Cerita Rakyat dari Bangka Belitung Asal Muasal Batu Balai sebenarnya mirip dengan banyak cerita rakyat Nusantara lainnya seperti Cerita Dongeng Malin Kundang (Cerita Rakyat SumBar) . kedua kisah legenda ini menceritakan anak yang durhaka kepada ornag tuanya. Pesan Kakak jangan pernah durhaka kepada orang tua, bahkan kita harus selalu menghormati dan menghargai pesan dan permintaan orang tua kita.
Dongeng Cerita Rakyat Dari Bangka Belitung : Asal Muasal Batu Balai
Di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung ada sebuah batu besar yang bentuknya menyerupai sebuah kapal.
Konon menurut cerita, di sebuah hutan tinggallah seorang ibu dengan anaknya yang bernama Dempu Awang. Hidup mereka sangat sederhana. Mereka menanam umbi-umbian dan sayuran di ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kehidupan yang miskin membuat Dempu awang merasa bosan dan menjadi sering termenung.
“Ibu, bolehkan aku pergi merantau untuk mencari kehidupan yang Iebih baik?” ujar Dempu Awang pada suatu hari.
“Lalu dengan siapa ibu tinggal jika kau pergi, Nak?”
“Aku berjanji akan kembali ketika aku sudah berhasil, Bu.”
Ibu Dempu tercenung, ia tidak punya alasan untuk menahan Dempu Awang mengejar cita-citanya.
“Pergilah jika kau merasa itu baik untukmu, Nak. Lalu, bagaimana caranya kau pergi merantau?””
“Tenanglah, Bu. Besok aku akan ke pelabuhan, siapa tahu aku bisa menumpang salah satu kapal:”
Keesokan harinya, Dempu Awang pergi ke pelabuhan. Kepada seorang pemilik kapal, Dampu Awang mencoba mendapatkan pekerjaan agar ia bisa menumpang kapalnya. Akhirnya, pemilik kapal merasa kasihan pada anak muda itu dan mengizinkannya untuk bekerja di kapal miliknya.
Dampu Awang pun pamit kepada ibunya. la berjanji akan kembali secepatnya.
Di perantauan, ia berhasil menjadi orang yang kaya raya karena kegigihannya dalam bekerja. Dempu Awang juga mempersunting seorang gadis cantik jelita anak seorang saudagar.
Tak terasa sudah sepuluh tahun Dempu Awang meninggalkan kampung halamannya. Suatu hari, istrinya mengutarakan keinginannya untuk bertemu dengan Ibu Dempu.
“Baiklah, Dinda. Kita akan berangkat untuk bertemu dengan ibuku. Siapkan semua dan juga buah tangan untuk ibu.”
Berangkatlah Dempu Awang bersama istri dan para pengawalnya berlayar dengan sebuah kapal yang megah. Setelah berhari-hari berlayar, sampailah mereka di pelabuhan Mentok, kampung halaman Dempu Awang.
Para penduduk menyaksikan sebuah kapal besar bersandar di pelabuhan. “Bukankah itu si Dempu?” bisik seorang warga ketika melihat Dempu Awang berdiri di geladak kapal bersama istrinya.
“Kalian tahu di mana ibuku?” tanya Dempu Awang, “Jika kalian tahu tolong bawalah kemari ”
Kedatangan Dempu Awang sampai ke telinga ibunya. Ibu Dempu sangat gembira. Meskipun telah renta, ia bersusah payah pergi ke pelabuhan unfuk menemui anaknya.
Benar saja, ia melihat Dempu Awang di atas sebuah kapal besar dan megah.
“Dempu! Inilah ibumu!” kata seorang warga. Ibu Dempu naik ke geladak kapal ingin menggapai anak yang selama ini dirindukannya.
Dempu memandang ke arah perempuan tua berpakaian compang- camping itu. la tahu itu adalah ibunya, tetapi melihat penampilan ibunya ia malu mengakuinya.
“Dampu, Anakku. Kau pulang, Nak!” kata ibu Dampu.
“Siapa kau beraninya mengaku sebagai Ibuku!” kata Dempu Awang
“Dempu! Aku benar Ibumu, Nak. Aku tahu goresan di keningmu itu adalah bekas luka ketika kau terjatuh sewaktu masih kecil.”
Istri Dempu menasihati suaminya, “Kanda, mungkin ibu ini benar Ibumu. Akuilah, Kanda. Kau tidak boleh durhaka kepada ibumu.”
Namun, Dempu Awang merasa malu mengakuinya. la lalu menghampiri tempat ibunya berdiri dan mendorong perempuan tua itu hingga terjatuh di tangga kapal.
Ibu Dempu merasakan hatinya pedih bukan kepalang. la tidak menyangka anak kandungnya tidak mengakuinya sebagai ibu.
“Ya Tuhan, berikanlah hukuman setimpal bagi anakku yang durhaka,” tangisnya sambil berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tiba-tiba langit gelap. Gemombang air laut menjadi tinggi dan menghantam kapal Dempu Awang. Kapal beserta isinya pun terbelah dan karam.
Ketika cuaca sudah kembali cerah, di tempat karamnya kapal Dempu Awang muncullah sebuah batu besar yang mnyerupai kapal besar. Batu itu konon adalah jelmaan kapal Dempu Awang. Sementara itu, istrinya menjelma menjadi kera putih.
Masyarakat menamai batu tersebut Batu Balai, karena Ietaknya yang bersebelahan dengan sebuah balai pemerintahan yang sering dijadikan tempat orang berkumpul.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Dari Bangka Belitung : Asal Batu Balai adalah kita harus berbakt1 kepada orangtua, bagaimanapun keadaan mereka.
Baca dongeng rakyat Bangka Belitung lainnya pada artikel yang telah diposting berikut ini Cerita Rakyat Bangka Belitung : Bujang Katak dan Cerita Rakyat dari Bangka Belitung : Si Penyumpit