Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi

Blog dongengceritarakyat.com sebagian besar berisi kumpulan dongeng cerita rakyat yang berasal dari nusantara. Namun demikian blog ini juga berisi cerita rakyat dunia dan cerita tentang hewan yang memiliki pesan moral yang baik untuk diceritakan kepada anak-anak. Dua cerita rakyat yang kami posting kali ini berasal dari Pulau Sulawesi. Dijamin setelah menceritakan dongeng ini kepada si kecil, imajinasi mereka akan semakin berkembang. Dua cerita rakyat ini sangat cocok dijadikan dongeng sebelum tidur anak.

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara : Indara Pitaraa dan Siraapare

Tersebutlah cerita dua anak kembar pada masa lampau. Keduanya anak lelaki yang ajaib, karena ketika lahir keduanya telah menggenggam keris di tangan kanan masing-masing. Anak kembar yang pertama bernama Indara Pitaraa dan yang kedua Siraapare namanya.

Indara Pitaraa dan Siraapare tumbuh menjadi anak-anak yang nakal. Keduanya kerap menggunakan keris masing-masing untuk alat kenakalan mereka. Keduanya kerap merusak tanaman dan juga membunuh hewan peliharaan penduduk. Penduduk pun menjadi resah karena perbuatan Indara Pitaraa dan Siraapare. Kedua orang tua anak kembar itu juga telah dibuat pusing karena perbuatan Indara Pitaraa dan Siraapare itu.

Kedua orangtua Indara Pitaraa dan Siraapare merasa tak sanggup lagi menghentikan ulah kenakalan dua anak kembar itu. Ibu dua anak kembar itu akhirnya menyuruh kedua anak kembarnya itu untuk pergi merantau.

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Indara Pitaraa dan Siraapare
Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Indara Pitaraa dan Siraapare

Indara Pitaraa dan Siraapare sangat senang disuruh pergi merantau. Sebelum berangkat, ibu dua anak kembar itu membekali dengan tujuh buah ketupat, tujuh butir telur, tujuh ruas batang tebu, dan dua belah kelapa tua. Keduanya juga dibekali dengan tempurung kelapa yang digunakan untuk penutup kepala.

Dua anak kembar itu pun rnemulai perjalanan merantau mereka. Keduanya menerobos hutan belantara, menyeberangi sungai, menuruni lembah, dan juga mendaki bukit serta gunung. Setiap kali melewati satu gunung, Siraapare meminta waktu sejenak untuk beristirahat. Indara Pitaraa menuruti keinginan adik kembarnya itu. Indara Pitaraa memangku Siraapare sampai tertidur. Setelah Siraapare terbangun, masing-masing dari keduanya lantas memakan satu buah ketupat, satu butir telur, dan seruas batang tebu. Begitu yang mereka lakukan hingga melewati gunung keenam. Ketika keduanya tiba di puncak gunung ketujuh, Indara Pitaraa yang belum pernah beristirahat merasa sangat lelah. Ia meminta waktu untuk beristrahat. Adik kembarnya lantas memangkunya hingga ia tertidur.

Ketika Siraapare tengah memangku Indara Pitaraa, mendadak datang angin topan yang besar. Siraapare lantas membangunkan kakak kembarnya. Indara Pitaraa menyarankan agar mereka menyimpulkan tali pinggang masing- masing agar keduanya tidak terpisah jika diterjang angin topan itu.

Angin topan dahsyat itu menerjang keduanya Jan menerbangkan dua saudara kembar itu ke angkasa. Meski Indara Pitaraa dan Siraapare telah erat-erat menyimpulkan tali pinggang masing- masing, namun keduanya terpisahkan setelah terkena terjangan angin topan. Angin topan pun terus menerbangkan dan menjauhkan dua saudara kembar itu. Indara Pitaraa akhirnya jatuh di sebuah wilayah yang tengah diamuk oleh burung garuda. Siraapare jatuh di sebuah wilayah yang tengah dilanda peperangan.

Seperti halnya warga lainnya, Siraapare segera nelibatkan diri dalam peperangan. Bersenjatakan keris pusakanya. Siraapare berperang dengan gagah berani tempurung kelapa yang diberikan ibunya sangat berguna dalam berbagai peperangan yang diikutinya itu. Aneka senjata tidak mampu melukai kepalanya karena terhalang tempurung kelapa yang dikenakan Siraapare. Dengan kegagahan, kepiawaian, dan keberaniannya, Siraapare lantas dipercaya menjadi pemimpin pasukan. Berkat pimpinan Siraapare, pasukan itu menuai kemenangan. Siraapare akhirnya dipilih menjadi raja wilayah tersebut.

Indara Pitaraa jatuh di sebuah wilayah yang sepi. Semua penduduk bersembunyi karena takut dimangsa burung garuda ganas. Indara Pitaraa melihat sebuah rumah yang indah. Ketika ia memasuki rumah itu ia melihat sebuah gendang besar. Indara Pitaraa menepuk gendang besar itu dan terdengar sebuah suara dari dalam gendang besar, “Jangan pukul gendang ini. Burung garuda ganas itu akan datang dan memangsamu!”

Indara Pitaraa terkejut. Dengan kerisnya, disobeknya kulit gendang besar itu. Ia melihat seorang gadis berada di dalam gendang besar dengan wajah pias ketakutan.

Si gadis lantas menceritakan adanya burung garuda ganas pemangsa manusia. Segenap warga dibuat ketakutan karenanya.

“Jangan engkau takut,” ujar Indara Pitaraa. “Aku akan menghadapi burung garuda ganas itu”

Si gadis kembali menjelaskan, burung garuda itu akan datang jika cuaca tampak mendung. Burung garuda ganas itu akan hinggap di atas dahan pohon mangga macan.

Indara Pitaraa menunggu kedatangan burung garuda ganas itu ketika cuaca terlihat mendung. Seketika melihat adanya orang, burung garuda itu pun lantas meluncur untuk menyambar. Namun, sebelum burung garuda itu menyambarnya, Indara Pitaraa telah melompat dan bertengger di dahan pohon mangga macan. Burung garuda itu kemudian meluncur menuju dahan pohon mangga macan, Indara Pitaraa telah melompat ke atas tanah. Begitu seterusnya yang terjadi hingga burung garuda ganas itu akhirnya kelelahan. Ketika itulah Indara Pitaraa menyerang dengan menggunakan kerisnya. Burung garuda ganas itu pun mati terkena keris pusaka Indara Pitaraa.

Negeri itu pun kembali aman dan damai. Segenap warga merasa lega karena burung garuda ganas yang mereka takuti telah mati. Mereka mengelu-elukan Indara Pitaraa. Sebagai balas terima kasih, mereka menikahkan Indara Pitaraa dengan si gadis yang bersembunyi di dalam gendang besar yang ternyata adalah putri raja.

Indara Pitaraa melanjutkan perjalanannya. Tibalah ia di sebuah negeri yang telah ditaklukkan oleh seekor ular besar. Ia tiba di sebuah rumah besar. Dilihatnya orang-orang di dalam rumah itu tengah mendandani seorang gadis berwajah cantik. Sangat mengherankan, orang-orang itu mendadani si gadis seraya menangis.

“Apa yang terjadi?” tanya Indara Pitaraa.

Orang-orang pun menjelaskan jika mereka hendak mempersembahkan si gadis kepada ular besar yang berdiam di sebuah gua. Jika mereka tidak mempersembahkan si gadis, ular besar itu akan datang ke negeri itu dan mengamuk. “Ular besar itu akan memangsa semua warga negeri ini jika tidak diberi persembahan,” kata seorang warga.

“Janganlah kalian takut,” ujar Indara Pitaraa. “Biarkan ular besar itu datang ke sini. Aku akan menghadapinya.”

Tidak berapa lama kemudian ular besar itu benar-benar datang. Ia tampak sangat marah karena terlambat diberikan persembahan. Gadis yang dijanjikan warga untuk persembahan kepadanya tidak juga kunjung tiba. Ia mengancam akan memangsa seluruh warga. Ular besar itu langsung menuju rumah si gadis dan bertemu dengan Indara Pitaraa yang terlihat siap melawannya.

Ular besar itu langsung menyerang Indara Pitaraa. Ia memagut dan menelan Indara Pitaraa. Sangat mengherankan, Indara Pitaraa dapat keluar dari tubuh ular besar itu tanpa terluka sedikit pun juga. Kembali ular besar itu memagut dan menelan Indara Pitaraa, namun kembali pula Indara Pitaraa dapat keluar dari tubuh ular besar itu dengan selamat. Berulang-ulang hal itu terjadi hingga ular besar itu akhirnya kelelahan.

Indara Pitaraa akhirnya menyerang ular besar itu dengan keris pusakanya. Serangannya mematikan hingga akhirnya ular besar itu pun mati. Tubuh ular besar itu terpotong-potong, daging tubuhnya terhambur hingga memenuhi wilayah yang luas.

Segenap warga negeri itu bergembira mendapati ular besar itu telah mati. Mereka pun mengangkat Indara Pitaraa sebagai raja mereka. Indara Pitaraa memerintah dengan adil dan bijaksana hingga segenap rakyat yang dipimpinnya bertambah makmur dan sejahtera.

Waktu terus berlalu. Siraapare yang tetap bertakhta sebagai raja pada suatu hari mengadakan perjalanan. Ia tiba di negeri yang dipimpin Indara Pitaraa. Pertemuan antara dua saudara kembar itu pun terjadi. Keduanya segera terlibat dalam pembicaraan penuh kerinduan. Keduanya juga sepakat untuk pulang ke kampung halaman mereka guna menengok kedua orangtua mereka. Tak berapa lama kemudian Indara Pitaraa dan Siraapare berangkat menuju kampung halaman mereka. Masing-masing membawa istri.

Syandan, sepeninggal dua anak kembarnya dahulu, kedua orangtua Indara Pitaraa dan Siraapare amat berduka. Mereka terus menangis dengan menelungkupkan wajah pada bantal kapuk. Bertahun-tahun mereka menangis, hingga biji-biji kapuk yang terdapat di dalam bantal pun tumbuh menjadi tanaman kapuk karena tersirami airmata mereka. Ketika mendapati dua anak kembar mereka telah kembali, mereka segera mengangkat kepala mereka dari bantal kapuk. Tak terkirakan gembira dan bahagia hati mereka mendapati kedua anak mereka telah kembali dan keduanya telah pula menjadi raja. Bertambah- tambah kegembiraan mereka mendapati dua anak kembar mereka kembali bersama istri-istri mereka.

Sebagai wujud kegembiraan hati keduanya, kedua orangtua Indara Pitaraa dan Siraapare itu mengadakan pesta yang dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam.

Pesan Moral dari Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara : Indara Pitaraa dan Siraapare adalah hubungan antar saudara hendaklah senantiasa terus diperkuat. kebersamaan di antara saudara akan dapat menjadi kekuatan yang ampuh untuk menanggulangi masalah atau sesuatu yang berat.

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara : La Moelu

 

Tersebutlah seorang anak lelaki bernama La Moelu. Ia hidup bersama ayahnya yang telah tua. Ibunya telah lama meninggal dunia, ketika La Moelu masih bayi. Karena ayahnya telah tua, La Moelu-Iah yang mencari nafkah. Ia mencari ikan untuk mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan juga ayahnya. Ikan-ikan hasil tangkapannya itu dijualnya di pasar.

Pada suatu hari La Moelu pergi memancing. Telah seharian ia memancing, tidak seekor ikan pun yang berhasil dipancingnya. Waktu senja pun tiba. La Moelu yang telah berniat pulang menjadi gembira karena mata kailnya ditarik ikan. La Moelu menarik pancingnya. Seekor ikan mungil berada di ujung kailnya. La Moelu keheranan melihat ikan kecil itu. Seumur hidupnya ia belum pernah melihat ikan kecil yang terlihat cantik itu. Maka, dibawanya ikan kecil itu untuk dipeliharanya di rumah. Ikan kecil itu dipelihara La Moelu di dalam daun yang dibentuk menyerupai mangkok.

Ayah La Moelu juga senang dengan ikan kecil yang cantik tersebut. Ia menyarankan agar La Moelu memelihara ikan kecil tersebut di dalam belanga. La Moelu menuruti saran ayahnya. Dimasukkannya ikan kecil itu di dalam belanga dengan diberinya air dan juga makanan yang cukup.

Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara La Moelu
Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara La Moelu

Keesokan harinya La Moelu terperanjat ketika mendapati ikan yang dipeliharanya di dalam belanga itu telah tumbuh membesar hingga sebesar belanga. Tak terkirakan gembiranya La Moelu. “Benar-benar ikan ajaib,” katanya, “tumbuhnya sangat cepat.”

Ayah La Moelu yang turut gembira lantas menyarankan agar ikan tersebut dipelihara di dalam lesung. La Moelu menuruti saran ayahnya. Dimasukkannya ikan peliharaannya itu di dalam lesung yang telah diberinya cukup air. Tak lupa, diberinya pula makanan.

Keajaiban kembali terjadi. Keesokan harinya ikan peliharaan La Moelu tersebuttelah bertambah besar hingga sebesar lesung. “Bagaimana ini, Ayah?” tanya La Moelu. “Harus kita pelihara di mana ikan ini?”

Karena tidak ada lagi tempat besar yang dapat menampung ikan itu, Ayah La Moelu menyarankan agar melepaskan ikan itu ke laut. La Moelu lantas membawa ikan itu ke laut.

Ikan itu tampak gembira dilepaskan di laut. Ia berenang mengitari kaki La Moelu seolah-olah mengucapkan terima kasih. La Moelu sangat senang mendapati ikan itu sangat jinak kepadanya. Katanya kemudian, “Wahai ikan, kuberi nama untukmu Jinnande Teremombonga. Jika namamu kupanggil, hendaklah engkau muncul. Aku akan memberimu makanan jika engkau muncul ke permukaan.”

Ikan yang telah diberi nama Jinnande Teremombonga itu mengangguk-anggukkan kepala. Ia lantas berenang dengan gembira ke laut lepas.

Sejak saat itu La Moelu setiap hari ke laut untuk memberi makan Jinnande Teremombonga. Setibanya di pinggir laut, La Moelu akan memanggil nama Jinnande Teremombonga. Ikan itu akan muncul ke permukaan laut dan menghampiri La Moelu dengan gembira. Ia akan menyantap makanan pemberian La Moelu. Ia bahkan kerap bermain-main dengan La Moelu yang sangat menyayanginya.

Pada suatu hari tujuh pemuda mendapati La Moelu yang tengah bercanda dengan Jinnande Teremombonga. Semula tujuh pemuda itu kagum dengan persahabatan erat antara La Moelu dan ikan besar itu. Namun, kekaguman mereka berubah menjadi niat jahat untuk menangkap Jinnande Teremombonga!

Mengetahui cara La Moelu memanggil ikan besar itu, tujuh pemuda itu pun menirunya. Mereka memanggil Jinnande Teremombonga. Seketika ikan besar itu muncul ke permukaan laut dan menghampiri mereka, ketujuh pemuda itu lantas menjerat Jinnande Teremombonga dengan jala besar yang sangat kuat. Meski Jinnande Teremombonga berusaha keras untuk melepaskan diri, namun jala itu sangat kuat hingga usaha ikan besar itu menjadi sia-sia.

Tujuh pemuda itu menyeret Jinnande Teremombonga ke pantai dan menyembelih serta memotong-motongnya menjadi tujuh bagian. Masing-masing pemuda mendapat satu bagian. Mereka lantas membawa daging ikan itu ke rumah masing-masing dengan hati riang. Menurut mereka, bagian daging ikan untuknya itu tidak akan habis dimakannya selama seminggu.

Pada sore harinya La Moelu datang ke pantai dan memanggil Jinnande Teremombonga. Namun, ikan itu tidak muncul seperti biasanya. La Moelu terus memanggil, namun ikan yang sangat disayanginya tidak juga menampakkan diri. Keheranan La Moelu akhirnya tersingkap setelah beberapa orang menceritakan kepadanya perihal telah dibunuhnya Jinnande Teremombonga oleh tujuh pemuda tadi pagi.

La Moelu sangat sedih mendengar ikan kesayangannya itu menemui kematian secara mengenaskan. Ia pun menuju rumah salah seorang pemuda penangkap ikan kesayangannya. Bertambah tambah sedih hatinya ketika mendapati pemuda itu beserta keluarganya tengah memakan daging Jinnande Teremombonga dengan amat Iahapnya. Tulang-tulang Jinnande Teremombonga mereka buang hingga berserakan di sekitar rumah itu.

La Moelu mengumpulkan tulang-tulang Jinnande Teremombonga dan membawanya pulang. Ketika tiba di rumahnya, La Moelu lantas menguburkan tulang belulang itu di halaman belakang rumahnya. Selesai menguburkan, La Moelu berujar, “Beristirahatlah dengan tenang wahai Jinnande Teremombonga yang sangat kusayangi. Beristirahatlah dengan tenang wahai sahabatku.”

Keesokan harinya La Moelu terperangah ketika mendapati sebuah keajaiban di halaman belakang rumahnya. Ia melihat sebatang pohon tumbuh di tempat ia menanam tulang belulang Jinnande Teremombonga. Pohon yang luar biasa ajaib. Pohon itu berbatang emas, berdaun perak, dan berbuah permata! Banyak pula buahnya

La Moelu memetik beberapa buah dan menjualnya. Ia terbelalak mendapati buah-buah itu dihargai sangat tinggi oleh pembelinya. Hasil penjualan buah-buah itu sangat mencukupi kebutuhan dirinya danjuga ayahnya. Bahkan, untuk membangun rumah yang indah pun masih juga cukup.

La Moelu yang baik hati itu pun akhirnya hidup berbahagia. Ia dikenal sebagai sosok yang kaya raya di kampungnya. Namun demikian ia tidak menyombongkan kekayaannya. Ia bahkan kerap berbagi kepada orang-orang yang datang dan meminta bantuan kepadanya. Tangannya senantiasa terulur untuk memberikan bantuan kepada yang membutuhkannya.

Pesan Moral dari Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara : La Moelu adalah kita hendaklah menyayangi hewan karena hewan itu sesungguhnya ciptaan tuhan seperti halnya kita. hewan yang kita sayangi akan membalas dengan kasih sayangnya pula.

Jika anda merasa artikel yang kami posting bermanfaat kami mohon bantuan untuk membagikan artikel ini di facebook, google plus, twitter atau media sosail yang lain. Dengan membantu membagikan cerita rakyat yang kami posting, sama dengan membantu anak Indonesia untuk mendapatkan dongeng seperti yang kita dengar ketika kita masih kecil. Terima kasih kami ucapkan untuk rekan-rekan yang sudah membagikan blog kami di media sosial. Salam dari admin dongengceritarakyat.com

 

 

Tinggalkan Balasan