Dongeng Legenda Indonesia : Asal Mula Telaga Bidadari

Asal mula telaga Bidadari merupakan salah satu dongeng legenda Indonesia yang sangat populer. Di beberapa bagian cerita legenda ini sangat mirip sekali dengan dongeng Jaka Tarub. Penasaran dengan cerita rakyat nusantara ini? yuk kita ikuti bersama

Dongeng Legenda Indonesia : Asal Muasal Telaga Bidadari

Dahulu kala, ada seorang pemuda tampan. Namanya Awang Sukma.

Awang Sukma mengembara ke tengah-tengah hutan. Dia kagum melihat beragam kehidupan di hutan.

Dia membangun rumah pohon di dahan pohon yang sangat besar. Dia tinggal di hutan dalam keharmonisan dan kedamaian.

Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat menjadi penguasa daerah itu dan mendapat gelar “Datu” .

Sebulan sekali, Awang Sukma berkeliling wilayahnya, dan dia tiba di sebuah danau yang jernih.

Danau itu berada di bawah pohon rindang dengan banyak buah. Burung-burung dan serangga hidup bahagia disana.

“Hmm, betapa indahnya danau ini! Hutan ini memiliki keindahan luar biasa,”  ucap Datu Awang Sukma dalam hati.

Keesokan harinya, ketika Datu Awang Sukma meniup serulingnya, ia mendengar suara ramai di danau.

Di sela-sela tumpukan batu yang pecah, Datu Awang Sukma mengintip ke arah danau.

Awang Sukma sangat heran sekaligus terkejut ketika melihat 7 gadis cantik sedang bermain air.

“Mungkinkah mereka bidadari?” pikir Awang Sukma.

Dongeng Legenda Indonesia Asal Mula Telaga Bidadari
Dongeng Legenda Indonesia Asal Mula Telaga Bidadari

Tujuh gadis cantik itu tidak sadar jika mereka sedang diawasi dan mengabaikan selendang mereka yang digunakan untuk alat terbang, berserakan di sekitar danau.

Salah satu selendang terletak di dekat Awang Sukma.

“Wah, ini kesempatan bagus untuk mendapatkan salah satu selendang itu,” gumam Datu Awang Sukma.

Setelah mengambil satu selendang yang dekat dengannya, Datu Awang Sukma segera berlari untuk bersembunyi kembali. Namun saat berlari tidak sengaja dia menginjak ranting kering.

“Krak”

Mendengar suara ranting kering patah, para gadis terkejut dan langsung mengambil selendang masing-masing.

Mereka dengan tergesa-gesa terbang pergi meninggalkan danau dengan menggunakan selendang ajaib mereka.

Namun ternyata ada seorang gadis yang tidak bisa menemukan selendangnya. Dia telah ditinggalkan oleh semua saudara perempuannya.

Dia sangat ketakutan dan sedih ditinggalkan seorang diri.

Saat itulah, Datu Awang Sukma keluar dari persembunyiannya.

Dia berpura-pura tidak sengaja lewat danau tersebut lalu menanyakan apa yang terjadi.

Putri bungsupun bercerita tentang apa yang dialaminya.

“Jangan khawatir tuan putri, aku akan membantu asal tuan putri tidak menolak untuk tinggal bersamaku,” pinta Datu Awang Sukma.

Awalnya Putri bungsu masih ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain, dan dia sudah mulai takut sendirian, maka tidak ada jalan lain selain menerima bantuan Awang Sukma.

Datu Awang Sukma mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Begitu pula dengan putri bungsu.

Dia senang berada di sekitar pemuda yang tampan dan gagah itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami-istri.

Setahun kemudian seorang bayi perempuan cantik lahir dan diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Namun, suatu hari seekor ayam hitam naik ke gudang dan menggaruk permukaan lumbung padi.

Saat Putri bungsu mencoba mengusir ayam hitam itu. Tiba-tiba matanya tertuju pada tabung bambu yang terletak didalam lumbung padi.

Ketika tabung dibuka, Putri Bungsu terkejut dan bersorak.

“Ini selendang saya!” Puteri bungsu menangis. Selendang ajaib itu juga memeluknya.

Putri bungsu merasa kecewa dengan suami yang ternyata selama ini telah membohonginya. Namun disisi lain dia juga saat menyayangi suami dan anaknya.

Putri bungsu akhirnya memutuskan untuk kembali ke Kahyangan.

“Sekarang saatnya aku harus kembali !,” katanya pada dirinya sendiri.

Putri bungsu segera mengenakan selendangnya sambil menggendong bayi.

Datu Awang Sukma terpana melihat apa yang terjadi. Dia segera datang dan meminta maaf atas tindakan yang menyembunyikan selendang Putri Bungsu secara diam-diam.

Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dihindari.

“Kanda, tolong jaga dinda Kumalasari dengan baik,” kata putri bungsu kepada Datu Awang Sukma.

“Ketika anak kita merindukanku, ambil tujuh biji kemiri, dan masukkan ke dalam keranjang yang digoyang-goyang. Saya pasti akan segera datang menemuinya,” kata putri bungsu.

Putri bungsu yang telah mengenakan selendangnya, kemudian terbang ke Kahyangan.

Datu Awang Sukma sedih dan bersumpah untuk melarang keturunannya beternak anak ayam hitam yang dianggapnya membawa bencana.

Tempat mandi putri bungsu dan enam bidadari lainnya kemudian dikenal dengan telaga Bidadari.

Pesan moral dari Dongeng Legenda Indonesia ini adalah jika kita menginginkan sesuatu, kita harus berusaha dengan cara yang baik dan sah menurut hukum. Kita tidak boleh mencuri atau mengambil barang / properti orang lain karena suatu hari kita akan menerima hasil yang buruk.

Baca juga dongeng dan legenda nusantara lainnya seperti: