Cerita Dongeng Anak Singapura yang Terbaik dan Terpopuler

Cerita dongeng anak Singapura yang kami posting di sore hari ini adalah beberapa yang paling populer dari koleksi yang kami miliki. Dongeng ini biasa diceritakan oleh tour guide saat kita berkunjung ke Singapura. Ini dia cerita rakyat Singapura paling terkenal.

Cerita Dongeng Anak Singapura Terbaik dan Paling Terkenal

Cerita Dongeng Anak : Asal Nama Singapura

Beratus-ratus tahun silam hiduplah Sang Nila Utama, Raja Sriwijaya. Pada suatu hari, ditemani beberapa pengawal setianya, Raja pergi berlayar. Di perjalanan angin topan datang. Para pengawal mengusulkan agar Raja membatalkan niatnya.

“Paduka, sungguh berbahaya meneruskan perjalanan pada saat seperti ini. Lebih baik kita singgah dulu ke tempat yang aman. Kalau hamba tak keliru, tempat terdekat dari sini adalah Pulau Tumasik. Bagaimana kalau kita ke sana sambil menunggu keadaan tenang,” kata kapten kapal.

Raja setuju. Perahu mereka pun merapat ke Pulau Tumasik.

Setelah mendarat, Raja meninggalkan kapal dan berkeliling melihat-lihat pulau itu. Ketika berkeliling itulah tiba-tiba seekor binatang berkelebat tak jauh darinya.

Raja terkejut dan terpukau. Binatang itu begitu besar, berwarna keemasan, dan tampak gagah.

“Mahluk apakah itu?” tanya sang Raja.

“Kalau hamba tak salah, orang-orang menyebutnya singa, Yang Mulia,” jawab salah seorang pengawal.

“Apa?” tanya sang Raja.

“Singa” jawab pengawal tadi.

Raja lalu minta keterangan lebih banyak tentang biantang yang baru pertama kali dilihatnya itu. Dengan penuh perhatian Raja mendengarkana penjelasan pengawalnya.

“Kalau begitu, kita beri nama tempat ini Singapura. Artinya: Kota Singa”. Sejak itulah kota itu bernama Singapura.

Cerita Dongeng Anak Asal Nama Singapura

Baca juga dongeng cerita anak lainnya pada artikel kami berikut ini:

Cerita Dongeng Anak : Bukit Merah

Dulu, Singapura pernah direpotkan oleh ikan todak. Ikan bermoncong panjang dan tajam itu suka menyerang penduduk.

Tak terhitung berapa banyak penduduk yang luka-luka dan mati akibat serangan ikan ganas itu. Raja kemudian memerintahkan penglima perangnya untuk menaklukkan ikan-ikan jahat itu.

Maka, dipersiapkanlah sepasukan prajurit untuk membunuh ikan itu. Akan tetapi, hampir semua prajurit itu mati di moncong Todak. Raja bingung bagaimana menundukkan ikan itu.

Di tengah kebingungannya, Raja didatangi seorang anak kecil.

“Mohon ampun, Paduka yang Mulia, bolehkah hamba mengatakan sesuatu tentang ikan-ikan itu?” tanya anak kecil itu.

“Katakanlah!” jawab sang Raja.

“Ikan-ikan itu hanya bisa ditaklukkan dengan pagar pohon pisang.”

“Apa maksudmu?” tanya sang Raja. Yang dimaksud anak kecil itu adalah pagar yang terbuat dari batang pohon pisang. Pohon-pohon itu ditebang, dijajarkan, kemudian direkatkan dengan cara ditusuk dengan bambo antara yang satu dan lainnya hingga menyerupai pagar.

Pagar itu kemudian ditaruh di pinggir pantai, tempat ikan-ikan itu biasa menyerang penduduk.

Raja kemudian memerintahkan Panglima untuk membuat apa yang dilkatakan anak kecil itu. Diam-diam Panglima mengakui kepintaran si anak. Diam-diam pula dia membenci anak kecil itu. Gagasan si anak membuat Panglima merasa bodoh di hadapan Raja.

“Seharusnya akulah yang mempunyai gagasan itu. Bukankah aku panglima perang tertinggi? Masak aku kalah oleh anaka kecil,” katanya dalam hati.

Keesokan harinya, selesailah pagar pohon pisang itu. Pagar itu lalu ditaruh di tepi pantai sebagaimana yang dikatakana si anak kecil.

Ternyata benar. Ikan-ikan yang menyerang pagar pohon pisang itu tak bisa menarik kembali moncongnya.

Mereka mengelepar-gelepar sekuat tenaga, tetapi sia-sia. Moncong mereka yang panjang dan tajam itu menancap kuat dan dalam pada batang pohon pisang yang lunak itu.

Akhirnya, dengan mudah penduduk dapat membunuh ikan-ikan jahat itu.

Si anak pun diberi hadiah oleh Raja.

“Terima kasih. Kau sungguh-sungguh anak yang pintar,” puji Raja.

Orang-orang bersuka cita. Akan tetapi, panglima perang yang iri dan kesal karena merasa tampak bodoh di hadapan Raja itu menghasut Raja.

“Baginda, anak kecil yang cerdas itu tampaknya bisa menjadi ancaman jika dia besar nanti” kata Panglima.

“Maksudmu?” tanya sang Raja.

“Siapa tahu, setelah besar nanti, dengan kepintarannya dia berhasrat merebut tahta Paduka” kata Panglima.

Raja terhasut. Ia lalu memerintahkan Sang Panglima untuk menyingkirkan anak itu. Sang Panglima mendatangi rumah anak kecil itu dan dengan licik membunuh anak tak berdosa itu.

Anehnya, darah si anak mengalir deras dan membasahi seluruh tanah bukit tempat anak itu tinggal.

Seluruh bukit menjadi merah. Orang-orang lalu menyebut tempat itu Bukit Merah.

Cerita Dongeng Anak Bukit Merah

Temukan pula dongeng cerita anak lain pada posting kami berikut ini:

Cerita Dongeng Anak : Pulau Kakak-Beradik

Karena dianggap sudah cukup umur, Mina dan Lina dipanggil ibu mereka untuk membicarakan rencana perkawinan kakak-beradik itu.

“Kalian sudah cukup dewasa. Sudah waktunya kalian membangun rumah tangga,” kata sang ibu.

“Kami mau dikawinkan dengan satu syarat,” kata Mina dan Lina.

“Apa syaratnya?” tanya sang ibu. “Karena kami kakak-beradik, suami kami juga harus kakak-beradik” jawab Mina dan Lina.

Sang ibu tahu, itu adalah cara mereka menolak perkawinan.

Menurut Mina dan Lina, perkawinan membuat orang kehilangan segala sesuatu yang mereka cintai: orang tua, teman, sanak-saudara, bahkan kampung halaman.

Demikianlah, karena tak ada laki-laki kakak-beradik yang menyunting Mina dan Lina, mereka tak kunjung menikah.

Waktu pun terus berlalu. Ibu Mina dan Lina meninggal karena usia yang semakin tua. Sepeninggal ibunya, gadis kakak-beradik itu tinggal bersama dengan paman mereka.

Pada suatu hari, sekelompok bajak laut menculik Lina. Pemimpin bajak laut itu ingin memperistri Lina. Lina menolak dan meronta sekuat tenaga. Penculikan itu diketahui oleh Mina.

Karena tak ingin terpisah dari adiknya, Mina bertekad menyusul Lina. Dengan perahu yang lebih kecil, Mina mengejar perahu penculik Lina. Teriakan orang sekampung tak dihiraukannya. Mina terus mengejar sampai tubuhnya tak kelihatan lagi.

Tiba-tiba mendung datang. Tak lama kemudian hujan pun turun. Halilintar menggelegar, petir menyambar-nyambar. Orang-orang berlarian ke rumah masing-masing. Ombak bergulung-gulung.

Menelan perahu penculik Lina, menelan Lina, menelan Mina, menelan semuanya. Ketika keadaan kembali normal, orang-orang dikejutkan oleh dua pulau yang tiba-tiba muncul di kejauhan.

Mereka yakin, pulau itu adalah penjelmaan Mina dan Lina. Kedua pulau itu diberi nama Pulau Sekijang Bendera dan Sekijang Pelepah, tetapi kebanyakan orang menyebutnya Pulau Kakak-Beradik.

Cerita Dongeng Anak Pulau Kakak-Beradik

Baca juga dongeng cerita anak lainnya pada artikel kami berikut ini:

Jangan lupa temukan dan ikuti kami di facebook https://www.facebook.com/dongengceritarakyat/