Legenda Doyan Nada diambil dari kumpulan kumpulan cerita rakyat dari Nusa Tenggara Barat. Kisah ini bahkan menjadi latar belakang terbentuknya tiga kerajaan di daerah Lombok yaitu kerajaan Selaparang, Kerajaan Pejanggi dan Kerajaan Sembalun. Walaupun tentu saja kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan namun Legenda Doyan Nada sangat populer diantara kumpulan kumpulan cerita rakyat dari NTB lainnya. Sudah penasaran ingin membaca cerita rakyat ini. Ini dia kisah lengkapnya.
Kumpulan Kumpulan Cerita Rakyat Dari NTB : Doyan Nada
Tersebutlah perempuan dari bangsa jin pada zaman dahulu. Dewi Anjani namanya. Ia adalah ratu jin. Puncak gunung Rinjani tempatnya bertakhta. Dalam menjalankan pemerintahannya, Dewi Anjani dibantu oleh Patih Songan. Pulau tempat Dewi Anjani bertakhta sebagai ratu jin ketika itu belum dihuni seorang manusia pun.
Dewi Anjani memelihara seekor burung berparuh perak dan berkuku amat tajam karena terbuat dari baja. Beberi nama burung piaraan Dewi Anjani tersebut.
Pada suatu waktu Dewi Anjani bermimpi. Dalam impiannya itu kakeknya datang dan berpesan padanya agar mengisi pulau tempatnya bertakhta itu dengan manusia. Dewi Anjani lantas mengajak Patih Songan untuk memeriksa keadaan pulau tempat kediaman mereka. Mereka mendapati pulau itu dipenuhi aneka pepohonan yang tumbuh amat rapat seolah saling berjalin. Begitu rapatnya aneka pepohonan besar itu tumbuh hingga Patih Songan menjadi kesulitan untuk berjalan karenanya. Mengetahui keadaan pepohonan yang begitu rapat tersebut, Dewi Anjani lalu berujar, “Paman Patih, karena daratan pulau ini penuh sesak ditumbuhi aneka pepohonan, maka pulau ini kuberi nama Pulau Sasak.” (Pulau itu kini disebut Pulau Lombok)
Dewi Anjani memerintahkan burung Beberi untuk meratakan sebagian hutan itu untuk dijadikan lahan pertanian. Dengan paruhnya yang amat tajam, burung Beberi bekerja keras menebang aneka pepohonan besar dan juga meratakan tanah. Tak berapa lama kemudian telah tercipta lahan pertanian sesuai dengan perintah Dewi Anjani. Lahan tersebut siap untuk diolah manusia.
Dewi Anjani lantas memanggil seluruh bangsa jin yang berdiam di Gunung Rinjani. Ratu jin itu menyatakan hendak mengubah jin-jin tersebut menjadi manusia. Sebagian jinjin itu bersedia, namun sebagian yang lainnya menolak. Dewi Anjani sangat marah terhadap jin-jin yang menolak perintahnya. Ia perintahkan para prajurit jin untuk menangkap jin-jin yang membangkang itu. Sebagian jin pembangkang berhasil ditangkap, sebagian lainnya bersembunyi di balik pepohonan dan batu-batu besar serta melarikan diri dari Pulau Sasak.
Dewi Anjani mengubah dua puluh pasang jin bangsawan menjadi manusia. Salah seorang jin lelaki itu ditunjuknya menjadi pemimpin. Tak berapa lama setelah mereka tercipta menjadi manusia, istri sang pemimpin mengandung. Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi lelaki.
Bayi lelaki itu amat aneh, tidak seperti kebanyakan bayi lainnya. Seketika ia dilahirkan, bayi itu dapat berbicara, dapat berlari, dan bahkan telah dapat makan sendiri. Sangat luar biasa nafsu makan bayi itu. Sekali makan, bayi itu sanggup menghabiskan tiga bakul nasi besar dengan aneka lauk yang banyak jumlahnya. Ayah dan ibu si bayi benar-benar terperanjat mendapati kelakuan anak mereka itu. Ayah si bayi lantas memberinya nama Doyan Nada.
Doyan Nada cepat tumbuh membesar karena nafsu makannya yang luar biasa itu. Ia kerap mengikuti ayahnya untuk datang ke acara kendurian. Di acara kendurian itu Doyan Nada merasa dapat memuaskan nafsu makannya. Ia makan sangat banyak. Kerap, seluruh hidangan dalam acara kendurian itu dihabiskannya sendirian. Ayahnya sangat malu mendapati kelakuan Doyan Nada. Berulang-ulang ia masih bisa menerima sikap Doyan Nada. Namun, lama-kelamaan jengkel dan marahlah ia hingga ia berujar, “Carilah makan sendiri! Aku sudah tidak kuat lagi memberimu makan!”
Doyan Nada terpaksa meminta makanan kepada para tetangganya setelah kedua orangtuanya tidak sanggup lagi memberinya makan.
Ayah Doyan Nada lantas bersiasat untuk melenyapkan anaknya itu. Ia mengajak Doyan Nada ke hutan untuk menebang pohon. Ketika pohon besar itu hampir tumbang, ia memerintahkan Doyan Nada untuk berdiri di tempat tertentu. Ayah Doyan Nada lantas menjatuhkan batang pohon besar itu mengarah pada tubuh Doyan Nada. Seketika tertimpa batang pohon besar, Doyan Nada pun menerrrui kematiannya. Ayah Doyan Nada lantas pulang dan berbohong ketika istrinya bertanya mengapa anaknya tidak ikut pulang. “Aku tidak tahu kemana anak itu pergi. Mungkin ia tersesat di hutan.”
Kematian Doyan Nada disaksikan Dewi Anjani. Ratu jin itu lantas memerintahkan burung Beberi untuk memercikkan air Banyu Urip. Seketika tubuh Doyan Nada terperciki air Banyu Urip, Doyan Nada kembali hidup. Doyan Nada lantas memanggul batang pohon besar yang menimpanya itu ke rumahnya.
Tak terperikan keterkejutan ayah Doyan Nada mendapati anaknya pulang kembali ke rumah seraya memanggul batang pohon besar. Benar-benar takjub ia pada kemampuan anaknya. Namun demikian, tetap pula ia merencanakan siasat keji untuk melenyapkan anaknya yang luar biasa banyak nafsu makannya tersebut.
Keesokan harinya ayah Doyan Nada mengajak Doyan Nada untuk mencari ikan di sebuah lubuk yang besar lagi dalam. Ketika Doyan Nada tengah sibuk mencari ikan, ayah Doyan Nada mendorong sebuah batu besar ke arah anaknya. Doyan Nada tertimpa batu besar hingga seketika itu ia meninggal dunia. Ayah Doyan Nada lantas kembali pulang dan kembali berdusta kepada istrinya. “Anak kita itu pergi entah kemana,” katanya.
Dewi Anjani kembali memerintahkan burung Beberi untuk memercikkan air Banyu Urip. Seketika terperciki, Doyan Nada kembali hidup. Dipanggulnya batu besar itu untuk dibawanya pulang. Dibantingnya batu besar itu di halaman rumahnya. Karena tindakannya tersebut, desa tempat tinggal Doyan Nada di kemudian hari disebut Selaparang.
Ibu Doyan Nada akhirnya menyadari jika suaminya telah berbohong. Ia menjadi khawatir jika suaminya akan mencelakai Doyan Nada. Oleh karena itu ia meminta anaknya untuk pergi mengembara. Ia memberi bekal tujuh buah ketupat untuk Doyan Nada.
Doyan Nada memulai perjalanan pengembaraannya.Ia menyeberangi sungai, mendaki bukit dan gunung, serta menuruni lembah. Hutan-hutan belantara diterobosnya. Ketika ia dihadang hewan- hewan buas, dilemparnya hewan-hewan buas itu dengan ketupat bekalnya. Aneh, setiap kali hewan buas itu memakan ketupat bekalnya, hewan itu menjadi jinak dan memberinya jalan untuk lewat. Doyan Nada terus melanjutkan perjalanannya hingga tibalah ia di Gunung Rinjani. Ketika di hutan di kaki Gunung Rinjani, Doyan Nada mendengar suara rintihan. Ditemukannya seorang pertapa lelaki. Telah bertahun-tahun si lelaki itu bertapa untuk mewujudkan keinginannya menjadi Raja Lombok hingga akhirnya ia terbelit akar-akar pohon beringin. Doyan Nada membebaskan si pertapa dari belitan akar beringin. Si pertapa pun menjadi sahabat Doyan Nada dan Doyan Nada memberinya nama Tameng Muter.
Doyan Nada melanjutkan perjalanan bersama Tameng Muter. Beberapa saat setelah mereka berjalan, mereka mendengar tangisan yang berasal dari seorang lelaki pertapa. Telah begitu lama si lelaki itu bertapa hingga tubuhnya terbelit rotan. Doyan Nada dan Tameng Muter membebaskan si pertapa. Doyan Nada memberinya nama Sigar Penjalin. Ketiganya melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Rinjani. Selama dalam perjalanan itu mereka berburu kijang-kijang liar untuk makanan mereka. Daging kijang itu mereka bakar dan menjadikannya daging dendeng.
Pada suatu malam daging dendeng simpanan mereka dicuri raksasa bernama Limandaru yang tinggal di dalam gua di Sekaroh. Doyan Nada mengejar raksasa itu hingga sampai di dalam gua tempat tinggal sang raksasa. Setelah melalui pertarungan yang seru, Doyan Nada akhirnya berhasil membunuh si raksasa.
Di dalam gua tempat tinggal si raksasa itu terdapat tiga putri berwajah cantik. Ketiganya berasal dari Majapahit, Mataram, dan Madura. Doyan Nada lantas memperistri putri yang berasal dari Majapahit. Tameng Muter memperistri putri dari Mataram, sementara putri dari Madura diperistri Sigar Penjalin.
Beberapa waktu kemudian merapatlah sebuah kapal besaryang berasal dari Pulau Jawa ke Pulau Sasak. Doyan Nada dan dua sahabatnya menemui nakhoda kapal dan mempersilakan untuk turun. Seketika melihat tiga putri yang telah diperistri Doyan Nada dan dua sahabatnya, si nakhoda kapal menjadi tertarik. Katanya, “Jika kalian mau, aku bersedia menukar seluruh muatan kapal besar itu dengan tiga putri itu. Bagaimana? Apakah kalian bersedia menukarkannya?”
Tawaran si nakhoda kapal membuat Doyan Nada menjadi marah. Pertarungan antara Doyan Nada dan si nakhoda kapal pun terjadi. Doyan Nada berhasil mengalahkan si nakhoda kapal. Si nakhoda kapal tunduk dan menyatakan kesediaannya menjadi abdi Doyan Nada. Segenap anak buah kapal pun menyatakan tunduk pada Doyan Nada. Doyan Nada kemudian membagi seluruh muatan kapal besar itu dengan dua sahabatnya.
Doyan Nada dan dua sahabatnya di kemudian hari mendirikan kerajaan-kerajaan di Pulau Sasak. Doyan Nada mendirikan kerajaan Selaparang. Tameng Muter menjadi raja di Pejanggi dan Sigar Penjalin bertakhta selaku raja di Kerajaan Sembalun. Ketiganya tetap bersahabat karib, saling bantu-membantu laksana yang mereka perbuat ketika ketiganya menempuh perjalanan bersama dahulu.
Pesan moral dari Kumpulan Kumpulan Cerita Rakyat Dari NTB : Doyan Nada adalah kita hendaklah saling bantu-membantu dan bersatu demi tujuan bersama. orang yang gigih dalam berusaha akan mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Selain itu, janganlah kita menyinggung perasaan orang lain karena hal itu akan dapat memicu munculnya perselisihan dan pertengkaran.