Siapa yang belum tahu cerita rakyat Cindelaras? Iya Kakak tahu kalian pasti pernah mendengarnya dari Ayah dan Bunda kan? Kali ini kakak akan menceritakannya kembali untuk kalian. Sebenarnya Kakak pernah memposting versi yang lain dari cerita rakyat indonesia cindelaras, jika kalian mau kalian bisa membaca dongeng cindelaras tersebut disini Cerita Rakyat Jawa Timur : Kisah Cindelaras.
Dongeng dari Jawa Timur – Cerita Rakyat Cindelaras
Raden Putra yang merupakan raja dari Kerajaan Jenggala memiliki dua istri. Istri pertama adalah permaisuri, dan istri yang satunya lagi adalah selir. Beliau sangat menyayangi kedua istrinya dan berusaha untuk bersikap adil pada mereka berdua. Sang selir memiliki sifat iri hati dan dengki. Ia merasa Raden Putra lebih memperhatikan dan menyayangi permaisuri dibandingkan dengan dirinya. “Apa kekuranganku? Aku lebih cantik darinya, bahkan aku juga lebih pintar” katanya dalam hati. “Hmm, aku akan menyingkirkannya. Aku tak mau Raden Putra mencintai perempuan lain. Sudah sepatutnya akulah yang menjadi permaisuri!” pikirnya lagi. Untuk mewujudkan niat jahatnya tersbut selir memanggil tabib istana. Mereka lalu merencanakan sesuatu untuk mencelakai permaisuri.
Keesokan harinya, selir berteriak-teriak “Aduuhh… aduuhh… perutku… sakit sekali.” Raden Putra bergegas mendatanginya. “Ada apa istriku? Mengapa kau kesakitan?” Raden Putra sangat cemas melihat kondisi istri keduanya. “Hamba tak tahu Paduka, aduhh… sakit sekali,” keluh selir sambil memegang perutnya. Tabib istana pun dipanggil untuk memeriksa selir. “Apa yang terjadi pada istriku? Cepat katakan!” perintah Raden Putra.
“Ampun Paduka, selir keracunan. Tubuhnya dimasuki racun yang tak berasa dan tak berbau. Racun ini biasanya dicampur dalam minuman. Jika terlambat, nyawa selir bisa melayang,” jawab tabib sambil memberikan ramuan obat pada selir. Tentu saja semua itu hanya sandiwara. Selir tak benar-benar sakit, dan tabib hanya pura-pura memberi ramuan obat.
Raden Putra heran,” Minuman? Apa yang kau minum terakhir kali?” Selidik Raden Putra.
Selir pura-pura menangis, “Ampun Paduka, tadi Permaisuri menyuguhkan teh pada hamba. Untuk menghormatinya, hamba meminumnya,” jawab selir sesenggukan. Raden Putra terkesiap. Walau kaget karena tidak menyangka, Raden Putra termakan fitnah dari Selirnya.
“Permaisuri meracuni selir? Mengapa?” Dengan menahan amarah, Raden Putra menyuruh Patih untuk memanggil Permaisuri.
“Paduka, semua itu bohong. Hamba bahkan belum bertemu dengan Selir hari ini,” kata Permaisuri membela diri. Namun Raden Putra tak percaya. Ia lalu memerintahkan Patih untuk membuang Permaisuri ke hutan. “Tega sekali kau meracuni selirku. Aku selalu berlaku adil pada kalian berdua. Namun mengapa kau begitu keji terhadap Selir. Aku tak ingin lagi melihatmu untuk selama-Iamanya,” kata Raden Putra. “Tapi…” kata permaisuri hendak berkata sesuatu. Namun Raden Putra telah pergi meninggalkannya. Permaisuri hendak mengatakan bahwa ia sedang mengandung.
Ditemani Patih, Permaisuri pun berjalan menuju hutan. Ia sedih sekali karena Raden Putra tidak mau mendengar penjelasannya. Patih berusaha menghibur. ” Suatu saat kebenaran akan terungkap. Tuanku Permaisuri jangan takut, Tuhan tidak pernah tidur.” Patih lalu membantu Permaisuri membangun rumah sederhana. Di sanalah Permaisuri tinggal dan melahirkan anaknya yang diberi nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi pemuda yang gagah rupawan. Karena tinggal di hutan, Cindelaras akrab bergaul dengan para hewan. Para hewan pun menyayangi Cindelaras, mereka setiap hari membawakan buah-buahan untuk Cindelaras dan ibunya.
Suatu hari burung rajawali menghadiahinya sebutir telur ayam. Cindelaras sangat senang. Setelah beberapa minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam. “Lucu sekali”, kata Cindelaras senang. Lama-ke lamaan, anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang besar dan kuat. Bungi kokoknya juga istimewa dan aneh. Begini bunyinya. “Kukuruyukk… tuanku Cindelaras, wajahnya tampan rupawan, rumahnya di hutan rimba, ayahnya Raden Putra.” Sepertinya, ayam Cindelaras ini bukan ayam sembarangan. Ayam ini memiliki cakar dan paruh yang tajam seperti Rajawali. Selain itu ayam Cindelaras sangat tangkas, kuat dan gesit.
Karena penasaran, Cindelaras bertanya pada ibunya, “Benarkah Raden Putra ayahku?” Permaisuri akhirnya menceritakan hal yang sebenarnya. Mendengar cerita ibunya, Cindelaras bertekad untuk menemui Raden Putra dan mengungkapkan kebenaran. “Ibu, aku akan menemui Ayahanda. Aku tak ingin apa-apa dari Beliau. Aku hanya ingin Beliau tahu bahwa aku adalah anak kandungnya,” pamit Cindelaras. Dengan berat hati, Permaisuri mengizinkan Cindelaras pergi ditemani oleh ayam jantan kesayangannya.
Di perjalanan, sekelompok orang mengajak Cindelaras untuk menyabung ayamnya. Ayam jantan Cindelaras menang dengan mudah. Dalam waktu singkat, ayamnya mampu menaklukkan musuh-musuhnya. Semua orang kagum dengan kekuatan dan ketangkasan ayam Cindelaras. Mereka ingin membeli Ayam itu. Tentu saja Cindelaras tidak mau. Kehebatan Ayam jantan Cindelaras tersiar ke seluruh negeri, dan sampai ke telinga Raden Putra. Karena penasaran, Raden Putra mengundang Cindelaras ke istana. Beliau ingin mengadu ayamnya dengan Ayam Cindelaras. Raden Putra yakin, ayam-ayamnya tak kalah hebat.
Saat melihat Cindelaras, Raden Putra terkesima. Ia merasa seperti pernah mengenal wajah itu. Sebenarnya wajah Cindelaras sangat gagah dan rupawan perpaduan dari ketampanan Raden Putra dan kecantikan Permaisuri.” Cindelaras, aku ingin mengadu ayammu dengan ayam-ayamku,” kata Raden Putra.
“Hamba tak berani menolak jika memang itu keinginan Paduka,” kata Cindelaras dengan sopan. “Jika ayammu menang, akan kuberikan separuh kerajaanku ini padamu,” tantang Raden Putra. Cindelaras menjawab “Hamba tak memiliki apa-apa. Jika Ayam hamba kalah, hamba akan mengabdikan hidup hamba pada Paduka.” Raden Putra setuju dan pertarungan pun dimulai.
Pertarungan berjalan seru. Ayam Raden Putra gigih melawan, namun akhirnya tetap kalah. Penasaran, Raden Putra mengeluarkan lagi ayam-ayamnya yang lain, tapi tetap saja kalah. “Aku akui ayammu memang hebat. Aku akan menepati janjiku padamu.” Tiba-tiba, ayam jantan Cindelaras berkokok. “Kukuruyuukk… tuanku Cindelaras, wajahnya tampan rupawan, rumahnya di hutan rimba, ayahnya Raden Putra.” Semua yang hadir di situ terkejut.
“Siapakah dirimu sebenarnya? Mengapa ayam ini berkata bahwa kau adalah putraku?” tanya Raden Putra kemudian. “Ampun Paduka. Nama hamba adalah Cindelaras. Ibu hamba dulunya adalah permaisuri yang paduka usir. Ibu hamba telah menceritakan semuanya pada hamba, termasuk selir yang telah memfitnah Ibu.”
Raden Putra diam tak bisa berkata-kata. “Benarkah ia mengandung saat itu? Alangkah kejamnya aku, pasti hidupnya sangat menderita.” katanya dalam hati.
Tiba-tiba Patih berkata, “Waktu itu memang Permaisuri sedang mengandung. Hamba bahkan membantu ketika Beliau melahirkan.”
“Mengapa ia tak memberitahuku?” gumam Raden Putra. “Beliau hendak mengatakannya, tapi Paduka sudah terlanjur marah dan tidak mau mendengar apapun penjelasan dari Permaisuri. Bahkan Si Paduka mengusir beliau tanpa mendengar penjelasannya. Sebenarnya Beliau tak pernah meracuni selir. Semuanya adalah fitnah,” jawab Patih.
“Ya Tuhan… betapa besar kesalahanku,” sesal Raden Putra.
“Cindelaras, maukah kau memaafkan kesalahan ayahmu ini?” tanya Raden Putra. “Tentu, Ayah. Siapa pun bisa berbuat salah, yang penting sekarang kebenaran sudah terkuak,” jawab Cindelaras. Raden Putra memeluk Cindelaras erat. Berkat Ayam jago Cindelaras, Permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul lagi dengan Raden Putra. Mereka akhirnga hidup berbahagia.
Bagaimana dengan selir? Permaisuri mengampuninya. Selir pun menyesali perbuatannya dan sadar bahwa sebenarnya Permaisuri adalah orang yang baik hati. Sebagai permohonan maaf, selir mengabdikan hidupnya untuk melayani Permaisuri.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Cindelaras – Dongeng dari Jawa Timur untukmu adalah jangan pernah iri pada orang Iain. Apa yang kau miliki sekarang itulah yang terbaik untukmu. Berusahalah untuk mencapai hasil yang lebih baik. Disamping itu jauhilah segala bentuk perjudian, karena akan merugikanmu cepat atau lambat.