Kemenangan Sebuah Kejujuran sangat terlihat pada Cerita Rakyat Dari Sulawesi Utara ini. Siapapun orang yang jujur maka pada akhirnya Tuhan akan menolongnya. Hal yang sama terjadi pada Cerita Rakyat Sulawesi Utara yang akan kakak ceritakan malam hari ini. Kisah ini menceritakan Sigarlaki dan Limbat yang merupakan pemburu. Apa yang terjadi pada Limbat dan Sigarlaki? Kita ikuti kisah lengkapnya.
Cerita Rakyat dari Sulawesi Utara : Kemenangan Sebuah Kejujuran
Sigarlaki dan Limbat – Cerita Rakyat Sulawesi Utara
Sigarlaki adalah seorang pemburu yang luar biasa. Ia sangat jitu menombak hewan buruannya. Itulah sebabnya hidupnya tak pernah berkekurangan. Sigarlaki memiliki seorang pembantu yang setia, namanya Limbat. Limbat adalah pemuda yang sederhana. Sejak kecil ia sudah hidup sendiri. Jadi, ketika Sigarlaki menawarinya untuk menjadi pembantunya, Limbat tak menolak.
Sehari-hari, Limbat mempersiapkan keperluan berburu tuannya. Se lain itu ia juga mengurus rumah dan memasak. Meskipun Limbat adalah seorang pria, ia tak mengalami kesulitan untuk mengerjakan semua itu.
“Limbat… cepatlah! Hari sudah hampir siang,” teriak Sigarlaki.
Limbat berjalan dengan tergesa-gesa membawa seperangkat alat berburu. Hari ini Sigarlaki akan pergi berburu lagi, dan seperti biasa Limbat harus mempersiapkan semua kebutuhannya.
“Aku pergi dulu ya. Jangan lupa, persediaan daging itu kau jual ke pasar. Sisanya masaklah untuk makan siang kita,” pesan Sigarlaki sebelum pergi.
Limbat mengangguk “Tentu, Tuan, aku tak akan lupa.”
Setelah tuannya pergi, ia segera menimbang daging yang akan dijual ke pasar. Kemarin tuannya berhasil mendapatkan seekor rusa yang gemuk.
“Ah, semuanya sudah siap. Sekarang aku mandi dulu,” katanya dalam hati. Limbat mandi dengan riang. Ia tak menyadari, pintu rumah terbuka lebar.
Seorang pencuri masuk dan mencuri semua daging rusa yang sudah ia siapkan. Pencuri itu juga mengambil daging yang Limbat siapkan untuk makan siang.
Limbat sangat terkejut mendapati semua dagingnya hilang.
“Astaga, siapa yang mengambil daging itu?” Limbat berlari ke dapur. “Ya ampun, daging yang hendak kumasak pun hilang! Gawat sekali, tuanku pasti marah besar jika tahu.”
Seharian itu Limbat hanya duduk termenung. Ia bingung, bagaimana caranya ia menjelaskan kejadian itu pada Sigarlaki. Menjelang sore, Sigarlaki sampai di rumah. Wajahnya terlihat masam, dan ia tak membawa seekor hewan buruan pun.
“Selamat sore Tuan, hewan apa yang berhasil Tuan tangkap kali ini?” tanya Limbat dengan cemas.
Sambil mendengus kesal, Sigarlaki menjawab, “Ternyata aku tak sehebat yang kukira. Hari ini hewan buruanku lolos semua.” Limbat terdiam, ia bingung bagaimana menjelaskan kejadian yang menimpanya.
Tiba-tiba Sigarlaki bertanya “Berapa uang yang kau dapat dari hasil menjual daging pagi tadi?” Bagai disambar petir, Limbat pun kebingungan.
“Eh… anu… eh.. maaf Tuan. Ada orang yang mencuri daging itu saat aku mandi,” jawabnya terbata-bata.
“Apa? Mana mungkin ada orang yang berani melakukan hal itu padaku. Aku tak percaya omonganmu! Atau… hmmm… jangan- jangan kau sendiri yang mencuri dagingku?” teriak Sigarlaki.
“Tidak Tuan, benar ada orang yang mencuri daging itu. Mana mungkin aku berani berbuat curang pada Tuan?”
Sigarlaki benar-benar marah. Ia merasa sangat sial hari itu. Sigarlaki terus menuduh Limbatah yang mencuri dagingnya.
“Kau harus membuktikan bahwa memang bukan kau pencurinya. Sekarang, ikut aku ke sungai,” perintahnya pada Limbat. Meskipun tak mengerti, Limbat menuruti perintah tuannya.
“Menyelamlah ke dalam sungai ini. Aku akan menancapkan tombakku ke dasar sungai. Jika tombak ini lebih dulu keluar daripada kau, maka kau memang tak bersalah. Namun jika kepalamu yang keluar lebih dulu, berarti kau pencurinya,” kata Sigarlaki.
Limbat sungguh ketakutan. Mana bisa ia menyelam begitu lama, dan mana mungkin tombak itu bisa keluar sendiri dari sungai? Ia sangat cemas.
Limbat tak bisa mengelak. Ia pun menyelam ke dasar sungai dan Sigarlaki menancapkan tombaknya. Tapi, baru beberapa detik berjalan, Sigarlaki melihat seekor babi hutan melintas. Ia segera mencabut tombaknya dan mengejar babi hutan itu. Sayangnya, babi hutan itu lari dengan cepat dan Sigarlaki kehilangan jejaknya.
Limbat pun keluar dari sungai dengan lega. “Tuan, sudah terbukti bukan aku yang mencuri daging Tuan,” katanya.
“Enak saja, itu tadi hanya kebetulan. Kau harus mengulanginya sekali lagi,” jawab Sigarlaki. Rupanya ia masih belum percaya kalau Limbat berkata jujur.
“Jika kali ini kau berhasil, aku baru percaya padamu,” tambah Sigarlaki. Terpaksa, Limbat menyelam untuk kedua kalinya.
Dengan penuh percaya diri, Sigarlaki sekali lagi menancapkan tombaknya. Tiba-tiba, “Aduuhh… kakiku!” teriaknya.
Ternyata seekor kepiting berukuran besar mencapit kakinya. Sigarlaki kesal sekali, ia lalu mencabut tombaknya. Sambil terpincang-pincang, ia berusaha memukul kepiting itu dengan tongkatnya.
Untuk kedua kalinya Limbat keluar dari sungai. Dalam hati ia geli menyaksikan tuannya lari terpincang-pincang. Ia bersyukur, kejujurannya teIah terbukti. Limbat mengejar tuannya dan mengajaknya pulang ke rumah.
“Maafkan aku Limbat, ternyata kau memang jujur padaku,” kata Sigarlaki. Limbat hanya tersenyum. Sejak saat itu, Sigarlaki tak pernah lagi menuduhnya dengan sembarangan.
Pesan moral dari Cerita Rakyat dari Sulawesi Utara : Sigarlaki Dan Limbat untukmu adalah Jangan mudah berprasangka buruk. Berpikir positif akan membuat hidupmu lebih menyenangkan
Baca legenda menarik lainnya dalam posting Cerita Rakyat Sulawesi Tengah : Legenda Putri Duyung dan Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara : Kisah La Sirimbone