Dongeng Papuq Mame Dan Papuq Ki Ne diambil dari kumpulan kisah rakyat Nusantara dari wilayah Nusa Tenggara Barat. Cerita rakyat ini memberi amanat yang sangat baik untuk diajarkan pada si kecil. Alur ceritanya yang sangat mudah dipahami membuat si kecil sangat menikmati cerita pendek nusantara ini. Tidak perlu menunggu lama, ini dia kisah lengkapnya.
Kisah Rakyat Nusantara dari NTB : Papuq Mame Dan Papuq Ki Ne
Papuq Mame dan Papuq Ki Ne adalah sepasang sandal kesayangan seorang raja. Keduanya merupakan pasangan suami istri. Sang suami adalah Papuq Mame dan istrinya adalah Papuq Ki Ne. Keduanya terbuat dari kulit kerbau. Papuq Mame terbuat dari kulit kerbau jantan dan Papuq Ki Ne terbuat dari kulit kerbau betina. Amat kuat dan lentur bahan keduanya hingga sang raja senantiasa mengenakannya ke mana pun Sang Raja bepergian. Sang Raja mengenakan Papuq Mame di kaki kanannya dan Papuq Ki Ne di kaki kirinya.
Pada suatu hari hujan turun dan ketika itu Sang Raja tengah mengenakan sepasang sandal kesayangannya itu. Tubuh Papuq Marne dan Papuq Ki Ne menjadi basah dan sang raja lantas meletakkan keduanya di bawah kolong tempat tidurnya.
Setiap kali diletakkan di bawah kolong tempat tidur, tikus-tikus akan datang dan mengendus- endus Papuq Marne dan Papuq Ki Ne. Kejadian seperti itu sangat tidak disukai sepasang sandal kesayangan Sang Raja itu. Papuq Marne khawatir jika tubuhnya dan juga tubuh istrinya digigiti tikus-tikus itu. Tentu menyakitkan rasanya.
“Lantas, apa yang harus kita perbuat, wahai suamiku?” tanya Papuq Ki Ne ingin tahu.
Jawab suaminya, “Sebaiknya kita berdoa kepada Tuhan dan memohon agar kita dijadikan sepasang tikus. Dengan demikian tikus-tikus itu tidak akan berani menggigit kita.”
Papuq Ki Ne setuju dengan saran suaminya. Keduanya lantas berdoa dan memohon kepada Tuhan agar dijadikan sepasang tikus. Tuhan memperkenankan doa sepasang sandal itu. Keduanya lantas dijadikan Tuhan menjadi sepasang tikus.
Seperti halnya tikus-tikus lainnya, Papuq Mame dan Papuq Ki Ne juga kerap berulah di istana kerajaan, terutama di dapur istana. Mereka kerap mengambil makanan dan juga menimbulkan kerusakan. Sang Raja sangat murka karena tindakan mereka, terutama karena mendengar suara mencicit dari Papuq Mame dan Papuq Ki Ne. Raja lantas memerintahkan parjuritnya untuk mencari kucing.
Kucing-kucing lalu didatangkan. Mereka segera menangkap tikus-tikus yang kerap berbuat onar itu. Telah banyak tikus-tikus yang berhasil ditangkap dan dimangsa kucing-kucing itu. Namun hingga sejauh itu Papuq Mame dan Papuq Ki Ne dapat lolos dari kejaran dan terkaman kucing- kucing.
Papuq Mame dan Papuq Ki Ne merasa sedih hidup sebagai tikus. Mereka merasa tidak aman dari incaran kucing-kucing. Jika mereka tidak waspada dan hati-hati, niscaya nasib mereka tidak akan berbeda dengan tikus-tikus lainnya yang telah tertangkap dan menjadi mangsa kucing-kucing.
“Hidup sebagai tikus ternyata tidak enak,” kata Papuq Mame. “Sebaiknya kita memohon kepada Tuhan agarTuhan mengubah kita menjadi kucing. Hidup sebagai kucing tentu jauh lebih menyenangkan dibandingkan menjadi tikus.”
Papuq Ki Ne setuju dengan saran suaminya.
Papuq Mame dan Papuq Ki Ne lalu berdoa kepada Tuhan agar Tuhan mengubah mereka menjadi kucing. Tuhan pun memperkenankan. Seketika itu keduanya berubah menjadi sepasang kucing. Tidak hanya kucing biasa, melainkan kucing istimewa dengan bulu-bulu yang lebat lagi lembut. Sang Permaisuri sangat menyukai keduanya hingga menjadikan Papuq Mame dan Papuq Ki Ne selaku hewan kesayangan.
Hidup sebagai kucing kesayangan Sang Permaisuri ternyata tidak membuat Papuq Mame dan Papuq Ki Ne menjadi senang. Keduanya merasa iri dengan anjing-anjing yang dimiliki Sang Raja. Jika Sang Raja berburu, anjing-anjing itu senantiasa diajak serta sementara keduanya hanya tinggal di dalam istana. Mereka ingin pula diajak berburu Sang Raja.
Lantas, apa yang harus dilakukan Papuq Mame dan Papuq Ki Ne?
Papuq Mame dan Papuq Ki Ne kembali berembuk dan bersepakat untuk memohon kepada Tuhan agar mengubah mereka menjadi sepasang anjing. Tuhan kembali mengabulkan permohonan mereka. Papuq Mame dan Papuq Ki Ne berubah menjadi sepasang anjing istimewa. Keduanya sangat cepat berlari dan gesit menangkap hewan-hewan buruan. Sang Raja sangat sayang dengan dua anjing itu. Setiap kali berburu, Papuq Mame dan Papuq Ki Ne senantiasa diajaknya dan hasil perburuan Sang Raja kian banyak dengan bantuan Papuq Mame dan Papuq Ki Ne.
Akan tetapi hidup sebagai anjing ternyata juga tidak membuat Papuq Mame dan Papuq Ki Ne menjadi senang. Sebaliknya, mereka merasa sangat sedih. Sehari-hari keduanya tidak bisa hidup bebas karena harus berada di dalam kandang besi. Keduanya baru dikeluarkan dari dalam kandang besi jika Sang Raja hendak berburu.
“Hidup sebagai anjing ternyata tidak menyenangkan;” kata Papuq Mame. “Sebaiknya kita kembali memohon kepada Tuhan agar Tuhan mengubah kita menjadi sepasang manusia. Lebih enak lagi jika aku menjadi raja dan engkau menjadi permaisuri!”
Lagi-lagi, Papuq Ki Ne membenarkan dan mengiyakan ucapan suaminya. Keduanya kembali berdoa dan memohon kepada Tuhan agar berkenan mengubah diri mereka menjadi manusia dan menjabat sebagai raja. Tuhan Yang Maha baik memperkenankan permohonan Papuq Mame dan Papuq Ki Ne. Seketika itu Tuhan mengubah Papuq Marne dan Papuq Ki Ne menjadi sepasang manusia.
Papuq Mame dan Papuq Ki Ne lantas pergi mengembara mencari wilayah yang dapat mereka jadikan sebagai wilayah kerajaan. Mereka temukan wilayah itu. Papuq Mame lalu mendirikan istana kerajaan di tempat itu. Banyak orang yang kemudian datang ke wilayah itu. Terbentuklah sebuah kerajaan dan orang-orang pun sepakat mengangkat Papuq Mame sebagai raja mereka dan Papuq Ki Ne menjadi permaisuri.
Setelah bertakhta sebagai raja, Papuq Marne berniat memperluas wilayah kekuasaannya. Jika memungkinkan, ia hendak menguasai seluruh Pulau Lombok. Ia pun berencana menyerang kerajaan di mana ia dan istrinya dahulu tinggal. Rencana itu didengar raja bekas majikan Papuq Mame dan Papuq Ki Ne. Merasa tidak ingin didahului diserang, ia memerintahkan segenap prajuritnya untuk menyerang terlebih dahulu.
Kerajaan tempat Papuq Mame bertakhta belum slap menerima serangan. Kekuatan mereka hancur ketika mendapat serangan. Para prajurit banyak yang tewas. Keberuntungan masih menaungi Papuq Mame dan Papuq Ki Ne. Keduanya masih sempat meloloskan diri dari istana kerajaan dan bersembunyi di dalam hutan.
“Wahai suamiku, apalagi yang harus kita lakukan?” tanya Papuq Ki Ne.
Papuq Mame sejenak merenung. Timbulah niat luar biasa beraninya. Katanya, “Sebaiknya kita memohon kepada Tuhan agar dijadikanNya Tuhan! Jika kita menjadi Tuhan, kita akan dapat mengubah diri kita menjadi apapun juga yang kita kehendaki. Kita pasti hidup senang jika menjadi Tuhan!”
Papuq Marne dan Papuq Ki Ne lantas berdoa dan memohon agar dijadikan Tuhan.
Tuhan pun murka kepada keduanya karena keserakahan mereka. Tuhan lantas mengubah mereka menjadi sepasang sandal yang terbuat dari kulit kerbau seperti keadaan mereka semula.
Pesan moral dari Kisah Rakyat Nusantara : Papuq Mame Dan Papuq Ki Ne adalah kita hendaklah bersyukur dengan apapun juga yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Jika kita bersyukur, niscaya Tuhan akan menambahkan karunia-nya. Namun, jika kita mengingkari nikmat-nya, Tuhan pun akan murka kepada kita.