Kumpulan Kisah Legenda : Bujang Awang Tabuang

Cerita rakyat Bujang Awang Tabuang diambil dari kumpulan kisah legenda daerah Bengkulu. Setiap wilayah di negara kita memiliki Kumpulan Cerita Nusantara tersendiri, begitupun wilayah bengkulu. Beberapa kisah legenda dari Bengkulu pernah di posting di blog ini dengan judul Kumpulan Cerita Anak Dongeng Nusantara. Jika adik-adik menyukai cerita rakyat dari negara kita, silahkan cari di bagian pencarian, adik-adik akan menemukan Kumpulan Cerita Pendek Anak-Anak Indonesia menarik dengan pelajaran moral yang sangat baik.

Kumpulan Kisah Legenda : Cerita Rakyat Bengkulu Bujang Awang Tabuang

Tersebutlah sebuah kerajaan besar bernama Peremban Panas. Sang pemangku takhta adalah Raja Kramo Kratu Agung. Sang raja memerintah dengan adil dan bijaksana. Rakyat sangat menghormati dan mencintai sang raja. Segenap titah dan perintah Raja Kramo Kratu Agung mereka turuti karena titah dan perintah itu lebih banyak demi kepentingan dan kesejahteraan mereka.

Raja Kramo Kratu Agung mempunyai permaisuri bernama Putri Rimas Bangesu. Keduanya telah enam tahun menikah, namun belum juga mereka dikaruniai anak. Kerabat kerajaan sangat takut jika Raja Kramo Kratu Agung tidak mempunyai keturunan yang akan menjadi pewaris takhta Peremban Panas. Mereka pun bersidang untuk membahas masalah itu. Keputusan dari sidang kerabat kerajaan itu sangat mengejutkan Putri Rimas Bangesu. Ia harus dibuang ke tengah hutan!

Kumpulan Kisah Legenda Bujang Awang Tabuang
Kumpulan Kisah Legenda Bujang Awang Tabuang

Sesungguhnya Putri Rimas Bangesu telah mengandung ketika ia harus melaksanakan basil sidang kerabat kerajaan tersebut. Dengan ditemani seekor harimau dan sepasang kera, Putri Rimas Bangesu tinggal di sebuah gubug kecil di tengah hutan. Sekitar sembilan bulan kernudian Putri Rimas Bangesu melahirkan. Seorang bayi lelaki. Putri Rimas Bangesu memberinya nama Bujang Awang Tabuang.

Putri Rimas Bangesu mengasuh anaknya itu dengan penuh kasih sayang. Bujang Awang Tabuang pun tumbuh membesar di dalam hutan itu. Ia tampak sehat, tubuhnya kuat, dan wajahnya tampan. Waktu terus bergulir hingga tujuh belas tahun telah terlewati. Hingga selama itu Bujang Awang Tabuang tetap berada di dalam hutan bersama ibunda, seekor harimau, dan juga sepasang kera. Berkat didikan ibundanya, Bujang Awang Tabuang juga berhasil mempunyai aneka kesaktian. Selain itu, harimau dan sepasang kera itu juga mengajarkan aneka kesaktian untuk melengkapi kesaktian Bujang Awang Tabuang.

Selama itu Putri Rimas Bangesu senantiasa berdusta terhadap Bujang Awang Tabuang jika anaknya itu bertanya perihal siapa ayahandanya. “Ayahmu adalah Dewata,” begitu jawaban Putri Rimas Bangesu. Namun, seiring dengan kian bertambahnya usia Bujang Awang Tabuang, Putri Rimas Bangesu merasa tidak bisa lagi berdusta. Ia pun menceritakan kejadian yang dialaminya sekaligus membuka tabir siapa sesungguhnya ayahanda Bujang Awang Tabuang.

“Jadi, ayahandaku adalah raja Peremban Panas yang bernama Raja Kramo Kratu Agung?” tanya Bujang Awang Tabuang.

“Benar, anakku.”

Bujang Awang Tabuang kemudian meminta izin kepada Putri Rimas Bangesu untuk berangkat menuju kerajaan Peremban Panas untuk mencari ayahandanya.

Dengan berat hati Putri Rimas Bangesu mengijinkan. “Berhati-hatilah engkau selama dalam perjalanan. Sebisa mungkin hindarkanlah pertengkaran atau perkelahian dalam perjalananmu nanti. Semoga Dewata memberikan berkah dan pertolongan kepadamu.”

Keesokan harinya Bujang Awang Tabuang berangkat menuju Peremban Panas. Berhari- hari ia menempuh perjalanannya seorang diri. Setelah berulang-ulang bertanya pada orang yang ditemuinya dalam perjalanan, akhirnya Bujang Awang Tabuang tiba di gerbang kerajaan Peremban Panas.

Bujang Awang Tabuang langsung saja masuk melewati pintu gerbang kerajaan. Para prajurit bergegas menghentikan langkahnya. Meski Bujang Awang Tabuang telah menyatakan kehendaknya untuk bertemu Raja Kramo Kratu Agung, namun para prajurit tidak mengizinkannya.

“Yang Mulia Raja Kramo Kratu Agung tidak bisa diganggu karena beliau hendak melangsungkan pernikahan dengan Putri Rambut Perak dari Kerajaan Pinang Jarang,” kata kepala prajurit penjaga pintu gerbang.

Bujang Awang Tabuang tetap saja memaksa. Maka, para prajurit Iangsung menyerangnya untuk mengusirnya menjauh dari pintu gerbang. Pertarungan antara Bujang Awang Tabuang melawan para prajurit itu pun terjadi. Bujang Awang Tabuang mampu mengalahkan para prajurit yang mengeroyoknya itu. Bahkan ketika para prajurit lainnya datang membantu dan mengeroyoknya beramai-ramai, Bujang Awang Tabuang tetap mampu mengalahkan mereka semua. Para prajurit pun akhirnya berlarian menjauhi pintu gerbang kerajaan.

Karena kelelahan bertarung, Bujang Awang Tabuang lantas tertidur di bawah pohon beringin di dalam alun-alun kerajaan. Begitu pulasnya ia tertidur hingga ia mendengkur.

Dengkuran Bujang Awang Tabuang membuat tiang-tiang istana bergetar. Seluruh penghuni istana kerajaan terkejut dan berhamburan keluar istana kerajaan karena menyangka ada gempa bumi. Persiapan pernikahan Raja Kramo Kratu Agung dengan Putri Rambut Perak yang sedianya akan dilangsungkan pada hari itu menjadi terganggu.

Mereka kian terperanjat dan keheranan karena getaran yang berlangsung itu terjadi secara teratur dan berulang-ulang.

Patih kerajaan Peremban Panas yang bernama Raden Tumenggung berusaha mencari sumber getaran tersebut. Ia pun akhirnya mengetahui jika sumber getaran itu berasal dari suara dengkuran seorang pemuda yang tengah tertidur di bawah pohon beringin di alun-alun kerajaan.

Raden Tumenggung segera membangunkan Bujang Awang Tabuang dengan sikap kasar. “Hei pemuda gembel! Siapa dirimu itu dan apa keperluanmu datang ke kerajaan Peremban Panas ini?”

Bujang Awang Tabuang bangun. Setelah menggosok-gosok kedua kelopak matanya, ia segera bangkit dan berjalan tenang menuju istana kerajaan tanpa menghiraukan Raden Tumenggung. Raden Tumenggung berusaha mencegah, namun Bujang Awang Tabuang tetap juga berjalan. Maka, Raden Tumenggung pun menyerang Bujang Awang Tabuang.

Pertarungan antara Bujang Awang Tabuang melawan Raden Tumenggung tidak terelakkan. Namun, pertarungan itu tidak berjalan lama. Bujang Awang Tabuang mampu mengalahkan Patih Kerajaan Peremban Panas itu.

Bujang Awang Tabuang lantas mengamuk di dalam istana kerajaan. Para prajurit kerajaan yang mencoba menghadangnya dibuatnya berlarian karena tak mampu melawan kesaktian Bujang Awang Tabuang. Raja Kramo Kratu Agung akhirnya turun tangan sendiri. Segera dihadangnya Bujang Awang Tabuang. Pertarungan antara anak dan bapak yang sama-sama tidak mengetahui siapa sesungguhnya lawannya itu pun terjadi.

Pertarungan itu berlangsung sangat seru. Keduanya sama-sama sakti. Meski telah mengerahkan segenap kesaktiannya, masing- masing tidak dapat segera memenangkan pertarungan itu. Hingga waktu terus bergulir selama sehari semalam, pertarungan antara Bujang Awang Tabuang dan Raja Kramo Kratu Agung terus berlangsung.

Setelah merasakan kemampuannya seimbang dan bisa jadi akan terus berlarut-larut berlangsung, Raja Kramo Kratu Agung meminta pertarungan mereka dihentikan. Tanyanya kemudian setelah pertarungan berhenti, “Siapa engkau ini sesungguhnya, wahai anak muda?”

“Nama hamba Bujang Awang Tabuang. Ibunda hamba bernama Putri Rimas Bangesu dan ayahanda hamba adalah Raja Kramo Kratu Agung,” jawab Bujang Awang Tabuang.

Raja Kramo Kratu Agung terperanjat mendengar jawaban Bujang Awang Tabuang. “Engkau ini anakku, wahai anak muda?”

“Benar, ayahanda,” jawab Bujang Awang Tabuang.

Bujang Awang Tabuang lantas menceritakan kejadian yang dialami ibu dan dirinya selama dalam pembuangan di tengah hutan. Selesai bercerita, Bujang Awang Tabuang lantas bersujud di kaki Raja Kramo Kratu Agung.

Raja Kramo Kratu Agung meminta anaknya itu untuk berdiri. Dipeluknya dengan penuh kasih sayang. Ia meminta maaf karena tidak menyangka jika istri tercintanya dahulu tengah mengandung ketika dibuang ke tengah hutan. Ia lantas mengumumkan untuk membatalkan rencana pernikahannya dengan Putri Rambut Perak.

Keesokan harinya Raja Kramo Kratu Agung beserta para prajurit bersenjata lantas menuju ke hutan tempat pembuangan Putri Rimas Bangesu. Sebuah kereta indah yang ditarik empat ekor kuda gagah tampak dalam rombongan Raja Kramo Kratu Agung itu. Kereta indah itu dipersiapkan untuk kendaraan Putri Rimas Bangesu. Sementara Bujang Awang Tabuang memimpin di barisan depan rombongan sebagai penunjuk jalan.

Bertemulah kembali Raja Kramo Kratu Agung dengan istri tercintanya. Keduanya saling menangis. Putri Rimas Bangesu kemudian diajak kembali ke istana kerajaan dengan menaiki kereta indah.

Bujang Awang Tabuang hidup berbahagia di istana kerajaan bersama ayahanda dan ibunda tercintanya. Ia pun tidak melupakan harimau dan juga sepasang kera yang tetap memilih berada di tengah hutan. Kerap Bujang Awang Tabuang mengunjungi sahabat-sahabatnya itu. Mereka pun bermain dan bercengkrama seperti yang dahulu biasa mereka lakukan ketika Bujang Awang Tabuang dan ibundanya masih tinggal di tengah hutan itu.

Pesan moral dari kumpulan kisah legenda : bujang awang tabuang adalah kita hendaklah sabar dan tabah ketika menghadapi musibah. kesabaran dan ketabahan akan menuai kebahagiaan dl kemudian hari. Selain itu, janganlah melupakan budi baik sahabat yang menemani kita ketika mengalami musibah, karena sahabat yang baik adalah sahabat yang bersedia menemani ketika kita tengah terpuruk atau mengalami musibah.

1 komentar tentang “Kumpulan Kisah Legenda : Bujang Awang Tabuang”

Tinggalkan Balasan