Pernah mendengar cerita rakyat Telaga Warna? Telaga Warna sendiri sebenarnya merupakan sebuah danau yang berada di kawasan Puncak, Cisarua. Tempat wisata ini masuk wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Dibalik keindahan yang dimiliki Telaga Warna, konon dikisahkan bahwa kawasan ini merupakan bekas istana Kerajaan Kutatanggeuhan yang tenggelam. Seperti apa kisah dibaliknya yang bahkan menjadi kisah urban legend turun temurun di Jawa Barat? Berikut kisahnya!
Cerita Rakyat Telaga Warna dari Jawa Barat
Alkisah berdiri suatu kerajaan bernama Kutatanggeuhan di Jawa Barat. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Swarnalaya. Prabu Swarnalaya ini merupakan seorang raja yang memimpin kerajaan didampingi seorang ratu cantik bernama Ratu Purbamanah.
Selama masa kepemimpinannya, Prabu Swarnalaya sangat dicintai rakyatnya. Daerah dibawah kepemimpinannya pun sangat makmur. Hanya saja, sebagaimana pepatah bahwa tak ada satu manusia pun yang sempurna, kehidupan Prabu Swarnalaya pun demikian.
Ada satu perasaan terpendam yang dirasakan oleh Prabu Swarnalaya karena beliau tidak memiliki anak meski sudah lama menikah dengan sang istri. Setelah ditelusuri ternyata penyebabnya adalah karena sang prabu sendiri yang melanggar pantangan berburu rusa di Gunung Mas. Hal tersebut dikatakan oleh ahli nujum istana yang mendapat wangsit bahwa setiap rusa yang dibunuhnya menjadi simbol hilangnya keturunan dari Prabu Swarnalaya.
Mendengar hal tersebut, perasaan sedih dan menyesal dirasakan oleh sang prabu. Sang prabu pun berusaha untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi. Berangkatlah sang prabu untuk bertapa pada malam bulan pernama di sebuah goa kecil yang ada di Gunung Mas. Ia berangkat sendirian tanpa didampingi pengawal atau pun tanpa menggunakan atribut kerajaan.
Selama prabu pergi, rasa cemas berkecamuk di hati sang ratu. Namun selama beberapa pekan bertapa, akhirnya penantian sang ratu berakhir. Sang prabu pun pulang. Ratu Purbamanah yang sangat khawatir dengan keadaan suaminya langsung menyambut kedatangan sang prabu. Ia menghidangkan berbagai macam makanan yang prabu suka.
Beberapa bulan kemudian, Ratu Purbamanah mengandung. Prabu Swarnalaya sangat senang karena itu artinya pertapaannya membawa hasil. Sembilan bulan kemudian, Ratu Purbamanah melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat cantik dan diberi nama Dewi Kuncung Biru.
Karena sang puteri termasuk puteri yang sangat dinantikan, Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah cukup memanjakannya. Sang puteri pun tumbuh menjadi gadis cantik yang gemar bersolek, manja dan suka mengenakan pakaian mahal.
Hingga suatu hari menjelang perayaan hari ulang tahunnya, Dewi Kuncung Biru meminta sang ayah menghiasi tiap helai rambutnya dengan emas dan permata agar dirinya terlihat semakin cantik. Mendengar permintaan sang puteri, tentu Prabu Swarnalaya dan sang istri Ratu Purbamanah sangat terkejut karena hal tersebut tidak masuk akal.
Helaian rambut sang puteri sangat banyak, mana mungkin satu persatu akan dihias permata dan emas. Karena merasa keinginannya ditolak sang ayah, Dewi Kuncung Biru pun kesal dan marah. Kemarahan Dewi Kuncung Biru bahkan sampai terdengar keluar istana dan membuat rakyat sang prabu tergerak menyumbangkan harta mereka demi memberikan hadiah yang disukai dan diinginkan sang puteri raja.
Merasa cinta rakyatnya sangat besar, Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah merasa sangat terharu. Hingga tiba di hari perayaan ulang tahun Dewi Kuncung Biru. Rakyat yang diundang ke istana menyambut perayaan dengan gembira. Kotak berisi perhiasan emas dan permata yang dihadiahkan pun diserahkan kepada Dewi Kuncung Biru sebagai hadiah.
Rakyatpun senang dan sangat antusias agar Dewi Kuncung Biru membukanya. Hanya saja, ketika isinya dibuka ternyata Dewi Kuncung Biru kecewa karena perhiasan yang ia dapatkan sebagai hadiah tak seindah harapannya. Dengan sombongnya, Dewi Kuncung Biru melempar kotak berisi emas dan permata hadiah rakyat tersebut ke lantai hingga membuat isinya jatuh berserakan.
Semua orang yang hadir di sana tentu tercengang termasuk Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah, orang tuanya sendiri. Dengan kesombongan Dewi Kuncung Biru, ternyata alam pun murka. Seketika gemuruh datang diikuti hujan dan badai.
Tanah di sekitar istana pun terbelah disusul dengan air bah yang bervolume besar menenggelamkan istana megah tersebut bersama semua orang yang ada di istana ketika pesta berlangsung. Bersamaan dengan berhentinya hujan, kerajaan Kutanggeuhan menghilang dan di bekas menghilangnya kerajaan tersebut hadir telaga yang berisi ribuan ikan cantik dan beraneka warna. Telaga tersebut yang kini dikenal sebagai Telaga Warna.
Pesan moral cerita rakyat Telaga Warna
Banyak hal yang harus dipelajari sebagai manusia beradab dari cerita rakyat Telaga Warna tersebut, di antaranya :
- Belajar dari Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah, sebagai orang tua sebaiknya kita tidak memanjakan anak secara berlebihan karena bisa jadi ia tumbuh menjadi anak yang manja, angkuh dan sombong.
- Orang tua juga harus menanamkan nilai budi pekerti termasuk rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
- Dari Dewi Kuncung Biru kita belajar untuk tidak menjadi orang yang angkuh dan sombong karena banyak hal negatif yang bisa didapatkan dari sikap tersebut.
Selain cerita rakyat Telaga Warna, masih ada banyak cerita rakyat lain dari Jawa Barat yang perlu dilestarikan. Baca : Cerita Rakyat Jawa Barat Paling Legendaris
Itulah sedikit informasi yang kami dapat bagikan terkait cerita rakyat Jawa Barat paling legendaris. Semoga menjadi informasi yang inspiratif dan nilai moralnya dapat dipelajari dan diamalkan.