Cerita Sebelum Tidur Untuk Anak-Anak yang akan kami ceritakan malam ini berasal dari daerah Sumatera Selatan. Kisah kali ini menceritakan kecerdasan seorang pemuda dan harus selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Di blog ini banyak sekali dongeng sebelum tidur anak yang menarik untuk diceritakan.
Cerita Sebelum Tidur Untuk Anak-Anak 1 : Rio Raos
Hiduplah seorang lelaki pada zaman dahulu. Rio Raos namanya. Ia dikenal cerdik dan pintar dalam menyelesaikan berbagai masalah. Ia juga gemar berpetualang untuk menjelajahi wilayah-wilayah yang belum diketahuinya.
Rio Raos mempunyai empat sahabat karib. Keempatnya bernama Sayid Udin, Panjang, Mahadali, dan Nagaseni. Mereka berlima kerap bepergian bersama ke daerah-daerah baru. Pada suatu hari Rio Raos dan empat sahabat karibnya itu kembali melakukan perjalanan. Mereka menaiki kapal. Berbulan-bulan lamanya mereka mengarungi lautan luas hingga akhirnya mereka mendarat di sebuah wilayah.
Seketika mendarat, Rio Raos merasakan keanehan pada orang-orang di wilayah tersebut. Mereka tampak tegang dan dalam keadaan siap untuk berperang. Sejenak berbincang-bincang dengan orang-orang yang ditemuinya, Rio Raos mengerti, orang-orang itu tengah berperang dengan penduduk lainnya. Entah apa penyebabnya, Rio Raos tidak mengetahuinya. Ia lantas menanyakan di mana ia bisa bertemu dan menghadap kepada penguasa wilayah tersebut. Beberapa orang mengajaknya menuju istana kerajaan dan menghadap Sang Raja.
Di hadapan Sang Raja, Rio Raos mengungkapkan keinginannya untuk membantu mengatasi masalah yang terjadi pada penduduk kerajaan tersebut. Sang Raja sangat gembira mendengar kesanggupan Rio Raos. Seketika itu juga Rio Raos diangkat Sang Raja menjadi hulubalang kerajaan.
Setelah menjadi hulubalang kerajaan, Rio Raos mulai mencari tahu penyebab perselisihan yang menjurus ke arah peperangan yang dilakukan penduduk. Dari orang-orang yang ditemuinya, Rio Raos mengetahui jika penduduk wilayah itu terpecah dan terkelompok menjadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok itu saling bermusuhan. Penyebab perselisihan itu adalah karena perbedaan bahasa di antara tiga kelompok penduduk tersebut. Masing-masing kelompok penduduk amat membangga-banggakan bahasanya dan melecehkan bahasa kelompok penduduk lainnya.
Rio Raos berusaha mencari cara untuk mendamaikan tiga kelompok penduduk yang terus bertikai dan berselisih tersebut. Setelah ditemukannya cara, ia meminta para penduduk dari masing-masing kelompok untuk bertemu di sebuah tempat.
Di hadapan mereka semua, Rio Raos lantas memberikan satu potong kain berwarna kepada masing-masing kelompok. Kelompok pertama mendapat sepotong kain berwarna merah, kelompok kedua mendapatkan sepotong kain berwarna hijau, dan sepotong kain berwarna kuning diberikan kepada kelompok ketiga. Katanya kemudian, “Masing-masing di tangan kalian ada sepotong kain. Kalian bisa memperhatikan, kain kain tersebut berasal dari serat kayu yang sama. Dari satu pohon yang sama. Warna kain kalian bisa saja berbeda, namun tetap ia berasal dari serat kayu yang sama. Begitu pula dengan kalian sernua ini. Kalian berasal dari satu nenek moyang yang sama, meski bahasa kalian berbeda. Lantas, bagaimana kalian saling mengaku bahasanya lebih baik dibandingkan yang lain sementara kalian berasal dari satu nenek moyang? Kalian sesungguhnya adalah satu! Sungguh, tidak ada gunanya perselisihan dan permusuhan di antara kalian hanya karena bahasa kalian berbeda!”
Orang-orang terdiam seraya merenungkan ucapan Rio Raos. Mereka bisa merasakan kebenaran ucapan Rio Raos tadi. Mereka pun akhirnya sadar. Mereka kemudian bersepakat untuk mengakhiri perselisihan berlarut-larut yang telah mereka lakukan. Mereka juga bersepakat untuk menggunakan satu bahasa persatuan di antara mereka, yaitu bahasa Muara Rengeh. Dengan sama-sama berbahasa Muara Rengeh, mereka merasa satu adanya.
Suatu hari Rio Raos berkeliling di desa dan mendapati di tengah-tengah desa itu terdapat muara sungai. Teringat ia pada pesan dan nasihat leluhurnya, jika mendirikan desa hendaklah jangan tepat di depan muara sungai. Penduduk sebuah desa yang tepat berada di depan muara sungai biasanya tidak seia sekata dan kurang kebersamaannya. Rio Raos lantas memerintahkan agar sungai itu dialirkan ke arah kiri dan kanan dari desa tersebut. Penduduk desa tampak ragu-ragu untuk melaksanakan perintah Rio Raos. Namun setelah mereka bersatu padu dan saling bekerja sama, pekerjaan yang semula membuat mereka ragu-ragu untuk mengerjakannya itu dapat diselesaikan hanya dalam waktu tiga hari.
Penduduk pada akhirnya bersepakat untuk mengangkat Rio Raos menjadi pemimpin mereka. Rio Raos memimpin dengan adil dan bijaksana. Rakyat yang dipimpinnya merasa aman, damai, dan sejahtera. Orang-orang dari daerah lain pun berdatangan ke negeri yang dipimpin Rio Raos karena mendengar keamanan dan kedamaian yang dirasakan rakyat di bawah kepemimpinan Rio Raos. Desa-desa akhirnya banyak didirikan pada masa pemerintahan Rio Raos tersebut.
Rio Raos terus memimpin hingga akhirnya ia meninggal dunia. Jenazahnya dikebumikan di tempat di mana ia pertama kali ia datang ke daerah tersebut. Kebaikannya senantiasa menjadi buah bibir penduduk, dikenang oleh rakyat, terutama oleh mereka yang dahulu terus terlibat dalam peperangan dan berhasil didamaikan oleh Rio Raos.
Pesan moral cerita sebelum tidur untuk anak-anak 1 : Rio Raos adalah bersatu kita teguh, bercerai-berai kita runtuh. Adanya perbedaan sesungguhnya untuk saling melengkapi, dan bukan menjadi penyebab munculnya perselisihan dan pertengkaran.
Cerita Sebelum Tidur Untuk Anak-Anak 2 : Baginde Lubuk Gong
Baginde Lubuk Gong adalah seorang kepala desa yang hidup pada zaman dahulu. Ia sangat kuat menjalankan adat bagi segenap warga desa yang dipimpinnya. Bagi warga desa yang berani melanggar aturan adat, Beginde Lubuk Gong tidak segan-segan menjatuhkan hukuman. Namun demikian, warga desa justru merasa senang dipimpin Beginde Lubuk Gong karena mereka dapat hidup aman, damai, dan tenteram.
Beginde Lubuk Gong rnempunyai seorang anak perempuan. Putri Lubuk Gong namanya. Sangat cantik wajahnya dan terkenal cerdas anak perempuan Beginde Lubuk Gong itu. Ketika usia Putri Lubuk Gong menjelang dewasa, banyaklah pemuda anak beginde yang datang melamarnya. Namun semua lamaran itu ditolak dengan berbagai alasan.
Pada suatu had datang utusan putra beginde untuk melamar Putri Lubuk Gong. Dalam hati, Beginde Lubuk Gong menerima lamaran tersebut. Namun demikian ia mengajukan berbagai syarat yang harus dipenuhi anak beginde itu sebelum menyunting anak perempuannya. Syarat-syarat yang banyak yang dirasanya akan sulit dipenuhi pelamar anak perempuannya.
Utusan putra beginde itu kembali dan menyampaikan permintaan berbagai syarat yang diajukan Beginde Lubuk Gong. Waktu terus berlalu dan utusan itu belum juga kembali menemui Beginde Lubuk Gong untuk memberikan jawaban. Hingga tiga tahun kemudian belum juga datang utusan pelamar Putri Lubuk Gong itu. Secara tak terduga, datang kemudian iring-iringan pelamar dengan membawa aneka barang hantaran untuk perkawinan dalam jumlah yang banyak, sesuai dengan permintaan Beginde Lubuk Gong.
Mendapati dapat dipenuhinya syarat-syarat yang diajukannya, Beginde Lubuk Gong sedikit menyesal di dalam hati. Seandainya saja ia meminta syarat yang lebih banyak lagi, niscaya ia akan mendapatkan barang lagi.
Utusan calon pengantin lelaki menyerahkan banyak barang-barang yang dibawanya kepada Beginde Lubuk Gong. Katanya, “Sesuai syarat yang Beginde nyatakan kepada kami sebelumnya, berikut ini kami haturkan kepada Beginde. Barang-barang tersebut adalah tujuh pasang pakaian pengantin, empat puluh dua lusin baju kain salinan, ayam dan itik satu kandang penuh, kayu api setinggi bukit, batang tujuh buah, dan serai kunyit seladang lebar.”
Beginde Lubuk Gong menerima semua barang-barang itu dan berjanji akan memberi kabar waktu pernikahan yang tepat kepada calon pengantin lelaki. Setelah utusan calon pengantin lelaki pulang, Beginde Lubuk Gong mengumumkan kepada segenap warga desanya perihal akan dinikahkannya anak perempuannya itu dengan lelaki putra beginde dari daerah lain. Warga desa pun gembira mendengarnya. Terbayang di benak mereka akan kemeriahan pesta pernikahan yang akan digelar selama tujuh hari tujuh malam itu. Warga desa lantas bergotong royong menyiapkan segala sesuatu untuk kelancaran pesta pernikahan tersebut.
Beginde Lubuk Gong sendiri segera mempersiapkan pelaksanaan pesta besar yang akan diadakannya. Dengan menaiki sebuah kapal besar, Beginde Lubuk Gong berangkat menuju negeri lain untuk berbelanja aneka barang yang dibutuhkan dalam pesta besar yang akan diadakannya itu. Begitu banyak barang yang harus dibelinya hingga sebulan penuh ia belum juga kembali ke desanya.
Caton pengantin lelaki serasa tak sabar menunggu tibanya waktu pernikahannya. Sebulan sejak diserahkannya syarat-syarat yang diminta Beginde Lubuk Gong telah berlalu, namun belum juga didengarnya kabar perihal waktu pernikahannya. Bahkan, kabar yang didengarnya kemudian adalah kabar yang sangat mengejutkan. Menurut kabar burung itu, tunangannya itu ternyata telah dinikahkan dengan putra seorang raja dari negeri yang tengah didatangi Beginde Lubuk Gong.
Amat marahlah si calon pengantin lelaki. Telah susah payah ia clan keluarganya menyiapkan aneka syarat berat yang diajukan Beginde Lubuk Gong, namun Beginde Lubuk Gong mengkhianatinya. Dengan membawa pedang, ia pun lantas menuju tempat kediaman Beginde Lubuk Gong.
Putri Lubuk Gong sangat gembira ketika melihat tunangannya datang ke rumahnya. Ia segera berhias, mengenakan pakaian terindah yang dimilikinya. Terlihat bertambah-tambah kecantikan wajahnya ketika itu. Ia pun segera menemui tunangannya dengan wajah berseri- seri. Namun, bukan sambutan hangat yang didapatkannya, melainkan sabetan pedang!
Seketika itu pula Putri Lubuk Gong meninggal dunia.
Ibu Putri Lubuk Gong sangat terkejut mendapati putrinya meninggal akibat sabetan pedang tunangannya. Menjeritlah ia, “Apa yang engkau perbuat? Mengapa engkau membunuh tunangan yang telah lama menantikan kehadiranmu? Apa salah putriku itu?”
“Jangan ibu berlagak tidak tahu!” jawab tunangan Putri Lubuk Gong. “Bukankah keluarga ini telah mengkhianati perjanjiannya dengan keluargaku? Kami telah memenuhi syarat yang diajukan Beginde Lubuk Gong, namun, apa yang dilakukan Beginde Lubuk Gong? Ia malah hendak menikahkan putrimu itu dengan putra Raja!”
“Tuduhanmu itu adalah tuduhan palsu!”
“Bagaimana tuduhanku disebut tuduhan palsu? Bukankah utusan raja telah tiba di desa Kertajaya yang tak jauh dari desa ini? Apa maksud kedatangan utusan raja itu jika tidak hendak menikahkan putranya dengan putrimu? Maka, daripada aku menanggung malu, lebih aku mati berkalang tanah!”
Selesai berujar, tunangan Putri Lubuk Gong lantas meninggalkan rumah kediaman Beginde Lubuk Gong.
Kematian putrinya secara mengenaskan itu diketahui Beginde Lubuk Gong yang masih berada di negeri lain untuk mengadakan barang untuk pesta pernikahan putrinya. Betapa terperanjat dan marahnya Beginde Lubuk Gong mendengar kematian putrinya itu. Dengan kesaktiannya, Beginde Lubuk Gong lantas mengerahkan angin agar segera bertiup menuju negerinya. Dalam waktu tak berapa lama, kapal besar yang ditumpanginya segera tiba di desanya. Seketika ia tiba, warga segera mengerumuninya. Mereka menceritakan kejadian mengenaskan yang dialami Putri Lubuk Gong.
Beginde Lubuk Gong memerintahkan agar jenazah putrinya dikebumikan. Diperintahkannya pula untuk segera menangkap si pembunuh anak perempuannya. Warga bergerak cepat mencari hingga akhirnya si pembunuh Putri Lubuk Gong ditangkap. Si pembunuh segera dihadapkan pada Beginde Lubuk Gong.
“Engkau telah membunuh putriku,” kata Beginde Lubuk Gong, “untuk itu engkau harus menggantikannya. Mulai kini engkau tidak bisa lagi kembali ke rumahmu dan engkau hendaknya tinggal di sini sebagai gantinya.”
Si pembunuh Putri Lubuk Gong menyetujui hukuman yang dijatuhkan Beginde Lubuk Gong kepadanya.
Karena pernikahan antara putrinya dan tunangannya yang bahkan akhirnya menjadi pembunuh putrinya itu urung terlaksana, Beginde Lubuk Gong membuang semua barang yang disiapkannya itu ke dalam sungai. Semuanya. Termasuk aneka peralatan musik yang sedianya hendak digunakan untuk menghibur para undangan. Begitulah cara Beginde Lubuk Gong untuk mengakhiri janjinya kepada warga karena urung mengadakan pesta pernikahan putrinya.
Pesan moral dari cerita sebelum tidur untuk anak-anak 2 : Baginde Lubuk Gong adalah hendaklah kita teliti dan hati-hati ketika mendengar berita, pelajari baik-baik sebelum memutuskan sesuatu, jangan sampai menyesal di kemudian hari jika keputusan itu salah.