Kisah si Penyumpit merupakan cerita anak nusantara yang berasal dari Bangka Belitung. Jika pada posting sebelumnya kami memposting 2 Cerita Sebelum Tidur Untuk Anak-Anak maka kali ini hanya satu posting cerita rakyat nusantara. Namun demikian legenda si Penyumpit sangat menarik untuk diketahui dan memiliki pelajaran moral yang sangat baik. Baca cerita anak nusantara ini hingga selesai, Kakak sangat yakin kalian akan suka.
Cerita Anak Nusantara : Legenda Si Penyumpit
Syahdan hiduplah seorang pemuda di Pulau Bangka pada masa lampau. Ia hidup seorang diri di gubugnya. Kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Tidak ada yang mengetahui pula siapa namanya yang sesungguhnya. Orang-orang hanya memanggilnya Si Penyumpit.
Meski miskin kehidupannya, Si Penyumpit sangat jarang bersedih atau meratapi kemalangan hidupnya. Sebaliknya, Si Penyumpit malah senantiasa terlihat gembira. Selain itu, Si Penyumpit juga dikenal baik hati dan ringan tangan dalam membantu siapa pun juga yang membutuhkan pertolongannya.
Si Penyumpit tinggal di sebuah desa yang dipimpin oleh Pak Raje. Pak Raje dikenal tidak baik kelakukannya. Ia kejam, sewenang-wenang, dan kerap memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadinya. Kerap kali ia meminta orang-orang untuk membantu pekerjaan di sawahnya yang sangat luas. Mereka tidak diberinya upah walau sedikit. Orang-orang pun akhirnya tidak lagi bersedia membantu Pak Raje. Pak Raje benar- benar kebingungan untuk mengerjakan sawahnya sendiri. Terlebih-lebih amat luas sawah yang ia miliki. Begitu luas sawahnya hingga untuk sekadar memanen tanaman padinya yang telah masak pun ia telah sangat kerepotan. Akibat keterlambatannya memanen tanaman padinya yang telah masak, beberapa ekor babi hutan merusak tanaman padinya. Dengan rakus, babi-babi hutan itu memakan batang dan tanaman padinya. Tak terkirakan marahnya Pak Raje mendapati kenyataan itu. Ia merasa harus segera memanen tanaman padinya dengan memanfaatkan tenaga orang lain jika tidak ingin babi-babi hutan itu memakan semua tanaman padinya. Tetapi, siapa yang akan dimintainya tolong jika hampir semua warga desa tidak lagi mau membantunya?
Pak Raje mencari cara. Ketika terlintas sosok Si Penyumpit di benaknya, Pak Raje pun menemukan cara. Ia mendatangi Si Penyumpit. Katanya, “Penyumpit, almarhum ayahmu pernah meminjam uang kepadaku. Belum sempat utang itu dibayarnya, namun ayahmu telah meninggal dunia. Sebagai ahli warisnya, engkau tentu harus membayar utang ayahmu itu.”
Si Penyumpit benar-benar terkejut mendengar ucapan Pak Raje. Seingatnya ia tidak pernah mendapat pesan atau cerita dari ayahnya perihal utang ayahnya kepada Pak Raje. Namun, jika memang benar ayahnya berutang, ia bersedia membayarnya. “Lantas, dengan apa saya harus membayar, Pak Raje? Bukankah Pak Raje mengetahui jika saya tidak mempunyai harta yang bisa saya gunakan untuk membayar utang ayah saya itu?”
Pak Raje tersenyum. “Engkau tidak harus membayar utang ayahmu itu dengan harta atau uang. Cukup dengan tenagamu. Engkau hanya tinggal menunggu tanaman padiku di sawah, maka hutang ayahmu aku anggap lunas. Bagaimana? Engkau bersedia?”
Si Penyumpit tentu saja menyatakan kesediaannya. Baginya, ia berkewajiban untuk membayar utang ayahnya. Dengan senang hati ia melaksanakan perintah Pak Raje, meski sesungguhnya, ayah Si Penyumpit tidak pernah berhutang pada Pak Raje!
Tanpa menunggu waktu lagi, Si Penyumpit lantas bergegas menuju sawah Pak Raje. Sesampainya cli sawah, Si Penyumpit lalu membakar kemenyan untuk memohon restu para Dewa. Tidak lupa ia memohon kepada Dewa Mantemaui agar babi-babinya tidak dilepaskannya ke sawah milik Pak Raje dan berbuat kerusakan di sana.
Selama tujuh hari tujuh malam Si Penyumpit berada di sawah itu. Jika pagi hingga sore hari ia bekerja di sawah itu dan jika malam ia menjaga sawah itu dari serangan hewan, terutama babi-babi hutan. Kadang ia ingin beristirahat di antara waktu-waktu itu, namun jika diingatnya utang almarhum ayahnya pada Pak Raje, segera dikesampingkan keinginan beristirahatnya itu.
Pada suatu malam beberapa ekor babi hutan memasuki sawah Pak Raje. Dengan tombaknya, Si Penyumpit segera bergerak untuk menghalau babi-babi hutan itu. Si Penyumpit melontarkan tombaknya dan sempat mengenai salah satu babi hutan. Babi-babi hutan itu pun berlarian menjauhi sawah Pak Raje.
Si Penyumpit berusaha mencari tahu kemana babi-babi hutan itu melarikan diri. Melalui ceceran darah babi hutan yang berhasil ditombaknya, Si Penyumpit terus mengikuti pelarian babi- babi hutan perusak tanaman padi di sawah Pak Raje. Sampailah ia di hutan. Terperanjat Si Penyumpit setelah mengetahui dirinya berada di perkampungan babi hutan di hutan itu. Seekor babi hutan besar mendadak menghadangnya dan puluhan babi hutan lainnya mengepung Si Penyumpit. Sepertinya mereka tidak berniat menyerang Si Penyumpit.
Babi hutan besar itu adalah Raja babi hutan. Kepada Si Penyumpit ia menyatakan jika babi hutan yang ditombak Si Penyumpit adalah putrinya. “Karena engkau telah menombak putriku, maka hendaklah engkau menyembuhkan Iukanya,” kata Raja babi hutan.
Si Penyumpit meneliti seekor babi hutan betina yang terluka kakinya akibat lontaran tombaknya. Dibersihkannya darah yang mengucur di kaki babi hutan betina itu dan kemudian diobatinya dengan ramuan berbagai daun. Luka itu lantas dibebatnya. Katanya, “Besok pagi ia akan dapat kembali berjalan. Tiga atau empat hari lagi lukanya akan mengering dan ia akan kembali sembuh seperti sedia kala.”
Raja babi hutan menyatakan terima kasihnya. Ia memberikan kemenyan kepada Si Penyumpit. Katanya, “Bakarlah kemenyan itu dahulu agar engkau selamat dalam perjalananmu. Sebagai ucapan terima kasihku, kuberikan kepadamu empat bungkusan. Ketahuilah, masing-masing bungkusan itu berisi kunyit, buah nyatuh2, daun simpur, dan buah jengkol. Pesanku, sekali-kali jangan engkau buka empat bungkusan itu hingga engkau tiba kembali di rumahmu. Ingatlah baik-baik pesanku ini:’
Si Penyumpit segera pulang setelah membakar kemenyan. Pesan Raja babi hutan diingatnya baik-baik. Empat bungkusan itu tidak dibukanya dan baru dibukanya setibanya ia di gubugnya. Terperanjatlah Si Penyumpit ketika mendapati isi masing-masing bungkusan pemberian Raja babi hutan itu. Isinya bukan kunyit, buah nyatuh, daun simpur, dan buah jengkol, melainkan emas, permata, intan dan berlian!
Si Penyumpit menjadi kaya raya karena banyaknya barang-barang berharga yang dimilikinya. Dibayarnya utang ayahnya kepada Pak Raje, meski sesungguhnya utang itu hanya tipu daya Pak Raje untuk mendapatkan tenaga Si Penyumpit secara percuma.
Pak Raje sangat keheranan mendapati Si Penyumpit berubah menjadi kaya raya dalam waktu sekejap. “Penyumpit, dari mana semua harta kekayaanrnu itu berasal?”
Dengan jujur Si Penyumpit menceritakan kejadian yang dialaminya yang membuatnya dapat menjadi orang yang kaya raya.
Cerita Si Penyumpit menarik minat Pak Raje untuk melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan Si Penyumpit. Semua yang dilakukan Si Penyumpit akhirnya bisa juga dilakukannya pula. Ia berhasil menombak satu ekor babi hutan, mengikuti hingga akhirnya tiba diperkampungan babi hutan, bertemu dengan raja babi hutan dan mengobati luka yang dialami babi hutan karena lontaran tombaknya. Setelah mengobati babi hutan, Pak Raje tidak segera pulang seperti yang dilakukan oleh Si Penyumpit, melainkan tertidur. Terperanjatlah Pak Raje ketika bangun. Puluhan babi hutan menyerangnya dengan ganas hingga dia terluka parah karenanya. Beruntung ia bisa pulang meski harus merangkak akibat luka parah yang dideritanya.
Pak Raje mengutus anaknya untuk meminta tolong pada Si Penyumpit untuk mengobati dirinya.
Si Penyumpit sangat kasihan melihat kondisi luka yang dialami Pak Raje. Ia berniat menolong, meski tidak mengetahui obat untuk menyembuhkan luka parah yang dialami Pak Raje. Si Penyumpit lantas berdoa dan memohon agar Dewa Mantemau berkenan memberikan cara baginya untuk menyembuhkan.
Melalui bisikan gaib yang didengarnya, Si Penyumpit akhirnya mengetahui cara menyembuhkan luka parah yang dialami Pak Raje. Ia mengambil tujuh helai daun tertentu, membakar kemenyan, dan membaca mantra di depan Pak Raje yang tengah terbaring. Asap kemenyan mengepul melingkupi tubuh Pak Raje. Keajaiban pun terjadi. Setelah asap kemenyan itu menghilang, tubuh Pak Raje kembali sembuh, semua luka-luka di tubuhnya menghilang.
Pak Raje pun sadar atas semua kesalahan dan perilakunya yang buruk selama itu. Ia bertaubat. Ia meminta maaf kepada Si Penyumpit dan juga orang-orang yang pernah diperdayanya. Pak Raje berubah menjadi orang yang baik dan ia menjalankan tugasnya selaku kepala desa dengan baik. Si Penyumpit dan segenap warga desa merasa gembira dan berbahagia mengetahui perubahan yang baik pada diri kepala desa mereka. Kehidupan warga desa pun berangsur-angsur membaik dipimpin Pak Raje yang telah insyaf itu.
Pak Raje sangat berterima kasih kepada Si Penyumpit atas pertolongannya. Katanya, “Jika engkau mau, engkau akan kunikahkan dengan putri bungsuku.”
Si Penyumpit bersedia menikah dengan putri bungsu Pak Raje. Pesta pernikahan mereka berlangsung semarak, dihadiri segenap warga dengan suka cita. Si Penyumpit pun hidup berbahagia bersama istrinya. Pak Raje juga menyerahkan jabatannya selaku kepala desa kepada Si Penyumpit. Desa itu bertambah maju dan warganya kian sejahtera setelah Si Penyumpit menjadi kepala desa.
Pesan moral dari cerita anak nusantara kisah si penyumpit adalah kebaikan dan kebenaran akan mengalahkan keburukan dan kejahatan. Orang yang baik akan menuai kebaikannya dl kemudian hari dan orang yang jahat pun akan menuai kejahatannya di kemudian hari.