Dongeng Anak Indonesia dari Maluku Utara

Kisah Terompah Pembawa Perpecahan dari Maluku Utara adalah salah satu Dongeng Anak Indonesia yang paling kakak sukai. Pada cerita rakyat Maluku Utara ini dikisahkan akibat dari prasangka buruk dan sifat dendam dapat membuat kehancuran. Bukan hanya merugikan orang yang melakukannya, tapi juga merugikan orang lain disekitarnya. Penasaran dengan kisah yang diambil dari Kumpulan Dongeng Anak Pendek Indonesia Terbaik ini? Yuk kita ikuti bersama.

Cerita Dongeng Anak Indonesia : Terompah Sultan Gajadean

Cerita Rakyat dari Maluku Utara

Cerita Dongeng Anak Indonesia
Cerita Dongeng Anak Indonesia

Gajadean turun dari kayangan. Ia ingin mengunjungi kakak perempuannya, yaitu permaisuri Sultan Jafar Nuh, raja di Pulau Ternate. Ya, permaisuri Sultan Jafar Nuh memang seorang dewi dari kahyangan, oleh karena itu kecantikannya tiada yang menandingi.

“Adikku, terima kasih kau telah menengokku,” kata Permaisuri.

“Tak masalah Kak, aku juga merindukanmu. Aku senang melihat Sultan menyayangi dan merawatmu dengan baik,” sahut Gajadean.

“Tinggallah di sini selama yang kau mau. Suamiku tak keberatan, ia juga menyayangimu,” jawab Permaisuri.

Hari demi hari berlalu. Gajadean senang tinggal di istana itu. Ia merasa, Sultan Jafar Nuh adalah sultan yang bijaksana. Dalam hati, Gajadean ingin menjadi pemimpin yang bijaksana seperti iparnya itu.

Gayung bersambut, Sultan Jafar Nuh menawarkan Gajadean untuk tinggal di Bumi.

“Bersediakah kau menjadi pemimpin atau sangaji di wilayah Tobelo? Aku lihat, kau berbakat untuk menjadi pemimpin. Jika kau bersedia, akan kusiapkan acara pengangkatanmu,” kata Sultan Jafar Nuh.

Gajadean sangat senang, “Apa yang harus saya lakukan, Sultan?”

Sultan Jafar Nuh tersenyum, “Kau cukup memimpin wilayah itu dengan adil dan bijaksana. Oh ya, ada satu hal yang menjadi kewajibanmu. Wilayah Tobelo harus memberikan upeti padaku seperti yang dilakukan wilayah-wilayah lainnya.”

Gajadean pun dilantik sebagai pemimpin wilayah Tobelo. Namanya sekarang menjadi Sultan Gajadean. Sesuai dengan janjinya pada Sultan Jafar Nuh, ia memimpin wilayahnya dengan adil dan bijaksana.

Cerita Dongeng Anak Indonesia Terompah Sultan Gajadean
Cerita Dongeng Anak Indonesia Terompah Sultan Gajadean

Ia menata wilayah Tobelo dengan saksama. Ia juga mengangkat beberapa pejabat untuk memimpin wilayah-wilayah kecil di Tobelo. Mereka disebut kapitan. Sultan Gajadean memiliki dua kapitan kepercayaan, yaitu Kapitan Metalomo dan Kapitan Malimadubo.

Perlahan-lahan, Tobelo menjadi wilayah yang makmur. Hasil utamanya adalah kelapa, padi, dan tebu. Sultan Gajadean juga menyisihkan sebagian hasil panen untuk dijadikan upeti pada Sultan Jafar Nuh.

Upeti itu dikirim ke Ternate setiap tahun. Sultan Jafar Nuh selalu menerimanya dengan suka cita.

“Kepercayaanku pada adikmu tak sia-sia. Tobelo maju dengan pesat di bawah kepemimpinannya,” katanya pada sang Permaisuri.

Tahun ini, seperti biasa Sultan Gajadean mengirimkan upeti ke Ternate. Setelah menyerahkan upeti itu, ia pun berpamitan untuk kembali ke Tobelo.

“Terompahku, di mana terompahku?” tanya Sultan Gajadean kebingungan. Ia mencari terompah atau alas kakinya yang hilang.

Permaisuri Sultan Jafar Nuh ikut bingung, “Terompah apa, Dik?” tanyanya.

“Aku kemari memakai terompah terbaikku, Kak. Tadi aku melepasnya clan menggantinya dengan sandalku ini. Kemana terompahku itu, ya?” tanya Sultan Gajadean bingung.

Semua pegawai kerajaan diperintahkan untuk melakukan pencarian, tapi tak seorang pun yang menemukan. Sultan Gajadean putus asa, ia pulang dengan hati kesal. Dalam hati, ia mencurigai Sultan Jafar Nuh, kakak iparnya, “Pasti ia mencuri terompahku. Terompah milikku dihiasi oleh batu permata, pasti ia iri melihatnya. Lihat saja pembalasanku nanti.”

Sesampainya di Tolebo, ia menyusun rencana untuk membalas kelakuan kakak iparnya yang ia curigai telah mencuri terompahnya.

Ia memerintahkan kedua kapitan kepercayaannya untuk mengumpulkan semua sampah yang paling menjijikkan di Tobelo. Ia meminta agar sampah-sampah itu dimasukkan ke dalam guci-guci yang biasa digunakan ketika mengirim upeti ke Ternate. Meskipun heran, kedua kapitan itu menuruti perintah Sultan Gajadean. Selama setahun, mereka mengumpulkan sampah dan menutupnya rapat-rapat di dalam guci-guci.

Setahun telah berlalu. Sultan Gajadean kembali mengunjungi Ternate. Ia membawa guci-guci berisi sampah busuk yang telah dikumpulkannya selama setahun. Sultan Jafar Nuh menyambutnya dengan baik. Sedikitpun ia tak curiga kalau adik iparnya itu menaruh dendam padanya. Setelah berbasa-basi, Sultan Gajadean berpamitan pulang. Saat itulah Sultan Jafar Nuh membuka guci-guci itu.

“Astaga, busuk sekali baunya. Apa gerangan yang ada di dalam guci itu?” teriak Sultan Jafar Nuh sambil menutup hidungnya.

Perutnya langsung mual. Para pengawal segera memeriksa isi guci-guci tersebut, “Sampah yang sudah membusuk, Sultan,” jawab mereka.

Sultan Jafar Nuh murka. Beliau tak bisa menerima penghinaan tersebut. Oleh karena itu ia menyuruh para prajurit terbaiknya untuk menyerang Tobelo dan menangkap Sultan Gajadean. Pasukan Ternate dengan mudah mengalahkan pasukan Tobelo, namun Sultan Gajadean berhasil melarikan diri entah kemana.

Rakyat Tobelo tercerai-berai dan masuk ke hutan untuk menghindari serangan pasukan Ternate. Kedua putra Sultan Gajadean yang bernama Kobubu dan Mama Ua juga hidup dalam hutan. Keduanya dirawat oleh Kapitan Metalomo dan Kapitan Malimadubo.

Setelah keadaan mulai aman, rakyat Tobelo kembali ke wilayahnya. Kapitan Metalomo dan Kapitan Malimadubo memerintah wilayah itu untuk sementara. Mereka terus mencari keberadaan Sultan Gajadean, tapi ia tidak ditemukan. Akhirnya, setelah berunding dan mendiskusikannya dengan rakyat, Kobubu pun diangkat menjadi sultan menggantikan ayahnya.

Pesan moral dari Cerita Dongeng Anak Indonesia : Terompah Sultan Gajadean untukmu adalah Jangan berprasangka buruk dan menaruh dendam pada orang Iain. Dendam tak akan menyelesaikan masalah, justru sebaliknya. Dendam rnenimbulkan masalah baru.

Baca Kumpulan dongeng anak indonesia lainnya di Cerita Dongeng Anak : Ande-Ande Lumut dan Dongeng Anak Anak Indonesia : Kisah I Tui Ting

Tinggalkan Balasan