Dongeng rakyat kali ini tidak kalah menarik dengan Kumpulan Cerita Nusantara lainnya. Asal cerita rakyat nusantara kali ini berasal dari Bangka Belitung. Kisah ini menceritakan seseorang pemberani yang berhasil melakukan perubahan di daerahnya. Siapakah lelaki pemberani itu? Ini dia kisahnya.
Kumpulan Cerita Nusantara : Legenda si Paga dari Bangka Belitung
Paga adalah seorang pemuda yang hidup pada zaman dahulu. Tubuhnya terbilang kecil namun keberaniannya sangat mengagumkan. Pada suatu hari ia datang ke desa Penyak di Pulau Bangka. Ia merasa betah tinggal di desa itu hingga akhirnya memutuskan untuk menetap, walau sesungguhnya keamanan desa Penyak tidaklah terlalu baik. Kerap kali terjadi perampokan dan penjarahan di desa Penyak. Yang mengherankan, para perampok dan penjarah itu langsung menghilang setelah melakukan aksi jahat mereka. Warga desa tidak mengetahui dari mana para perampok itu berasal dan kemana pula mereka pergi. Para perampok itu seperti hilang ditelan bumi setelah melakukan aksi jahatnya.
Di desa Penyak itu juga terdapat hutan yang terkenal angker. Tidak pernah ada penduduk desa Penyak yang berani memasuki hutan. Menurut mereka, hutan itu dihuni oleh hantu, jin, setan, dan dedemit yang sangat menyeramkan. Mereka percaya, siapa pun juga yang nekat memasuki hutan itu akan berakhir dengan kematiannya karena dimangsa makhluk-makhluk gaib yang menyeramkan itu.
Warga desa Penyak secara turun-temurun memang tidak berani memasuki hutan angker itu. Namun, tidak bagi Paga!
Paga tidak hanya berniat memasuki hutan angker itu melainkan juga hendak membuka hutan untuk dijadikannya lahan garapan bercocok tanam. Beberapa warga desa yang mengetahui rencana Paga itu mencoba menasihati agar Paga mengurungkan niatnya. Saran mereka, “Paga, daripada engkau mati konyol di dalam hutan angker itu, sebaiknya engkau urungkan saja niatmu. Masih banyak lahan di desa Penyak ini yang dapat engkau garap.”
Namun, Paga bersikeras untuk tetap memasuki hutan angker itu. Warga desa Penyak akhirnya membiarkan Paga untuk mewujudkan rencananya.
Sesungguhnya Paga tidak asal nekat. Beberapa minggu sebelumnya, Paga memergoki beberapa orang asing memasuki hutan angker itu secara sembunyi-sembunyi. Paga mengetahui, mereka bukan warga desa Penyak. Mungkinkah mereka berhubungan dengan para perampok dan penjarah yang sangat meresahkan warga desa Penyak selama itu?
Paga sangat penasaran. Ia yakin, orang-orang asing yang memasuki hutan angker secara diam- diam itu berhubungan dengan para perampok yang sangat meresahkan warga desa Penyak.
Dengan membawa peralatan kerja, Paga mulai memasuki hutan angker. Dari pinggir hutan hingga memasuki hutan, Paga tidak menemukan halhal yang mencurigakan. Tidak pula ia dihadang aneka makhluk gaib menyeramkan seperti yang dituturkan warga desa Penyak. Yang ditemuinya adalah kelebatan hutan dan aneka hewan hutan yang berlarian dan beterbangan ketika berjumpa dengannya.
Di tempat yang dirasanya cocok, Paga mulai menebang pohon-pohon. Ia hendak berladang di tempat itu. Sejak pagi hingga sore hari Paga bekerja keras menebang pohon dan membersihkan tempat itu. Jika malam tiba, Paga tidur di atas dahan pohon besar. Berminggu-minggu Paga bekerja seorang diri hingga lahan untuknya bercocok tanam akhirnya jadi dan siap untuk ditanami.
Ketika Paga tengah sibuk menyiapkan lahan garapannya di hutan angker, warga desa dikejutkan dengan adanya berita menghebohkan. Para perompak ganas akan beraksi di desa Penyak. Mereka tidak hanya akan mengambil dan merampas harta benda yang dimiliki warga desa, melainkan juga akan menculik dan memaksa warga untuk dijadikan budak belian.
Warga desa Penyak segera mengungsi ke tempat yang aman. Mereka pergi berbondong-bondong meninggalkan desa seraya membawa harta benda yang dapat mereka bawa. Hewan-hewan ternak milik warga turut pula diungsikan.
Berita itu ternyata benar adanya. Beberapa waktu setelah semua warga desa Penyak mengungsi, para perompak ganas tiba di desa Penyak. Mereka dipimpin Si Biru, kepala perompak yang terkenal kejam dan sangat ditakuti. Amat terperanjat mereka mendapati keadaan desa Penyak yang sepi tiada penghuni laksana desa Penyak itu desa mati. Si Biru sangat marah. Ia pun memerintahkan kepada segenap anak buahnya untuk membakar dan menghancurkan rumah-rumah warga desa Penyak. Mereka lantas kembali ke kapal mereka dengan tangan kosong. Kapal pun segera berlayar setelah Si Biru memerintahkan untuk berangkat.
Kapal para perompok itu ternyata kemudian berlabuh tidak jauh dari desa Penyak, di bagian tersembunyi di hutan angker. Setelah menyembunyikan kapal, Si Biru dan segenap anak buahnya memasuki hutan angker yang telah mereka jadikan markas sejak lama.
Kedatangan mereka sesungguhnya diketahui Paga secara tidak sengaja. Dari tempat persembunyiannya, Paga terus mengamati dan mengikuti kemana para perompak itu menuju. Akhirnya Paga mengetahui di mana para perompak itu bermarkas yang ternyata tidak terlalu jauh dari bagian hutan yang telah dipersiapkannya untuk lahan garapan!
Setelah mengamati kekuatan para perompak, Paga segera beraksi. Ia menggertak dengan suara lantang yang sangat mengagetkan para perompak. Selaku pemimpin perompak, Si Biru lantas menghadapinya dengan pedang besar di tangan ketika melihat Paga muncul dari tempat persembunyiannya. Si Biru bahkan meminta puluhan anak buahnya itu untuk tidak membantunya setelah ia melihat tubuh Paga yang kecil itu.
Sama sekali Paga tidak gentar berhadapan dengan Si Biru dengan bersenjatakan pedang besarnya itu. Dengan tangan kosong dilayaninya serangan Si Biru. Beberapa saat pertarungan itu terjadi dan pada kesempatan yang tepat, Paga melancarkan serangan telaknya. Si Biru jatuh terjerembap terkena pukulan keras Paga yang mendarat telak di ulu hatinya. Begitu kerasnya pukulan Paga hingga pemimpin perompak ganas itu jatuh pingsan karenanya.
Beberapa orang anak buah Si Biru bergegas mengurung Paga dan beramai-ramai mereka mengeroyok pemuda bertubuh kecil namun amat pemberani itu. Paga kembali menunjukkan kemampuan bertarungnya yang luar biasa. Pukulan dan tendangan kerasnya membuat pengeroyoknya terjatuh. Paga sengaja mengarahkan jatuhnya para perompak itu ke rerimbunan rumput jelatang yang banyak tumbuh di hutan itu. Akibatnya, para perompak yang jatuh ke rerimbunan rumput jelatang merasakan kulit mereka gatal dan panas yang sangat menyiksa. Mereka berteriak-teriak kesakitan.
Para perompak yang lain merasa takut. Mereka menganggap Paga mempunyai kesaktian yang luar biasa. Mereka pun beramai-ramai meletakkan senjata mereka dan menyembah nyembah meminta ampun kepada Paga.
Setelah mereka menyatakan bertaubat, Paga lantas menyadarkan dan menyembuhkan Si Biru serta beberapa perompak yang terluka akibat pukulan dan tendangan kerasnya. Mendapati perlakuan Paga yang baik, Si Biru akhirnya menyatakan taubat dan penyesalannya. Ia perintahkan seluruh anak buahnya untuk menghentikan perbuatan jahat mereka dan kembali meniti jalan kebaikan seperti yang disarankan Paga. Si Biru menyebut Paga sebagai pemimpin mereka dan ia siap menjalankan perintah Paga. Bahkan Si Biru dan seluruh anak buah membantu Paga dalam membabat hutan. Mereka bergotong royong membuat lahan pertanian. Dengan kerja keras mereka, lahan pertanian pun segera tercipta. Para bekas perompak itu mulai berladang, menanam aneka tanaman pangan. Mereka juga mendirikan rumah-rumah di dekat ladang garapan mereka.
Desa Penyak berubah menjadi desa yang aman setelah para perompak itu meninggalkan pekerjaan jahat mereka. Warga desa sangat berterima kasih kepada Paga. Mereka juga sadar, aneka makhluk gaib menyeramkan yang selama itu menghuni hutan angker itu ternyata bohong. Kabar bohong itu ternyata diberitakan dan disebarluaskan oleh para perompak untuk menakut-nakuti warga desa Penyak agar markas persembunyian mereka tidak diketahui warga desa Penyak.
Paga hidup berbahagia bersama Si Biru dan puluhan bekas perompak yang kesemuanya telah dianggapnya sebagai sahabat.
Pesan moral dari kumpulan cerita nusantara: kisah si paga adalah kabar burung memang kerap membingungkan dan kadang malah menyesatkan. Oleh karena itu janganlah terlalu percaya pada kabar burung atau berita yang belum tentu akan kebenarannya.