri berwajah amat jelita itu pun turut menghilang. Laut tempat Jung jung yang tenggelam itu juga mendadak berubah menjadi sebuah daratan yang luas. Daratan itu pun kemudian disebut Danau Lipan.

Pesan moral dari Legenda Rakyat Nusantara : Cerita Asal Muasal Danau Lipan adalah janganlah kita memaksakan kehendak kita kepada orang lain, karena kehendak kita belum tentu dapat diterima oleh orang lain. Selain itu, tidak baik pula bagi kita menghina adat atau kebiasaan orang lain.

 

 

Tinggalkan Balasan