Dongeng Pangeran dan Dewi di Bawah Pohon Taru Menyan

Cerita rakyat Bali yang kakak ceritakan malam hari ini menceritakan dongeng Pangeran dan Dewi yang tinggal dibawah pohon taru menyan. Konon ini menjadi asal muasal nama satu daerah di Bali yaitu Trunyan. Cerita ini merupakan lanjutan dari posting kami sebelumnya yaitu Kumpulan Cerita Cerita Rakyat Dari Bali. Selamat membaca.

Cerita Rakyat Bali : Dongeng Pangeran dan Dewi Taru Menyan

Desa Trunyan adalah sebuah desa di Provinsi Bali yang mempunyai keunikan. Disana, orang-orang yang telah meninggal tidak dikuburkan, tetapi diletakkan saja di tanah sampai membusuk. Bau harum pohon taru menyan yang ada di desa itu mampu menghilangkan bau busuk jenazah itu.

Dahulu kala, di Kerajaan Solo, empat orang anak raja tiba-tiba merasa mencium bau harum yang sangat menyengat. Keempat anak raja itu terdiri dari tiga orang kakak laki-laki dan si bungsu perempuan.

Rasa penasaran membuat keempatnya berniat mencari sumber bau harum itu. Lalu, mereka melanjutkan perjalanan mengikuti arah bau harum. Mereka berempat menempuh perjalanan yang sangat jauh dan memakan waktu berbulan-bulan lamanya. Ketika sampai di kaki Gunung Batur Selatan, si bungsu mengungkapkan rasa sukanya dengan daerah itu.

“Biarlah aku tinggal di daerah ini, Kak,” kata putri bungsu. Ketiga kakaknya mengizinkannya.

Sang putri bungsu menetap di sana, kemudian pindah ke wilayah sebelah timur Gunung Batur yang kini terdapat Pura Batur.

Dongeng Pangeran dan Dewi di Bawah Pohon Taru Menyan
Dongeng Pangeran dan Dewi di Bawah Pohon Taru Menyan

Ketiga putra raja itu melanjutkan perjalanan. Saat tiba di daerah Kedisan, sebelah barat Gunung Batur, mereka mendengar suara burung yang sangat merdu. Pangeran ketiga berteriak kesenangan mendengar suara merdu itu. Kakak sulung tidak menyukai sikap adiknya.

“Jika kau menyukai tempat ini, kau boleh tinggal di sini,” ujar pangeran sulung. Namun, pangeran ketiga tetap ingin ikut pergi bersama kakak-kakaknya. Karena sudah terlanjur tidak suka, pangeran sulung menendang adiknya itu hingga terjatuh dalam posisi bersila. la berubah menjadi patung Batara Dewa yang kini terdapat di Pura Dalam Pinggit di Desa Kadisan.

Pangeran kedua dan pangeran sulung melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan dua gadis cantik. Pangeran kedua menyapa mereka. Hal ini tidak disukai oleh pangeran sulung.

Lalu, pangeran sulung menendang adiknya hingga jatuh tertelungkup. Pangeran kedua tinggal di desa itu dan menjadi pemimpin di sana. Semula, desa tersebut bernama Desa Abang. Setelah pangeran kedua menjadi kepala desa di sana, namanya berubah menjadi Desa Abang Dukuh. Dalam bahasa setempat, dukuh artinya telungkup.

Tinggalah pangeran sulung seorang diri melanjutkan perjalanan. la menyusuri tepian Danau Batur mencari sumber bau harum yang menyengat itu. Sampai di satu wilayah, ia melihat seorang dewi sedang duduk di bawah pohon taru menyan. Gadis itu cantik jelita. Pangeran sulung mendekatinya, semakin mendekat bau harum itu semakin menyengat. Ternyata, bau harum itu berasal dari pohon taru menyan. Menurut bahasa setempat, taru berati pohon dan menyan berarti harum.

Pangeran sulung terpesona oleh kecantikan gadis itu. la pun menyampaikan lamaran kepada kakak gadis tersebut.

“Lamaranmu akan kami terima asal kau bersedia menjadi pemimpin di sini,” kata kakak sang gadis.

Pangeran sulung pun menyanggupinya, kemudian mereka menikah. Setelah menikah, pangeran sulung diberi gelar sebagai Ratu Sakti Pancering Jagat. Istrinya kemudian menjadi Dewi Danau Batur yang dipercaya sebagai penguasa di Danau Batur. Mereka berdua memimpin desa dengan arif dan bijaksana, sehingga desa tersebut berubah menjadi sebuah kerajaan kecil.

Raja menginginkan rakyatnya hidup aman, tenteram, dan jauh dari gangguan orang luar. Harumnya Taru Menyan dirasakannya dapat memancing orang-orang asing untuk datang. Untuk itu, ia mengumumkan satu hal kepada warganya.

“Aku tidak ingin ada lagi orang asing datang ke sini karena penasaran dengan harumnya taru menyan. Untuk itu, aku perintahkan menutupi bau harum yang berlebihan ini. Caranya, mulai sekarang jenazah orang yang sudah meninggal jangan dikuburkan, tetapi letakkan saja di bawah pohon taru menyan. Bau dari jenazah akan mengimbangi harumnya taru menyan,” kata sang raja.

Hal itu menjadi tradisi baru di sana. Orang yang sudah meninggal tidak lagi dikubur melainkan diletakkan di bawah pohon Taru Menyan. Lama-kelamaan daerah itu dikenal dengan nama Trunyan.

Pesan moral dari Dongeng Pangeran dan Dewi di Bawah Pohon Taru Menyan adalah kita tidak boleh kasar terhadap orang lain.

Baca cerita rakyat bali yang pernah kakak posting sebelumnya pada artikel berikut ini Cerita Rakyat Bali Kebo Iwa dan Danau Batur dan Cerita Rakyat Bali Manik Angkeran