Selain Cerita Rakyat Danau Toba, ada beberapa cerita rakyat sumatera utara yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satu dari cerita rakyat sumatra yang paling populer adalah legenda putri ular. Apakah kalian sudah membaca Cerita Rakyat Banten : Legenda Asal Mula Cikaputrian yang mengisahkan seorang putri yang memiliki sifat yang buruk? Jika sudah maka kalian tidak akan asing dengan cerita rakyat sumatera utara legenda putri ular yang kakak dongengkan malam hari ini.
Cerita Rakyat Sumatera Utara : Legenda Putri Ular
Alkisah, ada sebuah kerajaan di daerah Simalungun. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Rakyatnya hidup makmur. Raja itu memiliki seorang putri yang luar biasa cantiknya. Kecantikannya bahkan terkenal sampai ke negeri seberang. Sayangnya, sang Putri memiliki sifat yang jelek. Ia suka mengucapkan kata-kata buruk. Orang mengebutnya putri yang latah.
Jika ada kejadian yang tidak mengenangkan hatinya, ia dengan mudahnya berkata buruk. “Aih… air sungai Iebih enak rasanya dari teh buatanmu ini,” katanya suatu hari pada salah seorang dayang istana.
“Lebih baik jadi orang buta daripada harus memandangi wajahmu yang cemberut terus,” katanya lagi di lain hari. Raja dan Ratu selalu mengingatkannya agar berhenti mengucapkan kata-kata buruk. Mereka takut, jika suatu saat ucapan Putri itu menjadi kenyataan. “Bagaimana jika kau benar-benar buta nanti?” tanya Ratu cemas. Putri tak peduli. Dari hari ke hari, perkataan buruknya bertambah banyak.
Suatu hari, datanglah raja muda dari negeri seberang. Rupanya raja muda itu telah mendengar tentang kecantikan sang Putri. Kebetulan ia sedang mencari wanita untuk dijadikan permaisuri. “Jika Baginda mengizinkan, saya ingin melamar putri Baginda,” kata raja muda itu.
“Tentu aku setuju. Dengan menikahnya kalian berdua, kekuatan kita akan semakin besar. Rakyat kita semakin banyak. Aku akan segera memberitahu putriku,” jawab Raja.
Setelah semuanya disetujui, akhirnya diputuskan bahwa pesta pernikahan akan dilaksanakan bulan depan. Raja ingin mengadakan pesta besar, apalagi Putri adalah anak satu-satunya.
Putri amat bahagia dengan lamaran Raja muda itu. Apalagi ia juga berparas tampan. Putri bertambah rajin merawat dirinya, supaga ia bertambah cantik di hari pernikahan nanti.
Tiap hari, ia rajin mandi di danau kecil di belakang istana. la juga mencampur air mandinya dengan bermacam-macam bunga gang harum. KuIitnya yang halus pun digosok dengan lembut. Ia benar-benar tak ingin ada cacat sekecil apa pun di tubuhnya.
Suatu hari, seperti biasa, Putri mandi di danau. Sambil menggosok-gosok tubuhnya, ia bersenandung kecil. “Lalala… lilili… senangnya hati ini…”, demikian senandungnya.
Tiba-tiba, seekor burung melintas di atas kepalanya. Ia sangat terkejut, dan langsung menengadah. Ternyata burung itu mematuk hidungnya. Putri tak sempat menghindar, darah berceceran dari hidungnya. “Aduhh… hidungku!” ia menjerit sambil memegang hidungnya yang berdarah, Putri pun menangis.
“Bagaimana ini, Bi Inang? Hidungku ini pasti cacat. Semuanya gara-gara burung nakal itu,” kata Putri pada inangnya. Putri terus tersedu-sedu. Ia kecewa karena tak bisa menjaga kecantikannya. “Mana mau raja muda itu menikahi wanita dengan hidung begini?” isaknya. Bi Inang mengelus- elus rambutnya. “Jangan khawatir, Putri. Jika raja muda memang mencintai Putri, luka kecil ini pasti tak jadi masalah,” katanya menghibur.
“Luka kecil? Ini bukan luka kecil Bi!” teriak Putri dengan marah.
Akhirnya Putri memutuskan untuk pulang ke istana dan menunjukkan lukanya pada ibunya. “Tenang Nak, ini hanya luka biasa. Nanti setelah diobati oleh tabib istana, luka ini pasti akan kering,” hibur Ratu.
“Tapi aku malu, Bu. Luka ini pasti akan membekas dan berwarna hitam. Raja muda pasti membenciku,” jawab Putri. Setelah terdiam sejenak, tiba-tiba Putri berkata, “Mungkin lebih enak jadi ular. Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak akan kelihatan.”
Sebelum Ratu sempat menjawab, tiba-tiba langit menjadi gelap dan petir menyambar-nyambar. Ratu dan Putri ketakutan. Mereka saling berpelukan. “Ya ampun, anakku, apa yang terjadi padamu?” teriak Ratu panik. Ratu segera melepaskan pelukannya. Yang tampak di hadapannya bukan lagi putrinya yang cantik, tapi seekor ular besar dengan kulit hitam kehijauan. Kulit ular itu sangat kasar dan penuh sisik, persis seperti yang diharapkan sang Putri.
Ratu tak percaya melihat melihat kenyataan itu. Tapi setelah melihat sorot mata ular itu, yakinlah ia bahwa ular itu memang putrinya. Ratu menangis. Ia menyesali perkataan putrinya yang diucapkan secara sembrono.
“Anakku, bukankah sudah berulang kali Ibu ingatkan agar menjaga ucapanmu?” isaknya sedih. Ular itu tak bisa menjawab. Ia hanya menggelengkan kepalanya sambil mendesis. Namun, matanya menitikkan air mata. Tanda bahwa ia amat menyesal. “Maafkan aku, Ibu. Aku telah mengecewakan Ibu dan Ayah,” kata ular itu dalam hati.
Nasi sudah jadi bubur. Waktu tak dapat diputar lagi. Semua persiapan untuk pernikahan pun sia-sia. Raja juga tak mampu berbuat apa-apa. Akhirnya, putri yang berubah jadi ular itu tinggal di halaman belakang istana. Ia lebih senang tinggal di alam bebas.
Bi Inang dan para dayang tetap menjaganya dengan baik. Sekarang mereka memanggilnya “Putri Ular”.
Pesan dari Cerita Rakyat Sumatera Utara : Legenda Putri Ular untukmu adalah Jangan mudah mengeluarkan perkataan yang buruk dan menyesali keadaanmu. Apa pun yang terjadi pada dirimu, itu pastilah yang terbaik bagimu
Cerita Rakyat Sumatra Utara : Kelalawar dan Seekor Kucing
Suatu malam seekor kelalawar terbang mencari buah-buahan untuk dia makan, kelalawar pergi ke sebuah hutan yang sangat lebat dan dia menemukan sebuah pohon mangga yang sangat besar dan buahnya sangat lebat dan alangkah senangnya kelalawar itu karena buah-buah mangga telah matang, sang kelalawar sangat lapar dia makan dengan santainya menikmati manisnya buah mangga sampai pertunya kenyang.
Setelah perutnya kenyang sang kelalawar meninggalkan pohon mangga itu menuju sarangnya yang terletak di sebuah gua, saat dia terbang tiba-tiba angin datang dengan sangat kencang hingga sang kelalawar terlempar sangat jauh lalu jatuh. Sang kelalawar mencoba bangun dari tempatnya jatuh namun badannya terasa sangat sakit hingga sang kelalawar tak mampu menggerakan sayap-sayapnya, sang kelalawar beristirahat sejenak untuk memulihkan badannya yang masih terasa sakit.
Ketika dia beristirahat tiba-tiba terdengar suara kucing mendekat sang kelalawar mencoba untuk terbang namun dia kalah cepat dengan sang kucing sang kucing menangkap sang kelalawar, sang kucing yang menangkap sang kelalawar itu ternyata sedang mengulum seekor tikus dan dia heran melihat binatang yang dia tangkap lalu berkata “kau ini mahkluk apa, rupamu seperti seekor tikus aku sangat membenci tikus kalu begitu biar ku makan kau.” lalu sang kelalawar menjawab “aku bukan seekor tikus coba kau tengok aku ini seekor kelalawar.” sang tikus bingung lalu berkata lagi “apa itu kelalawar apa sejenis burung tapi rupamu mirip sekali dengan tikus, aku sedang tidak mau memakan para burung bulunya sering membuat hidungku bersin.” sang kelalawar merentangkan sayapnya dan menjawab “ya aku sejenis burung coba tengoklah sayapku dan aku bisa terbang.” mendengar penjelasan dari sang kelalawar sang kucing melepaskannya dan sang kelalawarpun kini kembali kesarangnya.
Keesokan harinya sang kelalawar kembali ke hutan tersebut untuk memakan buah mangga yang letak pohonnya masih dia ingat, sang kelalawar terbang dengan eloknya dan tenang namun tiba-tiba seekor burung hantu menabraknya hingga jatuh ke tanah, dan sialnya seekor kucing mendekatinya dan itu adalah kucing yang menangkapnya ketika malam hari kemarin saat sang kelalawar jatuh dikarenakan angin yang berhembus kencang.
Sang kucing mendekati sang kelalawar kini bukan seekor tikus yang berada di mulut sang kucing tetapi seekor burung dengan bulu-bulunya yang keluar, melihat hal itu sang kelalawar sangat takut, sang kucing berkata kepada sang kelalawar “kau ini binatang apa tubuhmu seperti seekor burung kau memiliki sayap, hari ini aku ingin sekali memakan banyak burung karena aku sudah bosan memakan tikus tubuh mereka bau sehingga membuatku menjadi mual.” sang kelalawar langsung merapatkan kedua sayapnya dan berjalan seolah-olah seekor tikus “aku ini seekor tikus kau tidak lihat bentuk tubuhku, dan aku bukan seekor burung.” mendengar sang kelalawar menjelaskan siapa dirinya sang kucing meninggalkannya tanpa berkata apa-apa lagi dan sang kelalawar lolos kembali dari bahaya yang mengancam nyawanya.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Sumatra Utara : Kelalawar dan Seekor Kucing adalah pandai-pandailah dalam melihat situasi. Semakin kita dapat mengenali situasi maka akan semakin mudah kita mendapat keuntungan dari situasi tersebut.